Share

Part 2. Finn & Hanzel

"Finn, benarkah itu kau?" Anne masih mematung ditempat, rasanya dia tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Sementara Finn berlari kecil mendekati Anne. 

 

"hey ... apakah kau tidak merindukanku, Ann?" ucap Finn seraya merentangkan kedua tangannya lebar. Berharap Anne segera menghambur kedalam pelukannya seperti dulu. Dan tepat dugaan Finn, Anne segera  menghambur kedalam pelukannya disertai isakan lirih terdengar dari bibirnya.

 

"Kupikir kau sudah lupa padaku, Finn. Tak ingat jalan pulang." ucap Anne ditengah isaknya. Sudah lama sekali, tak terasa enam tahun sudah berlalu, sejak pertemuan terakhir mereka. Kala itu Anne mengantarnya di bandara karena Finn harus melanjutkan studi di Amerika.

 

Finn hanya tersenyum mendengar celoteh Anne. Tentunya Finn juga merasakan kerinduan yang sama pada sepupu cantiknya itu.

 

"Hey, kau mau kemana? Kenapa bawa koper sebesar ini?" tanya Finn seraya melepas pelukannya.

 

"Ah, tidak. Aku hanya ingin tinggal di yayasan tuna rungu, Finn. Itu saja." cicit Anne, sementara Finn menatapnya tajam.

 

"Mereka pasti mengusirmu. Benarkan, Ann?" tanya Finn menahan marah.

 

"Tidak, Finn. Itu tidak benar, mereka sangat menyayangiku." 

 

"Ayolah, Ann. Aku mengenal mereka dengan baik. Kau tidak usah menutupinya lagi padaku," Finn menahan rasa kesal, selalu saja Anne menutupi perlakuan buruk keluarga Atmaja.

 

"Finn, jangan marah ya. Aku baik-baik saja. Sungguh." Anne merajuk, mencoba menenangkan Finn. Dia tahu jika Finn marah, dia pasti akan berbuat hal-hal yang tidak sanggup dia bayangkan. 

 

"Ikut aku!" Finn menarik Anne masuk kedalam mobilnya. Dia merasa keluarga Atmaja sudah sangat keterlaluan pada Anne. Dia harus membuat perhitungan.

 

Mobilnya segera melaju memasuki gerbang Mansion keluarga Atmaja, ketika Security telah membukakan gerbang untuknya. 

 

Dia menarik Ann kembali ke rumah itu. Sepeninggal Anne beberapa menit yang lalu, Tante Sandra dan anak-anaknya masih berbincang di ruang keluarga yang mewah itu.

Aura kebahagiaan begitu jelas terlihat dari riang gembiranya perbincangan mereka. 

 

"Jadi begini ulah kalian, pada pewaris keluarga Atmaja," Finn berkata cukup keras ketika memasuki ruang keluarga itu, mengagetkan mereka yang sedang menikmati kebahagiaan setelah berhasil mengusir Anne keluar dari rumah itu.

 

"A-apa maksudmu, Finn? Kami tidak mengusir Anne, dia sendiri yang ingin tinggal di yayasan tuna rungu. Iyya kan, Ann?" Tante Sandra mencoba membela diri.

 

"Kalian pikir aku bodoh? Sekarang aku telah kembali, Finn Alvaro Sudjatmiko telah kembali. Jangan pernah berpikir bisa berbuat semena-mena lagi pada, Anne. Atau aku akan membuat kalian menyesal," keempat orang itu saling pandang mendengar ancaman Finn.

 

"Finn, kau siapa, berani sekali mencampuri urusan keluarga Atmaja. Kau bukan bagian dari keluarga kami. Jadi jangan ikut campur." Raka bangkit dari duduknya. 

 

"Oh, jadi hanya engkau bagian dari keluarga Atmaja, sedangkan Anne tidak, begitu? Hahaha ... lelucon apa ini, Raka?" wajah Raka memerah menahan amarah. Kehadiran Finn sungguh membuatnya tidak nyaman.

 

"Ingatlah, hari ini Anne kubawa pergi dari rumah ini. Kalian jangan terlalu bahagia, karena permainan baru akan dimulai," Finn menatap tajam mereka satu persatu. Membuat mereka kehilangan nyali. Siapapun tahu, ibunya Anne adalah putri dari keluarga Sudjatmiko, bibinya Finn. Keluarga Sudjatmiko sangat berpengaruh. Mereka tidak berani sembarangan cari musuh.

 

"Ayo kita pergi, Ann. Orang yang berhati malaikat sepertimu, tidak selayaknya hidup bersama setan. Keluarga Sudjatmiko telah lama menunggumu, Karena mamamu selalu menjadi bagian dari keluarga Sudjatmiko,"

 

Finn menarik tangan Anne mengajak keluar dari rumah itu. Anne tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti langkah Finn. Meninggalkan mereka yang masih bingung harus berbuat apa, menyadari kedatangan Finn yang tiba-tiba.

 

 

***

 

 

Tidak lama berselang dari perginya Finn dan Anne dari rumah itu, suara deru mobil kembali terdengar berhenti di Mansion keluarga Atmaja. Dengan langkah penuh percaya diri seorang pria bermata biru keluar dari mobil itu. Dia adalah Hanzel, pria yang semalam dijodohkan dengan Anne.

 

"Hanz, sudah kuduga kau akan datang," Miska segera menyambut kedatangan Hanzel dengan rona bahagia.

 

"Kenapa menduga aku akan datang?" tanya Hanzel dingin.

 

"Ya, karena semalem Anne membuat ulah, jadi aku menduga pagi ini kau datang untuk membatalkan perjodohan konyol itu, kan?" kata Miska sambil bergelak tawa.

 

"Kau sepertinya bahagia jika aku membatalkan perjodohan ini," tanya Hanzel menyelidik.

 

"Ya bukan begitu, Hanz. Aku hanya merasa, tidak adil saja jika kau terpaksa menikahi sepupuku. Kami semua menyayanginya, Hanz. Tapi dia tidak cocok untukmu," jawab Miska lirih membuat Hanzel tertawa.

 

"Katakan, apa kau yang merencanakan supaya Anne tampak bodoh dihadapan orang tuaku semalam?" tanyanya lagi.

 

"Tentu saja tidak, Hanz. Atas dasar apa kau menuduhku begitu?" Miska tampak pias mendengar tuduhan Hanzel.

 

"Baiklah, panggilkan Anne. Aku ingin bicara dengannya," jawab Hanzel.

 

"Kau terlambat, Hanz. Anne baru saja  pergi bersama seorang pria lain dari rumah ini,"

 

"Maksudnya dia pergi dari rumah ini?"  

 

"Sudah kubilang dia itu tidak berkelas, Hanz. Perilakunya sangat rendahan. Tidak layak bersanding denganmu," 

 

"Siapa pria itu?"

 

"Mana aku tahu, teman-temannya hanya berasal dari kalangan tuli yang menyedihkan. Tidak level aku bertanya-tanya tentang itu, Hanz."

 

"Oh, baiklah. Aku akan mencari tahu sendiri," ujarnya seraya berjalan menjauhi Miska.

 

"Tidak usah buang-buang waktu hanya untuk gadis tuli itu, Hanz," ucap Miska sedikit berteriak karena Hanzel sudah membuka pintu mobil.

 

"Kau tidak usah repot-repot mengatur hidupku," ucapnya membuat Miska hanya bisa terdiam. Hanzel tak mempedulikan lagi ocehan yang akan Miska ucapkan. Dia hanya ingin segera pergi dari rumah itu.

 

 

***

 

 

"Oh, shittt. Calon istriku Lari dengan pria lain, Memalukan," nafas Hanzel tersengal menahan amarah. Matanya terpejam, dia merasakan ada yang menghentak-hentak dalam dadanya. Sehingga tak bisa konsentrasi membaca laporan keuangan perusahaan. 

 

"Siapa kau? Berani sekali kau melarikan calon istri Hanzel Adi Wijaya. Awas saja, jika kutemukan kalian," Hanzel menahan nafas.

 

Dia geram sekali menyadari calon istrinya dibawa kabur oleh pria lain. Hingga membuatnya terus menggerutu, sampai suara ketukan pintu ruangan kantornya diketuk oleh seseorang dari luar.

 

"Masuk!" ucapnya sambil menyandarkan kepala di kursi. Matanya terpejam, dia merasa tiba-tiba kepalanya berdenyut.

 

"Hey, sejak kapan seorang Hanzel tampak berantakan seperti ini. Apa ada persoalan berat, Hanz?" Hanzel membuka mata, ketika terdengar suara pria diruangannya. 

 

Dia tampak kaget. Tapi tak lama kemudian segurat senyum terbit di bibirnya, saat menyadari siapa pria yang ada di hadapannya kini. Teman satu kampus saat kuliah di Amerika, meski beda jurusan. 

 

Finn.

 

"Hey, brow. Elo udah tiba di Indonesia? Kenapa ga bilang, kan bisa gue jemput di bandara. Gampang kan nyari alamat kantor gue? Secara elo kan asli sini," sapa Hanzel seraya berdiri menyambut kedatangan Finn.

 

"Heleh, lagak-lagaknya sudah betah tinggal di Indonesia rupanya. Katanya kemarin lebih suka mengurus kantor cabang perusahaan elo yang di Amrik," ucap Finn menggoda sahabatnya itu. 

 

"Hahaha ... iyya. Awalnya sih gitu, Bro. Bete banget gue disuruh pulang ke Indonesia. Secara gue udah lebih dari 15 tahun tinggal di Amrik, dulu pernah setahun di sini ga betah, trus balik lagi ke sana, tapi mau gimana lagi, papa ngancem gue, jadi ya udah gue nurut apa kata papa aja, biar ga jadi anak durhaka. Hahaha ...." Hanzel tertawa lepas.

 

"Hahaha ... bisa aja Lo, Bro. Tapi emang mending tinggal di sini sih kalau menurut gue, apalagi kalau mau skalian nyari istri. Cari cewek lokal aja," gumam Finn sambil menyandarkan tubuhnya di sofa.

 

"Nah, itu dia. Justru itu yang bikin gue sebel hari ini, Bro," Hanzel mendesah panjang.

 

"Maksud Lo, elo berantakan kek gini, gegara cewek, Bro?" tanya Finn sambil mengernyitkan dahinya. Sementara Hanzel hanya mengendikkan bahunya, tanda malas berkomentar.

 

"Hahaha ... elo baru tiga minggu disini. Emang udah kenal cewek sini?"

 

"Semalem gue dikenalin sama cewek, dijodohin gitu. Kata papa sih cucu dari  temen relasi bisnis. Gue juga baru sekali itu lihat dia,"

 

"Nah trus. Ceweknya ga cantik gitu? Elo ga mau?" Tanya Finn heran.

 

"Bukan gitu. Tadi pagi gue ke sana, sepupunya bilang. Cewek yang semalem dijodohin sama gue, katanya lari dari rumah sama pria lain. Kurang ajar banget ga sih," Hanzel cemberut. Menghela nafas panjang.

 

"Hahaha, tampang elo kelihatan brengsek kali, Bro. jadi dia lari, ga mau dijodohin sama elo. Hahaha ...." Finn tertawa sampai perutnya sakit.

 

"Tega, Lo. Ngata-ngatain gue. Dasar," ucap Hanzel sambil melempar gulungan koran pada Finn.

 

Sementara Finn semakin keras tertawa. Menertawakan sahabatnya selama kuliah di Amerika itu, sementara yang ditertawakan lama kelamaan ikut tertawa. 

 

Ya, menertawakan nasib konyolnya. Di jaman milenial seperti ini dia masih dijodohkan dengan Siti Nurbaya, yang seenaknya melarikan diri dengan pria lain. Duh miris ...

 

 

Duh Hanzel kasihan banget sih kamu ...

 

 

 

 

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
aroma cinta segi tiga mulai tercium ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status