Share

Sebuah Penyesalan
Sebuah Penyesalan
Author: TheCalm

Awal Mula

Author: TheCalm
last update Last Updated: 2021-12-20 22:36:17

Pesawat China Airlines landing dengan tepat waktu. Wanita berwajah jelita, berkulit putih dengan tinggi semampai berjalan ke luar dari gedung airport negara 'Seribu Cahaya' lalu mengarah ke pintu arrival.  “Welcome to Karachi!!” sapa seorang sopir yang menjemputnya.

Wanita cantik dengan perkiraan usianya baru menginjak 25 tahun ini menyimpulkan senyuman terpaksa, Thank you! jawabnya dingin. Sepertinya ia tidak begitu suka kalau sopir mewakili suaminya.

Gapah, ia pun masuk ke dalam mobil. Setelah duduk, kedua matanya menyorot pada kaca spion. “Pak, memangnya Steven lagi dimana?” tanyanya.

“Nyonya Lyn, saya kurang tahu, Tuan lagi dimana, hanya saja beliau menyuruh untuk menjemput!” jawab sopir sambil mengarahkan pandangannya sehingga kedua mata mereka menyatu pada kaca spion.

***

Lyn Lyana adalah istri keempat dari Steven Alessio, yang sudah tak bisa menahan rindu. Ia terbang dari China ke Pakistan setelah suaminya sudah hampir tujuh bulan tidak menemuinya. Betul, menjadi seorang istri pembisnis sukses yang memiliki asset di beberapa belahan dunia membuat Steven bebas menikah dengan siapa saja yang terikat padanya. Apalagi, tubuh atletis serta berwajah tampan membuat dirinya tak kesusahan untuk mendapatkan wanita cantik juga berkelas.

Di tempat lain, Steven sedang berada di sebuah hotel mewah bersama wanita yang baru dikenalnya bernama Paula Cristian dalam acara meeting tadi siang. Mesra, dia menggarap tubuh halusnya, “Sayang, milikmu begitu enak dan sempit!” racau Steven.

Setelah melakukan ritual layaknya seperti pasangan normal, ia pun mulai dengan adegan yang begitu extreme, kekasihnya diikat dalam keadaan tak berpakaian kemudian dicambuknya.

Namun, Steven merasakan hal yang luar biasa, kekasihnya begitu menikmati bahkan meminta posisinya digantikan oleh Steven. “Oh sayang, kamulah wanita yang aku impikan…” lirih Steven. Mereka berdua bergantian hingga kelelahan.

Setelah melakukan itu,Steven memeriksa ponselnya dan membaca pesan masuk dari sopir pribadinya, "Tuan, nyonya Lyn menginap di hotel ‘Pearl Continental’ di kamar nomor 1225."

Melihat informasi seperti itu, Steven segera meraih baju dan memakainya. ‘Lyn, kenapa kamu harus datang ke sini sih?’ ucapnya dalam senyap.

Melihat itu, kekasihnya segera meraih lengan Steven, “Sayang, besok aku check out sendiri?”

Steven tersenyum, “Iya Paula sayang...” lirihnya sambil memberikan ribuan dollar tanda terima kasih.  

Setelah itu, Steven meninggalkan Paula yang masih tak menggunakan sehelai pakaian pun di atas tempat tidur. Lalu, bergegas ke luar dari kamar hotel 1230. Sekarang menuju ke kamar nomor 1225, dengan posisinya hanya tinggal belok kanan dan beberapa langkah saja. Begitu sampai, pintu kamar pun diketuknya.

Tidak begitu lama Lyn membukanya. Matanya menatap pupil biru suaminya, kemudian serta merta memeluk erat tubuh kekarnya sambil berbisik, “Sayang, tadi kok tidak jemput sih?”

Steven menyambut pelukan hangat istrinya, lalu menjatuhkannya ke atas tempat tidur. Sepertinya Steven memang maniak dalam bercinta. Padahal tadi beberapa menit yang lalu dia menghujamkannya pada nirwana kekasihnya. Kini, eggplant-nya telah berdiri kembali dan siap menghantam milik sahnya!

Inilah yang Lyn tidak bisa melupakan Steven, hingga dia bisa mengejarnya. Lyn memejam dan membuka matanya, karena mulut Steven sedang asyiknya menjilat nirwananya, seperti anak kecil memakan es krim. “Steve, ayo lanjutkan...” Lyn nafasnya turun naik.

Sedangkan Steven seperti kuda yang tak berhenti berlari. Namun, Lyn selalu berontak ketika suaminya meminta dari belakangnya. Seketika Steven menjadi beringas dan mengikatnya seperti seekor puppy, lalu mensumpal mulut Lyn dengan underwear miliknya. Steven semakin ganas, ketika melihat Lyn meronta dan menangis.

Pagi harinya Steven meninggalkan Lyn yang tampak seperti seseorang yang telah dianiaya. Sambil menengok ke arahnya Steven membuka suara, "Cepat bangun, kamu ke sini minta itu 'kan?" ucapnya sambil bergegas meninggalkannya untuk pergi ke kantor untuk meeting.

 "Maafkan, jika itu begitu tragis dan bahkan siksaan bagi semua istri-istriku.Tapi, seperti itulah caraku menikmati s*x!" Steven berucap pada stir mobilnya. Walaupun sejujurnya dia begitu sangat menderita dengan semuanya.

Di tengah-tengah pekerjaannya, dia dikejutkan dengan photo kebersamaan dengan kekasihnya semalam tersebar di internet.

"Kenapa seperti ini? Apa maksudnya wanita l*cah ini menyebarkannya?"ujarnya sembari mengepalkan tangannya, dengan cepat dia segera menekan nomor kekasihnya itu.

"Hey, mau kamu apa lagi?" sergah Steven. Di ujung telepon kekasihnya menyahutnya, "Aku hanya ingin kamu selamanya! Kamu harus berjanji padaku!"

Wanita itu menghela nafas sejenak dan melanjutkan pembicaraannya, "Aku akan menghapus photo-photo itu jika kamu berjanji!"

Mendengar itu, Steven tertawa. "Jangan khawatir tentang itu, selama aku tugas di sini, aku akan memberimu kepuasan. Tapi, kamu jangan minta aku menikahimu! Mengerti?" tegasnya memberi statement.

Wanita yang ada di ujung telepon terdiam sesaat. “Steven, aku pastikankamu akan mencariku walaupun tugasmu selesai! Karena akulah lawanmu!" tuturnya.

Pembicaraan ditutup berbarengan dengan terhapusnya photo-photo yang tersebar di internet.

Steven tersenyum puas, ia tidak menyadari kalau bahaya akan segera menantinya. 'Tapi, malam ini aku akan mendampingi istriku!' gumamnya.

Steven pun beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan ke luar kantor. Tangannya meraih kunci mobil yang ada di meja pallet parkir.

Dalam perjalanan ia menyempatkan mampir ke toko bunga untuk membelikan mawar pink kesukaan istri keempatnya. Juga Lyn ini adalah istri yang selalu mencoba mengobati kelainan s*x yang dideritanya.

Sedangkan istri yang lainnya, sudah tak ingin mendengar kabar berita keadaannya. Permasalahannya pada hubungan badan akan membuat mereka seperti dipukuli layaknya penjambret yang ketangkap penduduk kampung. Betul, Lyn adalah istri terakhir yang masih bertahan.

***

Pintu kamar hotel Steven ketuk berkali-kali, namun pintu tak kunjung dibuka. "Lyn...Lyn..." Steven memekikan suaranya. Cepat, dia mengambil handphonenya dan menelepon kamar hotel.

Tiba-tiba ada room service menepuk pundaknya, "Mister, ada masalah 'kah?" tanyanya sambil memberikan access card cadangan. Seperinya staff hotel memang sudah mengenali Steven.

"Hey, thank you!" lirih Steven. Ia pun menempelkan kartu pada compressor yang tertempel pada pintu.  Setelah terbuka Steven segera masuk kamar, namun matanya terbelalak karena mendapati Lyn masih dengan posisi seperti pagi.

"Lyn, sayang..." sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. Lyn tak bergerak. Steven memeriksa denyut nadinya dan menaruh jarinya pada hidungnya. Lyn tidak bernafas.

"Room service!Tolong masuk!" pekik Steven sambil masih menggoyang-goyangkan tubuh istrinya yang sudah kaku. 

Room service bertalah-talah masuk ke dalam.Begitu melihat kejadian ini, matanya terpaku sesaat.

“Cepat, telpon ambulans,” pekik Steven.

Cepat, room service pun menelponnya.Setelah beberapa menit ambulans datang dengan beberapa perawat. Mereka dengan sigap masuk ke kamar Steven dengan membawa peralatan yang dibutuhkan. Salah satunya memeriksa Lyn, dan betul adanya istri Steven yang berasal dari negeri 'Tirai Bambu' ini  telah tiada.

"Mister..." ucap salah satu perawat sambil menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Kalian cek sekali lagi, istriku tak akan meninggalkan aku!" ucap Steven sambil memegang tangan istrinya.

Buat Steven dunia sekarang ini seperti sedang runtuh, ia amat sangat terpukul. Betapa tidak, Lyn meninggal karena 'Sadisme S*ksual' yang merupakan penyakit yang diderita Steven.

Perawat yang bertugas pada emergency panggilan ambulans segera mengecek tubuh Lyn. Dia pun mendapati tubuh Lyn membiru dan mulutnya mengeluarkan air liur yang diduga kalau itu adalah bekas busa yang mengering.

"Bawa jenazah ke dalam mobil! kita harus mengotopsinya!” titah dokter tegas.

Sementara Steven duduk di atas lantai dengan lunglai. "Lyn, maafkan aku sayang..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebuah Penyesalan   Akhir Cerita

    Semua yang ada di dalam ruangan mengarah ke arah Jibs dengan terheran-heran.Tidak untuk Dexe juga Mawar yang memang masih ada di dalam rumah, mereka dengan cepat memberitahukan kepada atasannya akan keberadaan Jibs di sini. "Bagaimana bisa lelaki ini ada di sini?" Dexe bergumam dan hampir bersamaan dengan Mawar. Jibs berjalan ke arah sofa, kemudian dengan santainya duduk disertai dengan menopang kaki. Matanya pada Amie, kemudian pada Jhon. Lama sekali pandangan mengarah pada lelaki bertubuh kurus itu. "Akhirnya, Kamu menghirup udara bebas juga setelah berpuluh tahun lamanya menjadi budakku!" Ucapan terlontar begitu saja dari mulut Jibs. "Pacarmu, aku rampas kehormatannya. Kepintaranmu pun, Aku yang dikenal banyak orang. Aku sudah puas menikmati semua milikmu. Jadi, tidak apa-apa jika sekarang giliran Kamu yang menikmatinya." tambahnya lantang. Jhon mengepalkan kedua tangannya, dia sangat marah begitu mendengar kejujuran dari Jibs. Namun, Steven mengelus halus pundaknya, memberikann

  • Sebuah Penyesalan   Jibs Tidak Mudah Untuk Ditaklukkan

    "Cepat Nyonya, Nona...kalian harus segera keluar dari sini. Rumah ini akan dihuni oleh pemilik sebenarnya!" Marwa menggertak kasar dengan menggebrak pintu. "Siapa penghuni rumah ini?" Catherine penasaran. Tiba-tiba Jhon Rudolf, Steven dan Dexe datang dari ruangan bawah. Mereka memang sudah ada di sana setengah jam yang lalu. Steven membawa Jhon ke sini, padahal tadinya berpikiran untuk langsung ke rumah Amie, istrinya. Merasa kalau Jhon sudah sangat berhak di rumah yang semestinya ditempatinya sejak dahulu. "Bapak ini adalah pemilik rumah ini, Nyonya, Paula! Bapak ini yang telah dizolimi oleh istri juga, Jibs bapakmu!" ungkap Steven dengan tangan menepuk bahu Jhon. Catherine tersenyum tipis sembari mengangguk-angguk kepalanya. "Semoga Amie bisa menerima kenyataan pahit nantinya. Tuan tahu 'kan kenapa Tuan menikahinya dulu?" ungkap Catherine sedang mengompori. Steven mengerlingkan matanya mengarah pada Catherine. Dia ingin bertanya panjang lebar, akan tetapi merasa bukan saatnya se

  • Sebuah Penyesalan   Bu, Kenapa Diam?

    -Flashback on- Di atas jembatan panjang di United Kingdom. Catherine merasa tidak berguna, harga dirinya sudah diinjak-injak oleh kekasihnya sendiri. Pasalnya, setelah saling menikmati surga dunia. Pria yang akan berjanji untuk menikahinya pergi entah ke mana. Sebulan. Dua bulan berlalu. Catherine masih menunggu dan keadaannya sudah berbadan dua. Sakit hati, merasa tercampakan, frustasi, adalah perasaannya kini. Jembatan itu disusurinya tepat tengah malam, air matanya mengalir deras. Kedua orang tuanya pasti marah kalau mengetahui dirinya tengah mengandung, lebih parahnya kekasihnya itu pergi entah ke mana. Sedang tidak karuan datanglah Jibs Choudry, dia tengah mabuk. Mereka belum kenal satu sama lain. Terbersit di kepala Catherine untuk menjebaknya. Jibs sedang meracau tak karuan, dia memang pecandu alcohol, buatnya minuman itu sebagai penenang dirinya saat kalut dan stress. Memang dia tidak minum seperti layaknya peminum urakan di jalanan. Dia duduk manis di dalam mobilnya atau pun

  • Sebuah Penyesalan   Keluarnya Jhon Rudolf dari Kurungan Jibs

    Steven tidak menjawab yang Amie tanyakan. Dia bergegas meninggalkan apartemennya. “Steven….” Amie berteriak agak kencang, membuat lelaki berwajah sempurna itu menoleh dan menghentikan langkahnya, “Iya?” “Malam ini jangan lupa temui Aline! Dia berada di rumah….” Pemberitahuan itu terhenti ketika matanya melihat Rizwan yang masih menyamar menjadi cleaning service. “Ibu lagi di rumah mana?” Pertanyaan Steven membuat Amie gelisah karena dirinya merasakan kalau wajah cleaning service itu tak asing untuknya. Kemudian cepat sekali mendekat ke arah Steven. “Ibumu ada di rumahku yang ada di pinggir kota!” Ucapan itu hampir berbisik. Kemudian Amie pun menepuk bahu Steven. “Pergilah! Kamu hati-hati!” pungkasnya dengan mata masih melirik ke Rizwan. Akan tetapi itu membuat Steven penasaran serta mengartikan kalau itu adalah kode pemberitahuan. Dipanggilah cleaning service itu olehnya, “Permisi! Helo! Kamu!!” Sayangnya, Rizwan berpura-pura tidak mendengar seolah memahami kalau dirinya telah dicur

  • Sebuah Penyesalan   Ada Apa?

    Langkah kaki itu semakin ke depan. Ke dalam kamar tepatnya. Tangannya menekan pintu yang dibelakangnya tumpukan kardus air mineral. Pintu ditekan dan hampir menjepit tubuh Dexe yang merebah dan tenggelam ke pojokan. “Ok. Sampai ketemu besok pagi!” ujar laki-laki yang sudah rutin memantau Jhon Rudolf. “Oh, ya. Saya malam ini mau makan banyak. Bawakan kambing panggang, nasi biryani, dan beberapa gulab janum. Jangan lupa salad juga buah. Satu liter sprite!” Permintaan Jhon membuat laki-laki itu mengangguk. Dia seolah paham kalau nafsu makannya baru menggugah seleranya karena kamar telah bersih dan wangi. Cetrek! Cetrek! Suara pintu terkunci dua kali oleh laki-laki yang di pinggangnya ada pistol membuat Dexe menarik napas lega. Dexe masih menunggu beberapa detik untuk memastikan lelaki tersebut tidak kembali. “Dia akan kembali nanti malam, itu pun pelayan yang akan membawakan makanan untukku. Kamu siapa?” Jhon sekarang duduk di pinggir tempat tidurnya dengan tatapan kedua matanya ke

  • Sebuah Penyesalan   Menyamar

    "Sudah kalian pergilah!" Jibs pun ikut menyuruh. Ketiga wanita itu pun langsung ke luar rumah dengan menggunakan sopir pribadi Jibs pergi ke toko berlian langganan mereka. Sementara Catherine yang sudah mencium sesuatu rancangan suaminya tak banyak berbicara apalagi mengintrogasi. Dia cukup memahami kalau suaminya tak bisa ditantang. Sekarang mereka sedang di toko berlian dan langsung memilah yang cocok untuk dikenakan pengantin wanita di pesta nanti. ***Dexe sekarang menyamar menjadi seorang ahli nuklir dan mengaku teman Jibs sewaktu di universitas dulu. Pengakuan itu pada penjaga dengan memberikan beberapa bukti. Kendati penjaga masih menunggu jawaban dari Jibs yang tidak mengangkat teleponnya. "Cepatlah! Dia sudah menyuruh untuk ke sini sekarang! Aku pun tahu dia sedang sibuk untuk mempersiapkan acara putrinya." Dexe meyakinkan penjaga. Penjaga pun kembali melihat foto-foto dan hasil karya-karya Jibs yang terlampir di dalam map warna cokelat. "Taruh identitasmu di sini! Masukl

  • Sebuah Penyesalan   Permainan Para Pemain

    Nuansa hijau daun memang sudah Nampak dominan akan dipilih menjadi warna pilihan dekorasi pernikahan putranya oleh Aline. Iya, Aline kini telah mendarat. Dia adalah Zaina yang menyamar menjadi Aline untuk beberapa hari ke depan sampai pesta dilaksanakan. Iya, permainan Jibs yang sudah bisa ditebak oleh Aline pun membuat dirinya tidak sembarang menampakan diri di depan publik. Rizwan memang sudah mulai memata-matai apartemen milik Steven. Bukan dirinya saja bahkan lima orang lainnya. Dari beberapa arah masuk; barat, timur juga selatan terlebih lagi pintu utama. Terpantau oleh anak buah Rizwan atas suruhan Jibs. Belum ada tanda-tanda memang. Akan tetapi pandangan mereka berlima mengarah pada mobil mewah warna hitam yang baru saja datang. Dibukanya palang pintu masuk ke apartemen oleh penjaga. Penjaga hanya tersenyum tipis dan memeriksa identitas milik mobil mewah tersebut. Belum jelas memang wajah dari si pengendara mobil tersebut oleh kelima anak buah Rizwan. Mobil itu sekarang sudah

  • Sebuah Penyesalan   Sebuah Rencana Besar

    Setelah acara, Farida pun pulang diantar oleh Steven memakai mobil pribadinya. Steven yang sudah mencium strategi ibunya dan Farida langsung saja mencecar pertanyaan pada wanita tua ini. "Tuan, nanti juga akan tahu semuanya. Ibu Tuan wanita luar biasa!" Farida hanya memberikan jawaban sesingkatnya. Kendati dirinya pun sudah tak sabar agar Steven mengetahui segalanya. "Bi Farida, Ibu kapan datang ke sini?" Ujar Steven meyakinkan akan penuturan yang telah didengarnya tadi. Akan tetapi telepon genggamnya berdering. Diliriknya layar smartphone di sebelahnya yang kebetulan ditaruh di pinggir jok mobilnya. "Ibu ini selalu saja tahu kalau aku sedang membicarakannya!" Ucap Steven serta tangannya menekan tanda terima kemudian dia pun berbicara menggunakan earphone. "Ibu sudah di apartemenmu. Jangan lupa ajak Bi Farida ke sini." Pemberitahuan Aline membuat Steven mengerlingkan matanya pada Bi Farida yang duduk di jok sebelahnya. "Ibuku pun memiliki kunci apartemenku? Dari mana dia dapatkan?"

  • Sebuah Penyesalan   Hukum Tabur Tuai Akan Segera Berlaku

    Siapa Amie? Siapa Aline? Teka- teki itu sudah meronta-ronta ingin cepat diketahui oleh Steven. Sangat aneh memang seorang anak tidak mengenal ibunya serta terlebih lagi ayahnya. Ironis sekali, apalagi perkawinan antara Aline dan Jibs disaksikan oleh orang tua Aline. Tapi, kenapa mereka seolah menutup mata? Jelasnya, siapa yang akan membuka mata pada lelaki licik seperti Jibs? Racun pun sepertinya akan seperti minuman segar dibuatnya. Amie menatap wajah Steven sangat dalam, dalam hingga Steven tak ada daya untuk menepisnya. Tatapan Amie bukan tanpa sebab, dia sangat mengingat bagaimana Aline datang pada dirinya tepat setelah melahirkan. Namun, tatapan itu terhenyak karena Steven menegurnya, "Ibu juga tidak peduli pada anak sendiri 'kan?" Amie bergeming mendengar itu walaupun ingin sekali bekata; aku pun tak sudi memiliki anak dari hasil perkosaan, terlebih lagi ayahnya berpura-pura seperti pahlawan. Spontan sekali bibir Amie pun menyimpulkan senyuman tipis. "Sangat peduli! Karena

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status