Duke Cristin menghentikan langkahnya, baru saja ia memasuki kediamannya, hatinya berniat ingin melihat Viola, namun ada seorang pelayan yang mengatakan ada yang mengirim bunga untuk Viola, dan setelah melihatnya. Banyaknya bunga mawar.
"Siapa yang mengirimnya?" Rahang Duke Cristin mengeras, ia tidak akan menerima laki-laki lain mengagumi istrinya, Viola hanya miliknya.
"Buang bunga itu, jangan sampai Viola mengetahuinya," ujar Duke Cristin meremas tangkai bunga mawar berdiri itu, hingga darah segar itu keluar dari telapak tangannya.
"Tuan, Duke." Pekik salah satu pelayan.
"Aku tidak apa-apa, lanjutkan saja membuang bunga di kereta itu," ujar Duke Cristin dengan nada dingin.
Sedangkan di ambang pintu, tak jauh dari sana. Pelayan Milea mendengarkan dan melihat semuanya. "Aku harus melaporkan pada nona."
Pelayan Milea langsung berlari menuju paviliun seraya membawa semua bahan untuk di makan nanti malam.
"Nona,"
Angin menyelunup memasuki jendela kaca di samping ranjang yang tak jauh itu, membuat seseorang di atas ranjang itu membuka kedua matanya, merasakan semilir angin menerpa wajahnya.Mata hitam elangnya menatap langit-langit asing, ia pun memutar ingatannya, hingga sebuah senyum terbit di kedua bibirnya. Hatinya berbunga-bunga, ia tidak pernah sesenang saat ini, merasa terpuaskan dan kehangatan. Ternyata, bercinta dengan orang yang di cintai lebih berwarna.GlekDuke Cristin menelan ludahnya, bagian dimana ia menjamah tubuh Viola berputar-putar bagaikan roda kereta yang kembali membuatnya bergairah.Duke Cristin melirik ke bawah selimut, sesuatu kini menjulang tinggi di bawah selimut itu.EmmViola menggesekkan kepalanya di bawah ketek Duke Cristin, tanpa ia sadari, lenguhan dan gesekan itu membuat Duke Cristin tidak tahan. Tadi siang, ia sudah menggempur tiga ronde, rasanya belum terpuaskan.Matanya menatap ke arah Viola yan
Sedangkan di lantai bawah, Duchess Lilliana berjalan mondar-mandir dengan wajah panik, perasaannya takut, perasaanya bimbang, benarkah langkah ini adalah jalan yang terbaik untuk dirinya dan suaminya, benarkah semua ini permintaan hatinya.Mendengarkan Duke Cristin dan Viola berada di dalam satu kamar sampai jam makan malam, jantungnya seakan berhenti berdetak. Seandainya mereka melakukannya, haruskah ia senang atau sedih."Nyonya," seru sang pelayan. Dia pusing melihat majikannya berjalan mondar-mandir di depannya. Ia paham apa yang di khawatirkan, tapi Viola juga berhak. Ia merasa kasihan pada Viola, sekian lama gadis itu tidak mendapatkan haknya."Kemana mereka?" Tanya Duchess Lilliana seraya melihat ke arah tangga, sejak sore tadi ia sudah menunggu keduanya sampai ia merasa bosan dan kembali ke kediaman utama. Karena sudah jam makan malam, ia bermaksud ingin menjemput Duke Cristin sekaligus mengajak Viola."Pelaya
Duchess Lilliana yang mendengarkan teriakan Duke Cristin, membuatnya langsung berdiri dan memeriksa kaki Duke Cristin yang di pegang."Sebaiknya kita panggil Dokter saja.""Aku tidak apa-apa," sahutnya tersenyum. "Kita lanjutkan saja, aku sudah lapar."Duchess Lilliana kembali duduk, Duke Cristin memulai memakan makan malamnya."O iya mulai malam ini aku akan tidur di paviliun, setelah satu minggu aku akan tidur di kediaman utama."UhukUhukViola langsung meraih segelas air di depannya, ia meneguk air itu setengahnya saja.Duke Cristin beranjak, dia menepuk punggung Viola dengan pelan. "Vio sayang, kamu tidak apa-apa?" Tanya Duke Cristin. Dia meraih segelas air di hadapannya. "Kamu kalau makan hati-hati."NyesHatinya langsung tergores, mengeluarkan darah dan perih. Pemandangan di depannya membuatnya tak mampu berkata-kata. Duke
EmmmmzViola menggeliat, dadanya terasa geli. Seketika mata itu terbuka, matanya melirik ke bawah, melototi sesuatu di sana. "Duke!"Laki-laki yang menghisap benda kenyal itu langsung menghentikannya, lalu mengangkat wajahnya. "Emm, Vio." Duke Cristin menjauh, ia membuang muka. Malu, itu lah yang ia rasakan. Ia memejamkan matanya, sudah pasti dia habis kali ini.Viola membereskan gaunnya yang terbuka, ia malu, tubuhnya selalu saja di jajah oleh Duke Cristin, tapi sebetulnya dia juga mau. Argh! Hidupnya serba salah. Setiap manusia pasti memiliki nafsu."Sudahlah, aku mau tidur.""Vio, itu," Duke Cristin menggenggam kedua tangannya. "Aku minta maaf, sebenarnya aku menginginkan itu.."PlakTanpa sadar Viola memukul kepala Duke Cristin, hingga sang empu mengerang. "Vio," ringisnya sembari mengusap kepalanya yang tak sakit."Sakit, Vio."
Viola membuka kedua matanya, lalu merenggangkan kedua otot tangannya itu. Ia beranjak duduk dan menoleh ke arah jendela. Matanya tertuju pada seseorang di sampingnya. Kosong, ia yakin Duke Cristin sudah pergi menemui Duchess."Ck, cinta mati."Viola melangkah ke arah balkom, merenggangkan kedua tangannya, merasakan semilir angin pagi yang masih dingin di iringi sebulir salju yang turun."Musim dingin, aku merindukan kehidupan ku sebelumnya. Di sini aku tidak bisa apa-apa? Tidak bisa bebas, ini dan itu, menjadi nona bangsawan atau menikah dengan bangsawan tidak mengenakkan. Kenapa aku tidak pergi berlibur saja!"Viola berdecak, sepertinya idenya tidak buruk. "Aku akan membicarakannya dengan Milea, dia pasti setuju kan.""Nona," sapa seseorang dari arah belakang. "Nona sudah bangun, o iya, air hangatnya sudah siap." Viola menatap Milea, ia pun langsung menuju kamar mandinya.Tiga pelayan itu pun membantu Viola membersihkan tubuhnya, memberikan
"Oh, my gogok. Dia ada di sini." Viola memutar bola matanya, ia malas melihat orang yang kini berada di ambang pintu. Berjalan dengan sikap arogantnya itu.Kedua pelayan itu menaruh camilan di atas meja di depan Viola. Setelah menaruhnya, Milea dan pelayan lainnya pun pergi menyisakan kedua orang di ruangan perapian itu.Duke Cristin duduk tepat di hadapan Viola, entahlah, dia merasa Viola sangat sulit membukakan hati untuknya. "Vio, kamu suka sup dan teh, serta buburnya. Maaf jika rasanya kurang pas untuk mu," ujar Duke Cristin dengan nada selembut mungkin. Seumur hidupnya, ia tidak pernah membuatkan sup pada siapa pun, termasuk Duchess Lilliana. Jika pun sakit, tugasnya hanya menemaninya sana dan memanjaknnya."Tidak buruk." Viola memakan sup sayur itu. Rasanya memang pas di mulutnya.Duke Cristin tersenyum, tangannya mengelus kepala Viola yang sedang memakan sup sayur buatannya. "Aku tidak tahu caranya
AhhEmmmOh shit.Ia tidak bisa membohongi tubuhnya sendiri, tubuhnya meminta lebih dan lebih. Viola memandang kedua manik Duke Cristin, dadanya naik turun menahan gejolak yang semakin memanas.Tangan Duke Cristin tak henti-hentinya, meremas bokongnya dan meremas salah satu dadanya, hingga tangan Duke Cristin di balik gaunnya."Ini yang di namakan patner Duke, sebatas patner saja, tidak lebih!"Viola tersenyum miring, ia meraba tangan Duke Cristin di balik gaunnya yang masih meremas salah satu benda kenyal itu.Viola mengusap kedua dada Duke Cristin, tangannya merasakan detak jantungnya yang berlomba. Kedua tangan itu pun turun ke resletingnya, menariknya ke bawah, tangan nakalnya mulai berkerja dan meremas.AhDuke Cristin melongo, ia menatap ke bawah. Melihat tangan Viola, dan menegelusnya, lalu meremasnya.AhTubuhnya semakin panas, tangan Viola seperti mengalirkan aliran listrik. Keringat semakin
Duke Cristin langsung menarik lengan Viola, hingga dia kembali duduk di atas pangkuannya, ia tidak peduli, Viola mau mengatakan apapun, yang jelas ia merasa nyaman dan tenang, i butuh Viola, ia butuh Viola menenangkan pikiran, hati dan kehangatannya."Duke, lepaskan. Aku lelah dan tidak ingin bermain dengan mu."Duke Cristin tak peduli, sedangkan Viola merasakan di bawah sana sangat pas. Tanpa ia sadari tadi, kedua pahanya menghimpit pedang panjang Duke Cristin, namun pedang itu terasa lemah. Mungkin karena sudah mencapai kenikmatannya.Duke Cristin menggendong tubuh Viola, membaringkan tubuhnya di sofa merah, hanya cukup menampung satu orang. Tanpa permisi, Duke Cristin kembali menidih tubuh Viola dan membenamkan kepalanya ke ceruk leher Viola."Biarkan seperti ini, Vio. Aku lelah, aku ingin beristirahat saja.""Ya, tapi jangan seperti ini. Tubuh mu berat Cristin, sebaiknya kamu mengurangi makan mu," ujar Viola tanpa abal-abal Duke, ia langsung me