Danilla merasa sangat lapar. Padahal dia itu selalu malas makan. Ia merasakan nafsu makannya sangat bertambah.
“La, hati-hati kamu makin subur!”
“Ah, bodoh amat!”
“Kalau kamu gendut kayak raksasa gimana?”
“Nggak mungkin, Ren,” tepis Danilla. “Aku nggak bakalan gendut.”
“Lihat kamu itu kok aneh banget. Masa makan kayak orang kesurupan saja.”
“Emang kamu nggak begah sama perutmu?”
“Enggak, Ren. Ini masih ada ruang kosong.”
“Sumpah gila. Masa habis sembuh dari asam lambung kamu makin doyan makan.”
“Mungkin, ini efek dari obat yang aku minum.’
“Iya, sih. Bisa jadi.”
Ponsel Karen pun berdering, ia melihat sebuah layar panggilan dari nomer yang asing.
“Kenapa, Ren?”
“Nggak tahu ini. Aku juga nggak tahu nomer siapa,” Karen mengangkat kedua bahunya.
“Aku mau angkat dulu ya?”
“Terserah kamu, Ren. Itu hak kamu. Kalau aku sih bodoh amat!”
Karen sudah hafal dengan sahabatnya.
“Ren, aku mau ke supermarket. kamu mau nitip apa enggak?”
“Nitip cemilan aja dech.”
“Okey, aku akan beliin kamu. Tapi, bagi duit dulu donk.”
“Hadeh! Kamu udah berubah profesi menjadi tukang palak!”
“Duitku udah abis!” kekeh Danilla.
“Ish, awas kalau kamu nggak bayar.”
“Yaelah sama temen perhitungan amat! Dosa tahu!”
“Bodoh amat! Mangkannya kerja!”
“Ya, nanti, kalau aku udah bosen buat marathon drama korea,” cengir Danilla.
“Astaga!” Karen hanya mampu mengelus dadanya, ia tidak bisa berkata-kata apapun. Karena percuma saja tidak akan didengar oleh Danilla yang kepala batu.
*
Sore ini langit begitu cerah, perempuan cantik itu jalan-jalan ke sebuah supermarket terdekat. Ia pun tersenyum terhadap dunia. Namun, sebuah aroma tidak asing menyelinap ke dalam kedua rongga hidungnya.
“Kayak baunya…. ” pikir Danilla mengendus bau parfum yang familiar sekali. “Ah bodoh amatlah, mungkin ini hanyalah sebatas halu saja,” tepisnya.
Danilla pun melanjutkan perjalanannya. Ia pun menatap dunia yang pernah tenggelam atas ketidak adilan.
Sebuah tangan mencengkeram erat pergelangan tangannya. Sepasang mata saling bertemu, sebuah tatapan dalam lima detik begitu menghipnotis. Bibir serasa bungkam seketika.
“Pak Kiano,” Danilla mengucap begitu lirih. Saling menatap dalam jarak beberapa centimeter.
“Ikutlah denganku,” bisik Kiano ke telinga kanan Danilla.
“Enggak!” tolak Danilla, lalu berlari pergi menjauh dari sosok mantan bosnya. Ia pun bersembunyi di sebuah tempat dekat pembuangan sampai. Ia membungkam mulutnya sendiri agar tidak menimbulkan suara. “Kenapa Pak Kiano mencariku? Apa aku melakukan kesalahan setelah keluar dengan dadakan di kantornya?” pikirnya.
“Danilla?”
“Sstttt!” Sebuah kode keras yang Danilla tunjukkan, ia tidak ingin kalau keberadaannya diketahui oleh Kiano.
Pria yang sudah tidak asing di kedua mata Danilla itu bertemu kembali.
“Mas Akbar, pergilah!” Danilla mengucap dengan berbisik.
“Ayo ikut aku sekarang!” Akbar pun mengenggam tangan Danilla untuk segera berlari. Napas Danilla terasa sangat ngos-ngosan.
“Mas, aku nggak sanggup,” kata Danilla.
Akbar pun jongkok. Lalu meminta Danilla naik ke pundaknya. Ia akan mengendong Danilla.
“Ke mana? Tapi, amankan?” bisik Danilla.
Akbar pemilik nama pria itu. Dulu mereka pernah bersama, tapi sebuah takdir tidak pernah adil untuk dia.
“Aman, La.”
Akbar pun memanggil Danilla dengan sebutan Lala.
Danilla menghela napas beratnya.
“Baiklah, aku percaya kamu,” Danilla pun mengiyakan. “Kenapa kamu datang di saat hati ini merindukan kisah-kisah yang dulu pernah kita ukir? Bagaimana bisa aku melupakan jejak kenangan manis?” batin Danilla.
Sebuah tangan Danilla raih. Hingga senyuman yang telah lama punah. Kini mulai bisa ia tunjukkan kembali.
“Cinta itu kamu, Mas Akbar.” Danilla mengucap dalam hati kecilnya.
Danilla pun terdiam dalam langit sore.
“DANILLA ANATASYA!” seringai seorang pria dengan nada berat nan angkuh. Langkah kedua kaki mereka terhenti seketika. Lalu, Danilla pun menoleh seketika.
“Astaga, kenapa manusia planet itu muncul kembali?” gumam Danilla.
“La, apa lu kenal pria itu?”
Danilla pun terdiam seketika.
“La?”
“Dia adalah calon istriku!” teriakan lantang Kiano.
“WHATTT?” Danilla terkejut mendengar pernyataan Kiano.
“La, apa dia benar tunangan kamu?”
“Bukan!” Danilla mengelengkan kepalanya, ia merasa kalau bosnya mulai tidak waras. “Kenapa dia pakai ngaku-ngaku kalau aku calon istrinya?” pikir Danilla.
“Yakin?” tanya kembali Akbar dengan menangkupkan kedua telapak tangan di kedua pipi chubby Danilla.
“Iya. Dia cuman pria frustasi yang ngaku-ngaku, Mas. Dia cuman mantan bos aku dulu,” jawab Danilla dengan memutar kedua bola matanya dengan malas. Ia masih merasa kesal dengan peristiwa tiga bulan lalu yang cukup memberinya luka. Hingga keputusan mengundurkan diri.
Kiano pun melangkah maju, lalu ia pun mengambil ahli Danilla dengan mengendong ala karung beras.
“Turunin aku! Bego!” teriak lanta Danilla dengan pemberontakan kecil. Ia memukul-mukul punggung belakang Kiano.
“Lepasin dia,” perintah Akbar.
“Mana mungkin saya ngelepasin dia, karena dia hanya milik saya!” seringai Kiano.
“Mas Akbar, tolongin aku!” pinta Danilla dengan memberontak kecil sambil memukul-mukul Kiano. Ia merasa bosnya mulai kehilangan akal sehat.
“Dia milik hanya milik saya! Anda nggak usah ikut campur urusan saya!” sentak Kiano dengan meninggikan nadanya dengan menunjuk ke arah Akbar.
Akbar pun ingin merebut Danilla, namun sayangnya orang-orang bayaran Kiano pun datang. Ia pun terhalang oleh mereka. Tubuhnya babak belur karena orang-orang bayaran pria itu.
“Kiano jangan sakitin Akbar!” pinta Danilla dengan terisak tangis. Ia merasa tidak tega bila pria yang dicintai harus babak belur. Meskipun, Akbar pernah membuatnya terluka kala itu.
“Baiklah, saya akan lepasin dia. Asal kamu mau turutin apa kata saya,” ujar Kiano.
“Baiklah, saya akan menuruti apa mau bapak, tapi bapak harus turunin saya!” titah Danilla dengan nada berat. Ia merasa aneh dengan sikap bosnya yang mendadak ngaku-ngaku menjadi tunangan dia. Padahal ia tidak pernah memiliki hubungan di luar bos dan karyawan saja.
“Saya tidak akan menurunkan kamu,” sikap keras kepala Kiano.
Danilla pun berteriak-teriak. Tapi, tidak ada satu pun yang menghiraukannya. Ia makin merasa sangat kesal sekali. Hingga ia memaki-maki Kiano tiada hentinya. Pemberontakkan itu masih dia lakukan.
“CUKUP!”
Danilla masih saja melakukan pemberontakkan. Dia merasa sangat tidak tega melihat pria yang dia cintai harus terluka. Padahal ia berharap meminta penjelasan tentang kemarin.
Kiano pun mengendong Danilla hingga menuju ke mobil mewahnya. Ia pun hanya tersenyum kecil. Ia hanya ingin janin dalam kandungan perempuan itu, meskipun Danilla tidak tahu apa yang diinginkan Kiano.
“Ada apa dengan Pak Kiano? Kenapa dia bersikap seperti ini?!” pikir Danilla saat di dalam mobil ferarri milik Kiano. Ia merasa sedikit aneh dengan sikapnya. “Dasar pria aneh!” umpatnya.
--
Karen pun cemas dan khawatir, karena sudah hampir tiga jam Danilla belum juga datang. Ia takut kalau sahabatnya terjadi sesuatu di jalan. Apalagi dia tidak membawa ponselnya.
“La, kamu di mana sekarang?” Karen pun mondar-mandir tidak jelas. Ia pun tidak bisa berkata-kata. Meskipun, Danilla suka menyebalkan, tapi dia sangat menyayanginya layaknya saudara kandungnya.
Danilla memang memiliki sikap keras kepala dan kadang suka kekanak-kanakan membuat Karen terus mengomel sepanjang masa. Rasa cemas dan khawatir Karen begitu besar.
Sebuah ketukan pintu kamar kos Karen, lalu ia membuka pintu.
Karen pun terkejut, ia mendapati seorang pria bertubuh besar layaknya body guard.
“Selamat malam nona Karen.”
“Iya, ada apa?”
“Saya ingin mengambil semua barang-barang nona Danilla.”
“Untuk apa? Di mana Danilla teman saya?”
“Danilla sedang bersama tuan saya. Dia aman di sana.”
“Kenapa teman saya bisa ikut tuan anda?”
“Saya hanya menjalankan tugas.”
“Heh!”
Pria bertubuh besar itu langsung menerobos masuk ke dalam kos’an Karen. Ia pun tidak ingin banyak bicara sama sekali. Lalu, mengemasi semua barang-barang milik Danilla dalam koper.
Karen tidak bisa menghalangi pria itu. Ia kalah besar dan tinggi. Pertanyaannya tidak dijawab oleh pria itu.
*
Bagaimana nasib Danilla? Next episode temukan jawabannya.
Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du