Share

4. Danau

Author: Appachan
last update Last Updated: 2025-05-26 15:14:47

Flashback On

Di tepian danau taman kota, Azena duduk bersama kedua orangtuanya, suasana hangat penuh canda tawa mengisi udara sore itu.

“Sebentar lagi kamu lulus SMA, kamu mau minta hadiah apa dari Ayah dan Ibu, sayang?” tanya William Hailey, ayah Azena, dengan senyum penuh kasih.

Azena berpikir sejenak, jarinya mengetuk lembut dagunya. “Apa ya...?”

“Terserah Ayah dan Ibu saja. Zena suka semua yang Ayah dan Ibu berikan,” jawabnya sambil tersenyum manis kepada kedua orangtuanya.

Kedua orangtuanya membalas dengan senyum hangat, penuh kasih sayang. “Baiklah, Ayah dan Ibu akan berikan hadiah istimewa untukmu, sayang.”

“Benar, Bu?” tanya Azena pada Aria Elizabeth, sang ibu, yang masih tersenyum lembut.

“Iya, apapun untuk putri kecil ibu,” sahut Aria dengan mata berbinar.

“Terima kasih, Ayah, Ibu. Zena sayang kalian,” ucap Azena dengan suara lembut, lalu memeluk kedua orangtuanya erat. Mereka pun membalas pelukan itu dengan penuh kehangatan.

Orang-orang yang lewat di sekitar danau itu tersenyum melihat keharmonisan keluarga kecil itu, namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama.

Dalam perjalanan pulang, mobil yang ditumpangi Azena dan keluarganya kehilangan kendali. Saat berpapasan dengan sebuah truk di jalur berlawanan, ayah Azena membanting setir ke kiri demi menghindari tabrakan. Namun, bukannya selamat, mobil itu menabrak pembatas jalan, berguling-guling beberapa meter sebelum akhirnya terbalik.

Azena yang duduk di belakang melihat dengan jelas bagaimana ayahnya berusaha menghindar, dan bagaimana mobil mereka terguling. Ia juga menyaksikan kedua orangtuanya terluka parah. Meski tubuhnya sendiri terluka, Azena hanya bisa meraih udara karena terikat sabuk pengaman.

“Ayah... Ibu...” suara lirihnya pecah dalam tangis, matanya berlinang air.

Tak lama kemudian, kelopak matanya tertutup rapat.

Flashback Off

Azena mengusap kasar air matanya, kenangan pahit enam tahun lalu itu masih terus menghantui pikirannya. Malam-malamnya sering diganggu mimpi buruk tentang kecelakaan itu.

Ia menatap langit malam yang kini mulai bertabur bintang dan diterangi rembulan.

“Ayah, Ibu, maafkan Zena…”

“Zena lelah. Ternyata menekuni pekerjaan seperti Ayah sangat melelahkan ya. Dulu Zena ingin sekali jadi dokter seperti Ibu, tapi sekarang malah jadi seperti Ayah.”

“Ayah, Ibu, jangan khawatir. Zena baik-baik saja. Kakek selalu menjaga, dan Zena terus berlatih agar bisa jadi sehebat Ayah. Zena sangat merindukan kalian berdua.”

“Maafkan Zena, Ayah, Ibu. Zena harus pulang sekarang. Kakek pasti marah kalau Zena terlambat.”

Setelah mengeluarkan segala perasaannya, Azena bangkit dan berjalan pulang ke mobilnya.

Setelah perjalanan hampir satu jam, Azena tiba di mansion keluarga Hailey. Gerbang terbuka lebar saat mobil Lexus LS500 merah miliknya meluncur masuk ke halaman mansion. Suasana tenang, hanya beberapa bodyguard yang berjaga.

Azena turun dan melangkah masuk. Di dalam, beberapa orang tengah berbincang dengan sang kakek.

“Kamu sudah pulang, Ze?” tanya Jeremy Hailey, sang kakek, menyambut cucunya.

“Ya, Kek. Zena masuk dulu,” jawab Azena sambil melirik ke arah beberapa orang yang kini memandangnya.

“Tunggu sebentar, duduk sini dulu. Kakek ingin bicara,” ucap Jeremy sambil menepuk sofa di sampingnya.

Azena berjalan mendekat dan duduk di samping sang kakek, berhadapan dengan tiga pria seumuran dirinya.

“Kenalkan, mereka mata-mata kepercayaan kakek. Di sebelah kiri Liam, di tengah Komandan Aiden, Tactical Instructor yang mengajari taktik dan strategi, dan di kanan Ethan.”

“Mereka memantau wilayah barat. Di sana ada camp pelatihan militer milik kakek, dan menurut mereka ada beberapa kejanggalan,” jelas Jeremy.

Azena menyimak dengan serius, sementara ketiga pria itu menatap lurus tanpa ekspresi.

“Jadi, intinya, Kek?”

Azena menyudahi dengan singkat. Jeremy tersenyum bangga melihat kepintaran cucunya.

“Kakek ingin kamu ikut mereka, menyelidiki wilayah barat.”

“Kakek yakin kamu bisa menyelesaikan tugas ini. Kalian akan jadi tim. Pastikan wilayah itu aman.”

Ketiga pria itu mengangguk mantap.

“Siap, Jenderal,” ucap Komandan Aiden tegas.

Azena menarik napas dalam-dalam, lelah mulai terasa menyelimuti tubuhnya. Kapan terakhir kali ia punya waktu untuk istirahat? Namun, menolak bukan pilihan.

“Aku akan berangkat besok, setelah urusan di departemen selesai. Kita bertemu di camp militer,” tegas Azena.

“Baik, Nona. Kami menunggu,” balas Komandan Aiden.

Azena menatap sang kakek, yang duduk dengan tenang tapi penuh kewibawaan.

“Ada yang ingin kakek sampaikan lagi?”

Jeremy menggeleng. “Tidak. Kamu boleh istirahat.”

Azena mengangguk pelan. “Baik, Azena pamit.”

Mereka kembali sibuk membahas urusan lain. Azena melangkah naik ke kamar di lantai dua.

Sesampainya di kamar, ia membersihkan diri. Badannya terasa lengket setelah seharian beraktivitas. Ia sangat membutuhkan air hangat untuk melepas lelah.

Setelah mandi, Azena duduk di depan meja rias sambil menggosok rambut basahnya.

Tiba-tiba, ponselnya berdering.

“Siapa yang menelepon malam-malam begini?” gumam Azena, mengambil ponselnya dari nakas.

“Julian?”

“Mau apa dia?”

Ia mengangkat panggilan. “Halo?”

“Oh, hai, adikku sayang,” suara ceria Julian menyapa.

Julian Draxler Hailey, sepupu Azena, anak dari Anthony Jacob Hailey dan Victoria Marley. Anthony adalah anak sulung Jeremy Hailey, sementara William—ayah Azena—adalah anak kedua. Anthony adalah CEO HA Company, sedangkan Victoria adalah desainer busana ternama. Julian sendiri adalah dokter di rumah sakit besar tempat ibunya dulu bekerja.

“Ada apa, Lian?”

“Aku bosan. Gimana kalau malam ini kita keluar?”

Azena menatap jam dinding. “Sepuluh malam? Apa kamu gila? Kamu ngajak gadis hampir tengah malam keluar? Dasar tidak waras!”

“Itu belum tengah malam, Ze. Ayolah, aku bosan sekali.”

“Julian, aku harus istirahat. Aku tidak bisa.”

“Ayolah, sebentar saja.”

Azena mendengus kesal. “Tidak bisa.”

“Tapi Ze—”

Panggilan terputus tiba-tiba. Azena sengaja memutusnya, tidak peduli jika Julian mengumpat. Ia ingin malam ini tenang, tanpa gangguan.

Ponselnya berdering lagi, nama Julian tertera. Dengan cepat ia menolak dan mematikan ponselnya.

Azena merebahkan tubuh di ranjang dan menutup mata perlahan, menyerah pada alam mimpi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Secret Agent Or Teacher   35. Black Swan

    Jonathan mengambil tablet dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. "Begini, sesuai dengan perintah mu, kami menemukan pola anomali di transaksi keuangan mereka, mirip dengan kasus tahun lalu, tapi kali ini mereka lebih licin dalam menyamarkan jejak." Ia menggeser tablet agar Azena bisa melihat grafik dan angka-angka yang ditampilkan. "Andreas juga sudah menyelidiki sesuatu di pelabuhan kemarin, tapi kami belum tahu hasilnya. Dia mungkin langsung melapor padamu, Ze."Azena mencondongkan tubuhnya, matanya menelusuri data di tablet dengan seksama. "Pola yang sama, tapi lebih tersamar? Itu menarik." Ia terdiam sejenak, memproses informasi. "Andreas sudah melaporkannya padaku. Dan hasilnya nihil. Mereka tidak mendapatkan apa-apa."Evangeline menatap Azena dengan raut bingung. "Nihil bagaimana maksudmu?"Azena mengangkat kepalanya, tatapannya beralih dari tablet ke kedua rekannya. "Mereka sudah memantau pelabuhan selama empat jam lebih tapi tidak ada pergerakan apapun. Harusnya di tempa

  • Secret Agent Or Teacher   34. Bertemu

    Keramaian kafe tidak membuat Jonathan dan Evangeline terusik, mereka masih santai menikmati pesanannya. Waktu siang di kafe the Haven cukup ramai, disamping ini jam-jam orang tengah beristirahat dari pekerjaan mereka, kafe ini juga cukup terkenal. Tak hanya kalangan para pekerja saja yang mampir disini, tapi para pelajar pun selalu ke kafe ini.Jonathan meraih ponselnya dan membuka daftar kontak. "Mungkin aku bisa mencoba menghubunginya lagi. Siapa tahu kali ini berhasil."Evangeline mengangguk penuh harap. "Cobalah, Jo. Katakan padanya kami khawatir."Sementara itu, jauh dari hiruk pikuk kafe, di sebuah mansion mewah milik Hailey, Azena sedang serius dengan data-data yang terpampang jelas dalam sapuan matanya. Layar laptop di hadapannya menampilkan berbagai dokumen dan catatan sekolah yang akan dia selidiki. Ia sedang fokus mencari kejanggalan dari denah sekolah maupun para staf di sekolah itu. Rambut panjangnya terikat asal, dan kacamata bertengger di hidungnya, menambah kesan seriu

  • Secret Agent Or Teacher   33. Merindukan Sang Ketua

    Suara dentingan sendok beradu dengan cangkir kopi berbaur dengan obrolan pelan dari meja-meja lain. Evangeline mengaduk teh lemon nya, sementara Jonathan menyeruput latte-nya, tatapannya menyapu jendela kafe yang menampilkan hiruk pikuk jalanan di siang hari. Mereka duduk di sudut kafe "The Haven" yang nyaman, jauh dari keramaian, seolah dunia di luar sana bisa menunggu."Jadi, laporan intelijen terbaru menunjukkan pergerakan mencurigakan di sektor timur, Jonathan," ujar Evangeline pelan namun santai. "Indikasinya mengarah pada sindikat 'Black Swan' lagi. Mereka jauh lebih terorganisir dari perkiraan kita."Jonathan mengangguk. "Ya, aku sudah melihatnya. Analisis data kita menemukan pola anomali di transaksi keuangan mereka. Modus operandinya mirip kasus yang kita tangani tahun lalu, tapi kali ini mereka lebih lihai menyamarkan jejak." Ia meletakkan cangkirnya. "Bagaimana menurutmu, Angel? Apa ada kemungkinan ini hanya pengalihan?"Evangeline menyandarkan punggungnya ke kursi, jemarin

  • Secret Agent Or Teacher   32. Misi Baru

    Suasana pagi di halaman utama mansion Hailey begitu tenang, hanya diselingi desir angin dan suara anak panah menghantam target. Azena fokus menarik busur, matanya menajam, lalu melepaskan anak panah dengan presisi. Panah menancap tepat di tengah sasaran. Dua pengawal berbadan tegap berdiri tak jauh darinya, mengawasi dengan seksama."Bagus sekali, Nona Azena," puji salah satu pengawal.Azena hanya mengangguk tipis, tanpa mengalihkan pandangannya dari target. Ia kembali menarik anak panah berikutnya, namun gerakan di sudut matanya membuatnya berhenti. Kakeknya, yang selama ini menjadi sosok paling penting dalam hidupnya dan juga satu-satunya yang menjaga dirinya, berjalan mendekat dengan tongkat di tangan.Azena segera menurunkan busurnya. "Kakek.""Latihanmu semakin sempurna, Azena," ujar sang Kakek dengan senyum bangga."Tapi sepertinya ada hal yang lebih penting pagi ini."Azena mengangguk, meletakkan busur dan anak panahnya. "Baik, Kek."Mereka berdua berjalan menuju sebuah gazebo

  • Secret Agent Or Teacher   31. Penyelidikan Pengkhianat

    Malam telah larut, namun kamar Azena masih terang benderang. Ia duduk di meja kerjanya, di hadapan layar tablet yang menampilkan berbagai data misi dan laporan. Namun, pikirannya tidak tertuju pada deretan angka dan kode di tablet itu. Matanya menerawang, menatap kosong ke dinding, seolah mencoba menembus pikiran yang ada dibenaknya.Pengkhianat. Kata itu terus berputar di kepalanya. Siapa pengkhianat sesungguhnya di departemen intelejen atau justru di timnya sendiri.Satu per satu wajah anggota timnya melintas di benaknya, Evangeline gadis yang ceria, ekspresif, terkadang terlalu banyak bicara, namun loyal. Jonathan pria yang tenang, cerdas, ahli teknologi, dan selalu bisa diandalkan. Jonathan adalah pilar yang kuat dalam tim. Rachel gadis yang teliti, dan seorang analis data yang brilian. Ia selalu memastikan setiap detail misi tercover. Daniel pria yang kuat, sigap, dan ahli dalam pengintaian lapangan walaupun terkadang ceroboh dan bertingkah konyol, tapi keahliannya cukup bisa di

  • Secret Agent Or Teacher   30. Hari melelahkan

    Azena segera menghubungi sopirnya, meminta mobilnya dibawa ke bengkel utama seperti yang diminta Alex. Dalam waktu singkat, terdengar deru mesin mobil Azena yang menjauh, diikuti keheningan sesaat di mansion. Azena kembali fokus pada Edward dan Alex yang masih sibuk dengan denah dan skema."Jadi, apa langkah selanjutnya?" tanya Azena, mendekati layar besar.Edward menunjuk ke beberapa titik di denah mobil. "Alex akan fokus pada penguatan struktur dan pemasangan kaca anti peluru. Sementara aku akan memprioritaskan integrasi sistem elektronik. Aku perlu memastikan semua kamera, mikrofon, dan pelacak tersembunyi dengan sempurna dan terhubung ke sistem kontrol di laptop mu.""Dan jam tangan?" Azena menatap jam tangan vintage yang tergeletak di meja Edward."Aku sudah pilih salah satu," Edward mengangkat jam tangan kulit berwarna cokelat tua. "Desainnya klasik, tidak mencolok, dan ada cukup ruang untuk menyematkan perangkat. Aku akan mulai mengerjakannya setelah ini."Alex mengangguk setuj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status