Pagi itu Kaluna berangkat ke sekolah lebih awal, dan tanpa sengaja dia lewat di dekat kelas di mana Estefan yang sedang mengajar materi jam ke nol untuk anak-anak tingkat satu. Kaluna tidak mengerti sihir apa yang telah Estefan gunakan terhadapnya, tapi bantuan yang dia berikan akhir-akhir ini membuat hatinya merasakan sesuatu yang berbeda. Ketika bel yang mengakhiri materi jam ke nol berdering, Kaluna berdiri dari duduknya dan berjalan pergi ke kelasnya sendiri. Estefan sempat melihat sekelebat bayangannya dari jauh dan mengerti bahwa Kaluna mulai menaruh perhatian kepadanya. Estefan tidak ingin hal itu terjadi, atau dia akan mengulang sejarah buruk seperti di sekolahnya yang lama saat ada seorang murid yang jatuh cinta kepadanya. Selesai menutup pelajaran jam ke nolnya, Estefan meneruskan langkah ke kantin untuk sekadar minum kopi dan cemilan. Setibanya di sana ternyata sudah ada Kaluna yang tengah memesan sesuatu di depan meja. "Kopi, Pak?" Salah seorang pegawai kantin yang suda
Kaluna termangu, tetapi dia sadar jika apa yang disampaikan Estefan sepenuhnya benar."Apa ini nasehat untuk saya?” tanya Kaluna sambil memandang ke arah Estefan yang masih mengoreksi tugas murid-muridnya. .“Tentu saja, apa lagi yang bisa diberikan seorang guru kepada muridnya selain ilmu dan nasehat?” jawab Estefan segera.“Mungkin saja ... ada hal lain yang bisa diberikan,” kata Kaluna lagi. “hanya saja Pak Guru tidak mau, atau belum mau ....”Mendadak Estefan tersenyum getir.“Kamu benar-benar murid pertama yang paling antik dalam sejarah karir saya sebagai guru,” komentarnya. “Setelah bolos, berkelahi dengan Yohan dari kelas sebelah, lalu hari ini kamu menyatakan rasa terima kasih kamu seakan saya adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kamu.”Kaluna terdiam, benarkah kelihatannya seperti itu?“Maaf,” kata Kaluna sambil berpaling dengan wajah sedikit panas. “Saya sudah terlalu banyak bicara.”“Saya tidak heran kalau kamu bukan orang yang peka, ” tukas Estefan.“Peka ...?”“Pe
Kaluna mengenakan rok selutut yang pas di kakinya serta tidak terlalu ketat. Untuk atasan dia memilih dress lengan panjang berwarna biru dengan kedua bahu terbuka.“Kamu seperti anak kecil,” komentar Ola sembari menatap Kaluna dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Besok tante akan belikan baju yang lebih beragam lagi.”“Aku kan memang masih remaja” sahut Kaluna. “Buat apa juga pakai baju yang bikin aku kelihatan tua?”“Kamu nggak ngerti fashion,” kata Ola seraya mengambil tasnya. “Kita ke butik, yuk? Tante mau beli beberapa baju yang bikin kamu bisa kelihatan anggun dan dewasa."“Apa nggak lebih baik uangnya dipakai buat keperluan rumah, Tante?” tanya Kaluna sambil menyambar tasnya juga. "Lagian baju-bajuku kan masih banyak.”Ola menarik napas, sudah beberapa kali ini dia mendengar Kaluna mendebat pendapatnya dan itu membuatnya mulai terganggu. Dia merasa harus membuat penampilan Kaluna menjadi lebih dewasa dibandingkan usia yang sebenarnya. Setidaknya hal itu membuat Kaluna lebih mena
Estefan terpaku ketika cewek itu sudah pergi menjauh, tapi pesona yang ditinggalkannya sudah telanjur merasuki alam bawah sadarnya. “Dirga, bawa cewek tadi kemari,” perintah Estefan ketika Dirga membantunya berdiri. “Apa?” Dirga mengira dirinya salah dengar. “Anda bahkan tidak kenal siapa dia ....” “Ini perintahku,” tukas Estefan sambil memegangi kepalanya. “Aku mau cewek itu sekarang juga!” “Pak Rey,” bisik Dirga resah. “Anda sedang ....” “Tangkap cewek itu sekarang!” sergah Estefan. “Apa perintahku kurang jelas?” “S-siap!” Dirga cepat-cepat berbalik untuk mengejar cewek tadi. Baru sekali inilah dia melihat reaksi Estefan yang lepas kontrol karena pengaruh minuman yang diberikan putri Wirya tadi. Beberapa jam sebelum itu .... Kaluna terpaksa meminum beberapa teguk karena Ola terus menggerecokinya. Tidak berapa lama menunggu, dua teman perempuan tantenya datang bergabung bersama mereka. “Ini keponakanku, namanya Luna.” Ola memperkenalkan Kaluna kepada dua teman yang ada di dep
"Kamu meremehkan aku ya,” bisik laki-laki itu akhirnya.“Aku memang tidak yakin.” Kaluna terkekeh. “Memangnya apa yang bisa kamu lakukan hingga aku tidak akan bisa meremehkan kamu lagi?”“Aku bisa lakukan apa saja, termasuk membuatmu mengingatku selamanya.” Dengan lembut laki-laki itu mengecup bibir tipis merah Kaluna dan bodohnya, Kaluna hanya diam saja.Laki-laki tampan itu tertawa melihat Kaluna menerima ciumannya tanpa sedikitpun berusaha menolaknya.“Ini ...” Kaluna menyentuh bibirnya sendiri dengan tangan.“Kenapa? Kamu sering melakukannya dengan teman sekolahmu?” tanya laki-laki itu dengan antusias. Perlahan Kaluna menggelengkan kepalanya.“Aku tidak pernah melakukannya,” ucap Kaluna jujur.“Benarkah? Jadi aku orang pertama yang cium kamu?” Si tampan berucap bangga. “Kamu harus banyak belajar lagi.”Kaluna mengerjabkan matanya seraya berdiri.“Maaf saja, aku tidak yakin kamu bisa kasih aku lebih banyak hal untuk aku pelajari,” katanya sambil menyibakkan rambut lurusnya.Kepercay
Kaluna hanya memandang Estefan dengan berat, sekujur tubuhnya terasa lelah dan penat sekali. Dia menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur dengan nyawa yang seakan sudah tercerai berai.Kaluna memungut tas selempangnya kemudian menyampirkannya di atas bahu. Sebelum Estefan sempat berkata apa-apa kepadanya, Kaluna berjalan perlahan tanpa ekspresi karena ingin sesegera mungkin meninggalkan kamar untuk pulahhhbbng kembali ke rumah orang tuanya."Kaluna?" panggil Estefan buru-buru sambil menahan lengannya. "Saya akan antar kamu pulang.""Tidak perlu," sahut Kaluna datar tanpa ekspresi. "Saya bisa pulang sendiri."Estefan semakin merasakan perasaan bersalah yang menjadi-jadi. Terlebih saat dia menyadari bagaimana masa depan cerah salah satu muridnya harus ternoda di tangannya sendiri. "Saya akan tetap antar kamu pulang," kata Estefan tegas. "bagaimanapun kamu adalah tanggung jawab saya."Kaluna diam saja, tapi dia segera menarik lepas tangannya karena tidak ingin berlama-lama den
Kaluna bukan tidak tahu jika Ola sedang membodohi dirinya, tapi dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa tantenya itu tidak sengaja melakukannya. “Lun, makan dulu yuk?" panggil Ola setelah berhari-hari lamanya Kaluna tidak mau keluar kamar. "Nanti kamu bisa sakit kalau nggak mau makan." Kaluna terpaksa menyahut panggilan tantenya. “Makan yang banyak,” kata Ola pura-pura memohon seraya mengusap-usap kepala Kaluna. “Tante khawatir banget sama kamu ....” “Nanti saja,” sahut Kaluna sambil duduk di meja makan. “Tante, aku mau tanya sesuatu.” “Kamu makan dulu saja.” Ola menyahut dan mengambilkan sepiring nasi putih. “Jangan memikirkan apa-apa, kamu pasti lapar berat karena dari kemarin belum makan.” Kaluna menurut saja dengan semua yang diambilkan Ola kepadanya, dia biarkan tantenya menaruh tahu tempe di atas nasi. Namun, lama-lama Kaluna merasa curiga saat Ola menaruh piring di depannya dan menunggunya untuk makan. “Tante di mana saat itu?” tanya Kaluna seraya memandang Ola, mendadak pe
Kaluna menarik napas. "Saya mau keluar dari sekolah ini," katanya tanpa berbelit-belit. Yohan bahkan sampai teralihkan fokusnya begitu mendengar ucapan yang dilontarkan Kaluna. "Kamu ... kenapa tiba-tiba mau pindah sekolah?" tanya Bu Sita dengan wajah terkejut. "Wali kelas kamu sudah tahu?" Kaluna menggelengkan kepalanya. "Pak Estefan tidak perlu tahu," ucap Kaluna datar. Bu Sita buru-buru menarik satu kursi ke arah Kaluna. "Duduk dulu, sini dekat Yohan. Ayo," suruh Bu Sita dengan nada membujuk, ekspresi wajahnya yang awalnya jengkel kini seketika sirna. "Pak Stefan kan wali kelas kamu, jadi beliau harus tahu segala hal tentang anak kelasnya." Kaluna duduk, tapi tetap itu tidak mengubah apa pun tentang keputusannya untuk pindah sekolah. "Jadi Ibu mau saya pamit langsung sama Pak Estefan?" tanya Kaluna mengambil kesimpulan. "Bukan begitu juga," geleng Bu Sita, sementara Yohan memalingkan wajahnya dengan cuek. "Maksud saya, paling tidak kamu harus konsultasikan dulu masalah kam