Share

6. Membuat Estefan Marah

Kaluna tidak dapat membantah, meskipun dia sangat ingin melakukannya. Namun, tatapan tajam Estefan seakan mengunci bibir Kaluna rapat-rapat hingga tidak dapat mengucapkan sepatah katapun untuk membantahnya.

Padahal melawan kata-kata guru adalah keahlian Kaluna selama ini.

Sebaliknya Estefan juga tahu kalau Kaluna mulai terdesak olehnya, dan itu adalah awal yang bagus untuk permulaan.

Sebagai seorang guru, mana mau Estefan dikalahkan oleh muridnya sendiri.

"Mulai kapan bimbingannya?" tanya Kaluna dengan wajah malas.

"Minggu depan," jawab Estefan tegas. "jangan lupa datang tepat waktu."

Kaluna menarik napas panjang, sementara Estefan menyuruhnya untuk kembali ke kelas.

Lama-lama menyebalkan juga guru satu itu, batin Kaluna dalam hatinya. Guru lain tanpa pikir panjang pasti akan langsung menendangnya dari sekolah dan dia akan dengan senang hati hengkang detik itu juga.

Sisa pelajaran di kelas hari itu Kaluna habiskan dengan memikirkan cara supaya Estefan mau langsung menendangnya dari SMA Oasis daripada harus mengikuti bimbingan khusus seperti ini.

"Yohan, ayo kita berantem lagi?" ajak Kaluna dengan nada seakan mengajak untuk bermain.

Yohan mengerutkan alisnya dengan heran.

"Berantem?" ulang Yohan tidak mengerti. "Buat apa? Mau bikin alasan biar kita dapat hukuman lagi kayak waktu itu?"

Kaluna menganggukkan kepalanya dengan terus terang.

"Syukur-syukur aku langsung dikeluarkan dari SMA Oasis," ujar Kaluna. "Jadi aku nggak perlu ikut pembinaan atau bimbingan macam-macam itu."

Yohan berputar dan menaruh kedua kakinya di atas bangku.

"Kalau kamu mau keluar dari sekolah ini, kamu tinggal keluar aja." Yohan berkomentar. "Ngapain harus nunggu dikeluarkan sama pihak sekolah?"

Kaluna ikut menaikkan kedua kakinya yang jenjang di belakang Yohan.

"Masalahnya kalau aku yang keluar atas keputusan sendiri, ibaratnya aku yang menyerah menghadapi peraturan sekolah." Kaluna menjelaskan lambat-lambat. "Beda cerita kalau pihak sekolah yang mengelurkan aku, itu artinya mereka yang menyerah."

Yohan mendengus.

"Memang ada rumus begitu?" komentarnya tanpa menoleh. "Kamu tinggal bikin Pak Stefan marah sama kamu, sampai dia langsung mengeluarkan kamu dari sekolah ini tanpa pikir panjang lagi."

Kaluna terdiam sambil berpikir. Tentu saja dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat keributan di sekolah, tapi herannya Estefan masih mau mengurus masalahnya meskipun dengan gaya dinginnya yang khas.

"Mungkin aku kurang nakal," gumam Kaluna sambil menganggukkan kepala, membuat Yohan memicingkan matanya karena heran.

"Kamu murid lama kan di sini?" tanya Kaluna antusias kepada Yohan. "Kamu pasti tahu sedikit tentang Pak Stefan."

Yohan tidak menyahut.

"Hal apa sih yang paling bikin dia marah sampai bisa mengeluarkan siswa dari sekolah?" tanya Kaluna ingin tahu. "Kamu pasti mengertilah."

Yohan menolehkan wajahnya dengan enggan.

"Nggak tahu juga," ucap Yohan sambil mengangkat bahunya. "Kalau kata anak-anak sih Pak Stefan itu nggak suka disepelekan ... tapi wajar kan, mana ada guru yang mau disepelekan?"

Kaluna menarik napas, dia sudah berharap kalau dia akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Yohan tapi ternyata tidak.

"Kamu nggak kenal baik sama Pak Stefan kalau begitu," komentar Kaluna dengan nada malas. "Aku tebak dia pasti nggak terlalu akrab sama murid-muridnya."

"Mana aku tahu," sahut Yohan sambil menoleh kembali ke depan. "Pak Stefan itu ke kelasku cuma buat mengajar matematika, dia bukan wali kelasku juga."

Kaluna menarik napas, dia jadi berpikir keras supaya bisa memancing kemarahan Estefan hingga membuatnya dikeluarkan dari sekolah.

***

Kaluna sedang menyantap roti panggangnya ketika Ola muncul.

"Tante, ayo sarapan!" ajak Kaluna sambil melambaikan rotinya.

"Kamu belum juga berangkat?" sahut Ola heran sambil melirik arlojinya. "Jam segini baru sarapan?"

Kaluna mengangguk dengan mulut penuh. Dia menenggak segelas susu kemudian membersihkan bibirnya dengan sehelai tisu.

"Aku berangkat, Tante!" seru Kaluna sambil melambaikan tangannya.

Meskipun jam sudah sangat mepet, tapi cewek itu tetap santai menumpang mobil pribadinya dan tidak mau repot menyuruh sopirnya untuk mengebut di jalanan.

"Santai saja, Pak. Utamakan keselamatan berkendara," ujar Kaluna dari tempat duduk belakang.

"Tapi Non ...."

"Nggak apa-apa, santai." Kaluna menyahut enteng. Mengebut juga percuma, pikirnya. Dia sudah pasti terlambat datang ke sekolah.

Benar saja, gerbang SMA Oasis sudah terkunci rapat ketika Kaluna tiba di sekolah.

Begitu sopir pribadinya berlalu pergi, Kaluna nekat memanjat pintu gerbang sekolahnya meskipun dengan susah payah.

Hop!

Kedua kaki jenjang Kaluna berhasil mendarat mulus di halaman sekolah yang sepi karena murid-murid sudah berada di kelas masing-masing. Cewek itu cepat-cepat berlari ke arah kelasnya sendiri tanpa membuang waktu lagi.

"Tunggu!"

Sebuah suara dingin menghentikan gerakan tangan Kaluna yang terjulur hendak memegang handel pintu, membuat cewek itu menoleh dan kedua matanya seketika melebar.

"Pak Estefan ...?"

Bibir Kaluna terkatup rapat saat Estefan melangkah mendekatinya dengan ekspresi sedingin es batu.

"Siapa yang kasih izin kamu untuk masuk kelas?" tanya Estefan tajam. "Kamu terlambat masuk ke sekolah ...."

"Pak Guru juga telat," sahut Kaluna sambil meringis. "Kita samaan kan? Kalau Bapak tepat waktu, pasti sudah dari tadi Pak Guru masuk kelas ...."

"Kaluna!" tegur Estefan geram.

Beberapa anak yang sudah berada di dalam kelas, tak urung berdiri dan mengintip dari celah jendela diam-diam.

"Cari mati itu si Luna ...."

"... wali kelas sendiri dilawan ...."

Estefan heran sekali dengan sikap salah satu anak kelasnya yang sudah salah tapi masih percaya diri menghadapinya.

"Kan saya cuma bilang apa adanya," Kaluna masih berani bicara. "Pak Guru datangnya barengan saya, jadi yang telat siapa? Kita berdua."

Estefan benar-benar geram dengan kelakuan Kaluna hari ini.

"Kamu tetap berdiri di luar kelas sampai pelajaran saya selesai," perintah Estefan dengan nada supertegas dan mata menyipit tajam dari balik kacamata yang dia kenakan.

Kaluna terdiam sebentar, Estefan pikir dia akan merasa sedikit menyesal karena telah meremehkan dirinya sebagai seorang pengajar, tapi ternyata ....

"Tidak apa-apa kalau itu perintah dari Pak Guru!" sahut Kaluna dengan wajah ceria. Cewek itu bergegas menjauh dari pintu kelas dan mengisyaratkan Estefan untuk masuk ke dalam.

Beberapa murid yang tadi berdiri untuk menguping seketika belingsatan kembali ke bangkunya sendiri-sendiri begitu Estefan melangkah memasuki kelas. Tampang dingin sang guru muda itu sukses membuat nyali murid manapun ciut saat melihatnya.

Sementara itu Kaluna berdiri bersandar dengan santai di tembok pembatas sambil memainkan ponselnya, seakan tidak terbebani dengan hukuman yang harus dia pikul sepagi ini.

"Buka buku materi halaman tiga puluh," perintah Estefan yang langsung dilaksanakan murid-muridnya tanpa sepatahkatapun suara. "Baca dan pahami, setelah itu kerjakan satu soal di bawahnya."

Semua anak serentak menundukkan kepalanya dan membaca dalam hati sesuai perintah guru sekaligus wali kelas mereka. Sedangkan Estefan menoleh ke luar kelas untuk memastikan jika Kaluna masih berdiri seperti yang dia perintahkan.

Bersambung -

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status