Tidak ada seorang Ibu yang bisa menahan tangisnya, jika melihat puteranya menderita. Halimah, ibu dari Adam bahkan berusaha tegar untuk menjaga puteranya tersebut.
Halimah hanya akan menangis ketika malam menyapa dan meminta kepada Allah agar segera menyembuhkan dan menyadarkan anaknya kembali seperti dahulu. Selalu ceria dan bahkan menghibur hati Halimah.
Halimah bahkan tidak berani marah pada putera satu-satunya itu, Halimah ingin melihat sendiri kalau puteranya itu bisa bangkit sendiri dengan kemauannya. Kesedihan Halimah selain dia hanya sendiri mengurusi Adam dan sudah ditinggal meninggal oleh suaminya, Adam kini mengalami nasib buruk karena Adam ditinggalkan kekasihnya, Naura.
Halimah sedikit terobati rasa sedihnya, Syarif yang merupakan sahabat baik Adam sejak kecil dan sudah dianggapnya sebagai anak juga. Syarif selalu datang dan menjenguk Adam dan selalu menyemangatinya agar segera sembuh. Meskipun belum ada respon dari Adam, tapi Halimah yakin bahwa tidak akan lama lagi Adam akan sembuh dengan kemauannya sendiri.
Mendung datang, hal itu membuat mendung pula di hati Halimah. Ibu yang harus melihat anaknya menderita adalah seorang Ibu yang akan menggantikan luka anaknya tersebut demi senyuman dari anaknya. Jika luka anaknya bisa diterima seorang Ibu akan menggantikan rasa sakit anaknya itu. Itu semua demi kebahagiaan anaknya semata.
Rintik hujan membasahi bumi. Suaranya seperti denting yang tiada habisnya, indah terasakan. Halimah masih merah matanya, dia keluar membawa nasi dan lauk seperti biasa dan mendekati kamar puteranya, Adam.
Siang itu, Adam masih berbaring dan hanya menyebut satu kata, ’Naura.’
Halimah duduk di pinggir ranjang kayu, ditatapnya wajah kusut puteranya tersebut. Sudah 6 hari sejak hari itu, Adam seolah kehilangan semangat hidupnya. Makan tak mau, tidur pun sambil membuka mata, dan lisannya hanya menyebut nama Naura.
Halimah mengelus rambut Adam, dalam hatinya lirih berujar betapa nelangsanya nasibmu Nak. Halimah meminta Adam untuk makan, namun bibir Adam tak juga membuka dan hanya mengucap lirih nama Nuara dan Naura.
Halimah pun memenyet nasi dan tempe itu begitu lembut, terus dipenyet dengan kuat. Halimah melakukan itu sambil meneteskan airmatanya, airmata ketulusan seorang ibu. Makanan yang bercampur dan lembut itu pun dipaksakan Halimah ke dalam mulut Adam, meski sulit membuka Halimah tetap memaksanya hingga ada yang masuk ke dalam mulut Adam.
Terlihat Adam menelan makanan lembut itu meski sedikit. Bertambahlah airmata Ibu Halimah sempurna menetes kembali. Anakku, Adam.
”Assalamu’alaikum,” Sebuah suara dari pintu depan. Itu suara Syarif. Halimah menjawab salam dan meminta Syarif langsung masuk saja karena pintu depan terbuka.
”Belum ada perubahan pada Adam Bu?”
Halimah pun hanya menggeleng sambil tetap memenyet makanan untuk Adam. Syarif menggeser kursi plastik dan duduk di dekat sahabatnya itu.
”Kau harus kuat Adam, teman yang selalu memberi nasehat padaku. Kini kamu harus kuat Adam, bangunlah jangan hanya karena Naura kau jadi begini?” Syarif menepuk pelan pundak sahabatnya yang masih berbaring dengan mata menatap kosong itu.
Diam, Syarif pun menggeleng dan ikut sedih.
”Aku tak bisa menemui Naura Bu, setidaknya dia harus datang untuk memberi semangat pada Adam. Besok dia menikah, aku tak diizinkan keluarganya untuk menemuinya,” Syarif menjelaskan pada Halimah soal Naura.
”Tidak apa-apa Nak Syarif, Naura pasti sibuk dengan persiapan pernikahannya. Apalah Anakku baginya,” Halimah kembali menatap puteranya yang masih tak bergeming.
”Setidaknya, dia harus melihat keadaan Adam sekarang. Dialah yang menyebabkan Adam hingga seperti ini,” Syarif masih protes.
”Sudahlah nak Syarif, mungkin inilah yang ditetapkan Allah untuk anakku. Mungkin, Allah telah mempersiapkan takdir terbaik untuknya nanti,” Halimah mengusap airmatanya. Dia juga harus paham, mereka adalah keluarga miskin, mungkin juga hukum di dunia ini salah jika seorang miskin mencintai orang terkaya di desa, yaitu keluarga pak Hasan.
Sudah enam hari lamanya, tak ada yang keluar dari bibir Adam kecuali nama Naura. Cintanya begitu dalam. Namun, Adam yang lulusan pesantren tersebut tidak pernah melupakan shalatnya, entah apa yang terjadi sehingga hal itu membuat Halimah merasa bahwa itu adalah ujian Allah. Adam setiap waktu shalat selalu bangun dari tidurnya, tertatih mengambil wudhu dan melakukan shalat. Dia juga teringat Ibunya, beberapa kali sambil menangis selalu berucap maaf pada Ibunya.
Tiga hal yang diingat dengan baik oleh Adam; Tuhannya, Ibu dan Naura.
”Naura...” suara Adam kembali lirih terdengar, hal itu membuat Ibu Halimah seperti tersayat hatinya, Syarif yang mendengar itu sekali lagi merasa terenyuh. Airmata Adam pun mengalir, ditimpali suaranya yang memanggil Naura. Menetes satu persatu.
”Sadarlah sahabatku... begitu dalam cintamu sehingga kau benar-benar tertawan olehnya. Bagaimana bisa kau...” Syarif tak meneruskan kata-katanya, airmatanya pun turut luruh. Syarif adalah sahabat baik Adam ketika di pesantren, mereka bersama menuntut ilmu.
Langit pun menjadi saksi akan apa yang akan terjadi pada setiap manusia, semua sudah tertulis, kejutan dan musibah apa yang akan menimpa manusia.
***
Hari Ahad tiba, Adam tiba-tiba bangun. Halimah bahagia, Adam biasanya bangun hanya saat shalat saja. Namun, kali ini dia bangun untuk mandi. Adam terlihat lebih kurus. Adam bangkit dan memakai baju terbaiknya serta memakai peci.
Adam tak menyahut apapun yang dikatakan Ibunya, Dia hanya memakai baju terbaiknya, mengenakan peci lusuhnya. Dia mengambil sepedanya, hendak mulai mengayuh.
”Adam, Adam... kamu mau kemana Nak?”
Adam seperti tak mendengarkan Ibunya, ”Ini hari Ahad Ibu, aku akan bertemu Naura di Danau Kenanga.”
Pecahlah tangis Ibunya, tangisan ketidakberdayaan seorang Ibu yang tak bisa memberi kebahagiaan yang utuh pada anaknya. Halimah sangat mengerti sedalam apa cinta Adam kepada Naura, seperti cintanya dahulu ketika suaminya meninggalkannya untuk selamanya pada saat dia sangat membutuhkan suaminya, saat mengandung Adam. Kesedihannya itulah mungkin yang tercerap dalam diri Adam, kesedihan yang pernah dialaminya.
Namun saat itu, Halimah harus bisa kuat dalam menghadapi ujian karena ada benih dalam kandungannya. Dia berusaha tegar, mendidik sekuat mungkin Adam. Nyatanya takdir itu berulang. Kini, Adam lebih hebat lagi cintanya. Ada apa ini ya Allah? Halimah pun tak berhenti bertanya pada Tuhannya.
Adam yang terlihat kurus hendak mengayuh sepedanya, tapi terjatuh beberapa kali. Dia masih berusaha tapi tenaganya tak cukup kuat. Dia lemah sekarang, kesedihan membuatnya tak makan sempurna.
Adam berdiri diam, Halimah pun melihatnya. Adam meletakkan sepedanya begitu saja. Dia mulai berjalan kaki, menuju danau cintanya, ” Naura... tunggu aku.”
Halimah tak bisa menahan airmatanya.
Tepat di hari itu, pernikahan Naura digelar. Naura menikah dengan Sandi Harnanto, seorang anak dari pedagang kaya di kota. Keluarga Naura juga terpandang di desa, wajah cantik Naura membuat Sandi tergila-gila.
Dan. Perjalanan setiap manusia pun digelar, garis takdir pun terukir, apa yang menunggu setiap perjalanan manusia, masih menjadi misteri.
Hari-hari berlalu. Dunia terus berjalan, mereka yang terus hidup menjalani hari-harinya. Orang yang sudah meninggal akan menghadapi ujiannya selanjutnya yaitu pertanyaan dari para Malaikat dan tentunya mendapatkan buah dari perbuatannya saat di dunia dahulu.Mereka yang sudah meninggal dan meninggalkan dunia ini, mereka tidak akan mengganggu kehidupan mereka yang masih hidup.Kehidupan terus berjalan. Dua tahun berlalu begitu saja.Diandra bersama Ibunya tengah menghadiri sebuah pernikahan yang cukup megah. Mereka melihat dua pengantin yang sudah melalui akad. Kini, mereka sedang menerima tamu.Di samping pasangan itu, ada lelaki yang sudah menjadi koki yang cukup lama melayani hotel di Mata Air Surga. Dia adalah pak Firman, hati ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi puternya, Nada Naura. Nada Naura menikah dengan lelaki yang shalih dan juga seorang pengusaha, dia bernama Rendra.Diandra kemudian mengucapkan selamat dan mendoakan Rendra dan Nada. Setiap orang akan berjalan d
Cinta yang sudah membuat Naura tak bisa lagi menentukan jalan hidupnya. Jika Adam masih memiliki cinta untuknya. Itu sudah cukup bagi Naura, seluruh hidupnya adalah penderitaan. Maka, ketika Adam sudah tak bisa bersamana. Dia hanya perlu untuk pergi dari dunia ini.Tangan Naura mulai menghilang di dalam derasnya aliran sungai. Adam mencoba berenang sekuat tenang. Beruntung dia dulu selalu berlatih berenang bersama dengan Syarif di danau. Itu mereka lakukan sejak kecil dan selalu bermain di danau.Adam terus berenang kearah Naura meskipun aliran airnya sangat deras. Adam harus bisa mencapai Naura, apapun yang terjadi. Dalam pikirannya sekarang adalah bahwa Naura harus selamat.Jemari Naura yang tersisa akhirnya hilang dalam permukaan air yang deras, Adam langsung menahan napasnya dan menyelam ke dalam air dan melihat di dalam air, Naura seperti sudah pingsan atau matanya menutup.Dalam derasnya aliran air sungai itu, air sungai yang dialirkan dari Danau Kenanga ke pemukiman desa dan pe
Perasaan seorang wanita mendekati hari pernikahan, sungguh sangat dilema. Semua hal bagaikan bunga dan rembulan, indah pada setiap apapun yang sedang dipikirkannya.Tersenyum sendiri beberapa kali, dan hampir tak bisa lagi menahan kebahagiaannya. Bingung hendak meluapkan ekspresi kebahagiaan. Ah! Semuanya akan segera berbeda jika Diandra menikah dengan seorang lelaki. Dia akan menyerahkan seluruh hidupnya pada lelaki tersebut.Bahkan, segala hal berubah. Setiap apapun yang ingin dilakukan oleh Dindra, maka dia harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan suaminya.Kadang, ada rasa ketidaksiapan dalam hal menikah, namun jika mengingat bahwa hati itu butuh seseorang untuk selalu menguatkannya ketika lemah dan sedih. Maka, menikah adalah satu-satunya jalan menemukan kebahagiaan dengan menemukan sosok yang tepat untuk saling berbagi apapun.Di semua kecemasan yang sedang dipikirkan Diandra, ada kebahagiaan yang terselip dalam hatinya. Diandra merasakan bahwa dia sudah tepat menemukan Adam.
Seorang wanita nampak menggendong bayi mungil di pinggir Danau Kenanga. Dia duduk di kursi yang kini telah terlihat indah dan diperbaiki dengan baik. Di bawah pohon jambu dia menghirup udara yang demikian sejuk. Itu adalah Naura, hari-harinya kini terasa hidup dengan melihat bayi mungil yang digendongnya.Bayi dari Sanda dan Firla. Dunai ini memang aneh, dia tak melahirkan namun dia yang merawat bayi mungil tersebut. Dunai memang segala sesuatunya penuh kejutan, tidak ada yang tahu detik berikutnya apa yang akan terjadi.Seorang wanita yang sangat muda mendekati wanita yang menggendong bayi tersebut.”Mbak Naura ya?” sapa wanita tersebut.Naura menoleh dan melihat gadis muda tersebut. Senyumnya sangat manis dan dia pun meminta izin untuk duduk di dekat Naura. Mereka meninkmati angin segara dari pinggir Danau Kenanga.”Aku sudah mendengar kisah cinta mbak Naura dan pak Adam. Kisah cinta kalian sungguh luar biasa.”Kalimat tersebut membuat Naura yang masih mendekap bayi tersebut kaget.
Adam sudah tahu apa yang terjadi dan dia sudah mendapatkan kabar soal kecelakaan maut yang menimpa Sandi dan isteri keduanya. Namun, Adam kaget karena mendapatkan kabar bahwa bayi lelaki yang bersama mereka selamat. Itu adalah sebuah keajaiban.Bayi kecil itu tak bisa tidak, membuat Adam untuk segera menggendongnya. Bayi yang tidak tahu apa-apa dan sudah kehilangan kedua ibu dan ayahnya. Adam mencoba menyunggingkan senyumannya pada bayi lelaki yang masih menangis itu. Bayi itu memahami, dia menatap Adam dengan pandangan bersinar. Dia diam dan menatap kedua mata Adam.Hingga, Naura dan ayahnya datang. Mereka melihat Adam yang menggendong bayi kecil itu dan duduk di kursi di koridor rumah sakit.”Hai... Sayang,” Naura menyentuh kulit bayi tersebut, matanya berkaca melihat bayi selucu itu harus terpisah dari kedua orangtuanya.Bayi laki – laki menggemaskan itu masih dalam dekapan Adam, Naura membungkuk dan jemarinya menyentuh pipi bayi tersebut. Tanpa terasa, airmata Naura pun jatuh perl
Hidup itu seperti sebuah air yang menempel pada daun talas, dia cukup lama hinggap di daun tersebut tanpa menembus daunnya. Dia bertahan menunggu air datang lagi dan dengan daya beratnya, air itu akan tumpah.Mereka tidak akan lama berada disana, air itu akan jatuh juga ke bumi. Seperti juga apa yang terjadi pada manusia yang tinggal di dunia ini. Semuanya akan kembali.Hakikat kehidupan, dan semua yang ada di dunia ini. Semuanya hanyalah fana, sebentar lagi, semua juga akan binasa. Seorang manusia hanya dituntut bijak dan menerima segala ketentuan yang sudah digariskan Tuhan padanya.Tangan Naura bergetar sambil tetap memegang telepon yang baru saja diangkatnya. Dia mendapatkan panggilan dari suaminya, sudah sangat lama suaminya tidak menghubunginya bahkan sudah lama suaminya itu tidak pernah menganggapnya ada.Jika mereka bertemu, seperti manusia yang bertemu dan tidak saling mengenal. Mereka seperti bukan suami isteri lagi, ketika bertemu hanya sekedar lewat. Masalah yang datang be