Home / Rumah Tangga / Sekeping Hati yang Bertahan / Bab 6: Jejak-jejak Harapan

Share

Bab 6: Jejak-jejak Harapan

Author: Le Vant
last update Last Updated: 2024-09-15 12:28:39

Hari-hari setelah pesta malam itu tampaknya berlalu dengan cepat, dan rutinitas Wulan kembali seperti biasanya. Namun, di dalam dirinya, sesuatu mulai berubah. Dia merasakan dorongan baru untuk memperbaiki keadaan yang semakin menguasai pikirannya. Selama ini, Wulan telah menahan diri dari mengungkapkan rasa sakitnya dan mencoba untuk terus tersenyum, tetapi kini, ada tekad baru dalam dirinya—sebuah keinginan untuk mengubah nasibnya.

Pagi itu, Wulan bangun lebih awal dari biasanya, memutuskan untuk memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya. Setelah menyiapkan sarapan untuk ibu mertuanya dan Ana, ia mulai mengerjakan daftar pekerjaan rumah yang sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya bekerja. Wulan merasa lebih fokus, lebih tekun, dan lebih bersemangat.

Ketika ia sedang membersihkan kamar mandi, sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya. Bagaimana jika ia mulai mencari cara untuk memperoleh penghasilan tambahan? Selama ini, ia hanya bertugas di rumah dan mengikuti perintah ibu mertuanya tanpa pernah mempertimbangkan cara lain untuk membantu keuangan keluarga. Mungkin, dengan sedikit usaha, ia bisa membuat perubahan yang signifikan dalam hidupnya.

Setelah selesai dengan pekerjaan rumah pagi itu, Wulan memutuskan untuk keluar sebentar. Ia mengunjungi sebuah kafe kecil di dekat rumah, tempat di mana ia sering merasa tenang dan dapat melarikan diri dari rutinitas sehari-hari. Di sana, ia duduk di sudut kafe dengan secangkir kopi hangat, sambil membuka laptopnya dan mencari informasi tentang peluang kerja sampingan.

Ia menemukan beberapa iklan pekerjaan yang menawarkan pekerjaan dari rumah, seperti penulisan artikel atau administrasi online. Meskipun Wulan tidak memiliki pengalaman sebelumnya, ia merasa bahwa ini bisa menjadi awal yang baik. Ia mulai menghubungi beberapa pemberi kerja dan mengirimkan lamaran, berharap mendapatkan respon positif.

Ketika Wulan kembali ke rumah, ibu mertuanya sudah menunggu di dapur, menanyakan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan hari itu. Wulan hanya menjawab dengan singkat, berusaha untuk tetap fokus pada tujuannya. Ia tidak memberitahukan rencananya kepada ibu mertuanya, karena ia tahu betapa ketatnya pengawasan ibu mertuanya terhadap setiap langkahnya.

Selama beberapa hari berikutnya, Wulan terus berusaha untuk mengatur waktunya dengan baik. Ia mengerjakan pekerjaan rumah dengan cepat, dan setelah itu, ia menghabiskan waktu di depan laptopnya untuk menyelesaikan pekerjaan sampingan yang mulai ia terima. Meskipun terkadang sangat melelahkan, Wulan merasa bahwa ia akhirnya bisa melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri.


Di luar rutinitas sehari-harinya, Wulan mulai merasa ada perubahan kecil yang positif dalam dirinya. Setiap kali ia menerima pembayaran dari pekerjaan sampingan, ia menyimpan uang tersebut di tempat yang aman, berencana untuk menggunakannya sebagai cadangan. Setiap bulan, ia bisa menambah jumlah tabungannya sedikit demi sedikit. Meski masih jauh dari cukup untuk mengubah hidupnya secara drastis, Wulan merasa bahwa langkah-langkah kecil ini bisa menjadi awal dari perubahan besar.

Ketika Dimas pulang dari pekerjaannya dan menemukan Wulan yang tampak lebih ceria, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya. "Sayang, sepertinya kamu lebih bahagia akhir-akhir ini. Ada apa?" tanya Dimas dengan nada yang penuh perhatian.

Wulan tersenyum dan menjawab, "Aku merasa lebih baik. Aku hanya mencoba untuk membuat hari-hariku lebih produktif."

Dimas mengangguk, tampak puas dengan jawabannya. Namun, Wulan merasakan ketidaknyamanan kecil di dalam hatinya. Ia tidak ingin mengungkapkan semua perasaannya kepada Dimas, terutama tentang pekerjaan sampingan yang sedang ia lakukan. Ia takut jika Dimas tahu, mungkin dia akan merasa tertekan atau bahkan tidak mendukung langkahnya.


Di tengah rutinitas yang semakin padat, Wulan juga berusaha untuk menjaga kesehatannya. Ia mulai berolahraga ringan di pagi hari, dan kadang-kadang, ia menyempatkan diri untuk membaca buku atau melakukan aktivitas yang ia nikmati. Ini adalah bagian dari usahanya untuk tetap menjaga keseimbangan hidupnya di tengah semua tekanan yang dihadapinya.

Suatu malam, ketika Wulan sedang duduk sendirian di ruang tamu, ia menerima pesan dari salah satu pemberi kerja pekerjaan sampingan. Pesan itu berisi tawaran untuk proyek yang lebih besar dengan bayaran yang lebih tinggi. Wulan merasa senang, tetapi juga cemas. Proyek ini akan membutuhkan waktu dan usaha yang lebih banyak, dan ia harus memastikan bahwa ia bisa mengatur waktunya dengan baik.

Wulan memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Ini adalah kesempatan besar untuk meningkatkan pendapatannya dan mungkin untuk membangun sesuatu yang lebih dari sekadar rutinitas sehari-hari. Dia tahu bahwa jalan yang harus ditempuh tidak akan mudah, tetapi dia merasa siap untuk menghadapi tantangan itu.


Hari-hari berlalu, dan Wulan semakin mahir dalam mengatur waktu antara pekerjaan rumah, pekerjaan sampingan, dan kehidupan sehari-harinya. Ia mulai merasakan hasil dari usahanya—tabungannya meningkat, dan ia merasa lebih percaya diri. Setiap kali ada kemajuan kecil, seperti pembayaran yang diterima atau proyek yang selesai, ia merasa semakin dekat dengan tujuannya.

Namun, Wulan masih harus menghadapi kenyataan bahwa di rumah, situasinya tidak banyak berubah. Ibu mertuanya terus memberikan perintah-perintah yang semakin menambah beban Wulan, dan Ana masih bersikap acuh tak acuh. Walaupun demikian, Wulan berusaha untuk tidak membiarkan hal-hal ini menghentikannya. Ia terus melanjutkan rencananya dengan tekad yang semakin kuat.

Di suatu pagi yang cerah, saat Wulan sedang berbelanja di pasar, ia bertemu dengan seorang wanita yang tampak akrab. Wanita tersebut adalah teman lama dari Wulan, yang kebetulan sedang berkunjung ke kota tersebut. Mereka bertukar kabar dan Wulan menceritakan sedikit tentang kehidupannya sekarang.

Wanita itu terkesan dengan keteguhan Wulan. "Wulan, kamu selalu punya kekuatan luar biasa untuk menghadapi tantangan. Aku yakin kamu akan mencapai apa yang kamu impikan."

Kata-kata itu memberikan dorongan tambahan bagi Wulan. Ia merasa ada orang yang percaya padanya, dan ini memberi semangat baru untuk terus berjuang.

Ketika Wulan kembali ke rumah, ia merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depannya. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, dan banyak hal yang harus diubah. Namun, dengan setiap langkah yang ia ambil, Wulan semakin yakin bahwa ia bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Dengan tekad yang semakin kuat dan harapan yang terus berkembang, Wulan melanjutkan perjalanannya, berharap bahwa suatu hari nanti, semua usaha dan pengorbanannya akan membuahkan hasil. Dan meskipun tantangan masih ada di depan, Wulan merasa lebih siap dari sebelumnya untuk menghadapinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 176: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Keesokan harinya, setelah merayakan keberhasilan mereka, Wulan terbangun dengan perasaan segar. Namun, saat menyiapkan sarapan, bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Ia teringat pada perlakuan dingin keluarga Dimas, yang tak kunjung hilang dari ingatannya. Bagaimana mereka selalu terlihat baik di depan Dimas, sementara di belakangnya, mereka memperlakukannya dengan sinis.Saat Dimas masuk ke dapur, Wulan berusaha menyembunyikan pikirannya. “Selamat pagi! Apa kamu siap untuk hari ini?” tanya Dimas dengan semangat.“Selamat pagi. Tentu saja, aku sudah menyiapkan rencana kerja untuk minggu ini,” jawab Wulan, berusaha menunjukkan antusiasme.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi pelatihan mereka. Wulan merasakan semangat di dalam dirinya. Namun, saat mereka melangkah keluar, matanya tertangkap oleh sosok familiar yang melintas di jalan. Itu adalah Ibu Dimas, berjalan dengan angkuh, seolah tak pernah melihat mere

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 175: Langkah Menuju Impian

    Hari-hari setelah presentasi itu menjadi lebih dinamis bagi Wulan dan Dimas. Mereka berdua semakin sering berdiskusi tentang rencana masa depan usaha pelatihan yang mereka jalankan. Wulan merasa optimis, namun di sisi lain, bayang-bayang keraguan dan ketidakpastian masih menghantui pikirannya.Suatu pagi, saat mereka duduk di meja makan, Dimas terlihat lebih bersemangat dari biasanya. “Aku mendapat kabar baik! Salah satu sponsor besar ingin bertemu dengan kita,” katanya dengan senyum lebar.Wulan menatap Dimas dengan rasa ingin tahu. “Sponsor besar? Siapa mereka?”“Perusahaan alat olahraga terkenal. Mereka tertarik untuk mendukung program kita,” Dimas menjelaskan, matanya berbinar. “Ini kesempatan bagus untuk mengembangkan usaha kita lebih jauh.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Meskipun senang dengan berita ini, ketakutan akan penolakan masih ada. “Tapi, apa mereka benar-benar tertarik pad

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 174: Menghadapi Kebenaran

    Hari-hari setelah acara presentasi itu membawa perubahan yang signifikan bagi Wulan. Keluarga Dimas, terutama ibunya, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan terhadap program pelatihan yang dijalankannya. Wulan merasa sedikit lega, tetapi di sudut hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan.Dimas mendukung penuh setiap langkah Wulan. Dia sering pulang lebih awal dari kerja untuk membantu Wulan mempersiapkan sesi pelatihan berikutnya. “Aku ingin memastikan bahwa semua orang di keluarga kita melihat betapa pentingnya ini,” kata Dimas dengan semangat.Suatu malam, setelah makan malam, Wulan dan Dimas duduk di sofa, membahas langkah selanjutnya. “Sayang, bagaimana kalau kita mengadakan sesi khusus untuk keluarga? Aku ingin mereka merasakan langsung dampak dari apa yang kita lakukan,” usul Wulan.Dimas mengangguk, “Itu ide yang bagus! Mungkin kita bisa mengundang mereka ke sesi pelatihan berikutnya dan menunjukkan bagaimana peserta be

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 173: Terjebak dalam Jaringan Harapan

    Keesokan harinya, Wulan merasa bersemangat. Dia sudah merencanakan sesi pelatihan baru yang berfokus pada keterampilan kewirausahaan. Dia ingin peserta merasakan langsung bagaimana memulai usaha mereka sendiri, bahkan dari hal-hal kecil. Saat dia memasuki ruang pelatihan, senyum lebar menghiasi wajahnya.“Selamat pagi, semuanya!” sapanya ceria, dan para peserta membalas dengan antusias. Mereka duduk melingkar, penuh harapan.“Saya ingin kita berbagi ide tentang produk apa yang bisa kita jual. Kalian semua memiliki keahlian masing-masing, dan saya percaya kita bisa menemukan peluang yang tepat!” Wulan melihat semangat di wajah-wajah mereka dan merasa energinya meningkat.Mira, yang sudah mulai menjual kue, mengangkat tangan. “Saya bisa membantu mengajarkan cara membuat kue yang enak dan mudah!” Wulan tersenyum bangga. “Itu ide yang luar biasa, Mira! Siapa lagi yang punya ide?”Satu per satu, peserta mulai ber

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 172: Ujian Pertama

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan program pelatihan yang Wulan jalankan semakin menarik perhatian. Para peserta tidak hanya datang untuk belajar, tetapi juga membawa harapan baru ke dalam hidup mereka. Wulan merasa semakin terhubung dengan mereka, berbagi tawa dan cerita, namun di balik kebahagiaan itu, keraguan dari keluarga Dimas tetap menghantuinya.Suatu pagi, Wulan menerima telepon dari Dimas. “Sayang, aku mau mengajakmu makan siang bersama keluargaku. Mereka ingin berbicara tentang program yang kau jalankan.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya, tetapi bayangan skeptisisme keluarga Dimas membuatnya cemas. “Baiklah, aku akan siap-siap,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.Saat tiba di rumah Dimas, Wulan disambut dengan senyuman hangat, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. Keluarga Dimas sudah berkumpul di meja makan. Dimas mengisyaratkan Wulan untuk dudu

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 171: Langkah Awal yang Menjanjikan

    Dengan semangat baru, Wulan mulai mengatur program pelatihan dengan lebih serius. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk merancang materi pelajaran dan mencari narasumber yang berpengalaman. Dalam benaknya, ia membayangkan para peserta akan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti pelatihan ini.Pagi itu, Wulan menerima telepon dari seorang pakar pelatihan keterampilan yang bersedia membantu. Ia segera menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan detail lebih lanjut. Setelah panggilan berakhir, Wulan merasa berenergi. Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.Ketika bertemu dengan peserta pertama program, suasana terasa hangat. Wulan melihat wajah-wajah penuh harapan. Mereka adalah ibu-ibu dari berbagai latar belakang, masing-masing membawa cerita dan impian. Dalam pertemuan itu, Wulan memperkenalkan diri dan menjelaskan visi program.“Saya percaya bahwa setiap dari kita memiliki potensi yang bisa dikembangkan,&rd

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status