Share

Chapter 3

Amanda berjalan di belakang Marko. Meski sudah mengatakan kalau Amanda berhenti dari perusahaan dan pekerjaannya sebagai sekertaris CEO Sam. Tetap saja Marko bilang, Amanda harus ikut dengannya karena Sam ingin bertemu dengannya.

Amanda sempat bingung dan terkejut, karena Marko tidak membawanya ke kantor. Melainkan ke sebuah apartemen. Tapi karena Marko bilang, jam kerja memang sudah berakhir. Maka hal itu masuk akal bagi Amanda. Amanda pun kembali mengikuti Marko. Sampai mereka berhenti di lantai 29 di depan sebuah unit yang terlihat sangat besar dan mewah.

"Bos ada di dalam. Aku hanya akan mengantarmu sampai di sini!" kata Marko yang lantas berbalik dan pergi.

Amanda menekan bel yang ada di samping pintu. Dan berdiri di depan kamera di atas bel itu. Tak lama, pintu itu terbuka secara otomatis.

Amanda masuk ke dalamnya, dan pintu itu tertutup juga secara otomatis. Amanda sempat menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah belakang. Suasananya sepi sekali, seperti tak berpenghuni.

Tapi Amanda tak punya banyak waktu, hanya dua jam lebih sedikit lagi, dia harus mendapat uang untuk operasi ibunya. Jika tidak, dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada keluarganya saat pilar utama keluarga itu akan tiada.

Saat masuk semakin dalam, barulah Amanda melihat Samuel yang tengah berdiri di depan sebuah meja seperti mini bar dan sedang menuangkan minuman di gelas yang sudah berisi beberapa es batu berbentuk bulat.

"Selamat malam pak," sapa Amanda.

Sebab seperti biasanya, dimanapun dia berada. Dia memang harus menyapa Samuel lebih dulu. Itu sudah menjadi kebiasaan dan aturan Sam.

Samuel tidak menjawab sapaan dari Amanda, tapi dia langsung meraih sebuah dokumen dari meja mini bar itu dan melemparkannya di meja di depan Amanda.

"Tanda tangani dokumen itu, maka aku pastikan ayahmu tidak akan mendapatkan hukuman mati"

Amanda terkejut bukan main. Dia tidak tahu kalau ternyata bosnya, maksudnya mantan bosnya itu tahu kalau ayahnya berada dalam masalah hukum. Terjerat sebuah kasus yang sangat serius bahkan ancaman hukuman yang kemungkinan akan di terima oleh Roy Gunawan adalah hukuman mati.

"Darimana pak Sam tahu..."

"Kamu meninggalkan ponselmu di meja kerjamu. Aku tahu dari sana. Aku juga tahu kalau ibumu harus di operasi beberapa jam lagi. Tanda tangani saja surat perjanjian itu, maka aku akan langsung transfer 1 milyar ke rekeningmu. Itu bisa membuatmu membayar operasi ibumu dan pengacara untuk ayahmu kan?" tanya Sam dengan wajah begitu datar.

Pria itu bahkan berbicara pada Amanda tanpa melihat wajah Amanda. Sam hanya fokus pada minuman yang ada di tangannya.

Amanda meraih dokumen itu dan membacanya. Semakin dia membacanya, semakin melebar pula matanya. Di sana tertulis kalau Amanda harus menikah dengan Samuel. Dan batas waktunya hanya Sam yang akan berhak memutuskannya. Artinya hanya Sam yang bisa mengakhiri pernikahan mereka itu dengan sanksi yang teramat besar kalau melanggar. Tapi Amanda sendiri tahu, Samuel sudah menikah. Istrinya pun Amanda kenal. Lantas bagaimana mungkin...

"Pak Sam sudah menikah, mana mungkin..."

"Maka jadilah istri Simpananku!" Sela pria bertubuh kekar dengan tinggi 180 cm itu di depan Amanda dengan begitu arogan.

Amanda menggenggam erat dokumen di depannya. Saat ini tidak ada yang mampu menyelamatkan ayahnya yang entah bagaimana di tuduh melenyapkan seseorang dan akan di hukum mati. Dia tidak punya uang untuk membayar pengacara. Semua harta dan yang ayahnya entah bagaimana bisa beralih pada pamannya sendiri. Dan ibunya, ibunya harus di operasi beberapa jam lagi. Amanda tidak tahu kenapa Sam membuat persyaratan seperti itu. Dia pikir bosnya itu sangat dingin, dan sangat setia pada istrinya karena memang sama sekali tidak pernah ramah pada wanita lain. Entah bagaimana malah meminta Amanda menjadi istrinya, istri simpanan lagi. Amanda benar-benar tidak bisa berpikir.

"Kamu bahkan belum lupa masalah penalti kan Amanda?" tanya Sam membuat Amanda bertambah tidak bisa berpikir sama sekali.

Amanda terdiam, dia hanya bisa terus menggenggam erat pinggiran dokumen itu. Menjadi istri simpanan, dia tidak pernah membayangkan hal itu seumur hidupnya.

"Aku hitung sampai tiga, jika kamu tidak menandatanganinya. Aku anggap kamu menolak. Satu... dua..."

"Aku tanda tangan, aku akan tanda tangan!"

Pada akhirnya Amanda tidak punya pilihan lain, dia tidak tahu alasannya. Tapi yang jelas dia harus menyelamatkan ayah dan ibunya.

Amanda meraih pulpen yang ada tak jauh dari dokumen itu dan menandatanganinya.

"Jangan lupakan beberapa poin yang ada di sana. Kamu harus selalu mematuhi apapun yang aku katakan. Sekarang pergilah, datanglah besok lagi kemari, kita akan menikah di sini. Jangan khawatir, Marko sudah pergi ke rumah sakit dan mengurus semuanya. Aku yakin ibumu sudah berada di ruang operasi saat ini!" ucap Sam yang langsung berbalik dan duduk di kursi di depan meja mini barnya.

Tanpa menoleh ke arah Amanda sekalipun. Membuat Amanda terdiam mematung di tempatnya.

Amanda tertegun, dia tidak bisa mempercayai ini. Apa jika artinya dia tidak tanda tangan pun, sebenarnya Marko sudah mengurus operasi ibunya. Atau sebenarnya, Sam sangat yakin kalau Amanda akan tanda tangan.

Butuh 2 menit bagi Amanda untuk bisa tersadar dari semua pemikirannya itu. Sampai dia berbalik dan akhirnya sampai di depan pintu.

Amanda tidak melihat ada gagang pintu di daun pintu itu. Amanda memang belum pernah ke apartemen ini. Dan tidak tahu bagaimana cara membuka pintu ini. Karena dia memang baru pertama kali melihat pintu seperti ini. Amanda melihat ada panel kode di samping pintu. Tapi dia tidak tahu kodenya.

Amanda menghela nafas panjang. Dia berbalik dan kembali ke ruang tengah tadi. Dia harus bertanya pada Samuel.

"Pak Sam, maaf. Aku tidak tahu kode pintunya, bisakah anda memberitahuku?" tanya Amanda dengan sopan seperti biasanya saat dia menjadi sekertaris Samuel.

Samuel bahkan tidak menoleh ke belakang. Pria berusia 30 tahun itu seolah tidak mendengar apa yang Amanda katakan.

"Pak Sam..."

"Kemarilah, mendekat lah kemari!" perintah Samuel.

Amanda kembali menghela nafasnya. Untung saja dia sudah dua tahun bekerja dengan pria galak dan arogan di depannya itu. Hingga dia sudah kebal dengan sikap dingin, cuek, acuh dan arogan dari Samuel.

Amanda berdiri tepat di belakang Samuel dengan jarak kira-kira satu meter. Samuel lantas berbalik dengan mudah dengan kursi bar-nya itu.

"Lebih dekat!" seru Samuel lagi.

Amanda maju satu langkah. Jarak itu sudah memungkas sekitar 30 cm jarak mereka. Tapi Samuel masih menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangannya melambaikannya memberikan isyarat agar Amanda lebih dekat lagi padanya.

Amanda kembali maju selangkah, itu artinya jarak mereka sudah kurang dari setengah meter.

Tatapan Samuel terlihat kesal. Samuel menatap Amanda beberapa saat sebelum akhirnya tangannya meraih pinggang Amanda. Membuat wanita yang tidak siap dan tidak tahu apa yang akan di lakukan Samuel padanya itu terperanjat kaget.

"Pak Sam..."

"Semua di dunia ini harus adil kan Amanda? aku sudah membayar DP-ku. Sekarang giliranmu!" ucap Samuel yang membuat jantung Amanda rasanya mau copot.

Amanda tidak pernah sedekat itu dengan pria manapun. Di bahkan tidak punya kekasih. Terakhir kali dia putus saat kuliah, dan setelah bekerja, dia tidak punya waktu. Seperti yang sudah di jelaskan di awal. Jam kerja Amanda tidak menentu. Dia selalu mengalami kegagalan dalam kencan karena tugas dadakan dari Samuel.

Amanda menelan salivanya dengan sangat susah payah. Keringat dingin sudah terasa di punggungnya.

"Ba.. bagaimana caranya.. emppttt"

Amanda baru akan bertanya pada Samuel bagaimana dia harus membayar uang muka untuk perjanjian mereka. Tapi pria tampan itu sudah lebih dulu meraup bibir merah mudanya dan menyesapnya atas bawah bergantian.

'Siall, benar-benar manis seperti dugaanku. Aku sudah menahan untuk melakukan ini sangat lama. Amanda, kamu akan menjadi milikku' batin Samuel yang terus mengeksplor apapun yang ada di mulut wanita yang ternyata sudah mengganggu malam tenangnya selama ini.

Tangan Samuel mengarah ke bagian belakang Amanda. Meremass benda padat tapi elastis yang memang punya ukuran di atas rata-rata itu. Mata Amanda terbuka lebar, dia tidak bisa menahan semua yang dia rasakan. Sampai Samuel seperti kehilangan kendali dan mulai menyesapp bagian leher Amanda.

"Aghh pak Sam jangan, orang akan melihatnya!. " Amanda berusaha menghentikan Samuel.

Meski dengan kecewa, Samuel akhirnya melepaskan Amanda.

'Siall, aku benar-benar kehilangan kendali!' batinnya kesal.

***

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status