Di sebuah klub malam ternama, di mana hanya orang-orang yang memiliki kartu akses sebagai member saja yang bisa masuk ke dalam klub tersebut. Dan untuk bisa memiliki kartu itu juga tidak mudah. Setidaknya orang-orang yang ingin menjadi member klub malam itu harus memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas seratus juga. Karena klub malam itu adalah klub malam eksklusif yang semua peralatan yang berada di dalamnya adalah peralatan-peralatan premium. Bahkan furniture yang ada di dalamnya juga furniture yang sangat mahal dan desain-desain designer ternama. Belum lagi makanan dan minuman yang tersedia di sana. Setidaknya setiap member bisa menghabiskan belasan juta untuk segelas minuman saja. Para bartender juga bukan orang-orang biasa, mereka adalah bartender dengan keahlian dan skill yang luar biasa. "Anda sudah mabuk nyonya, sebaiknya jangan pesan minuman lagi? kata Anda tidak akan bisa menyetir saat pulang nanti" kata seorang bertanya tampan yang sejak tadi melayani minuman yang
"Papa.""Revan sayang." Diana panik, anak kesayangannya demam sejak kemarin. Padahal Diana sudah membawa Revan ke rumah sakit. Tapi demamnya tak kunjung reda, bahkan Revan terus mengigau memanggil papa, papa dan papa terus. "Bawa ke rumah sakit saja, Diana!" kata Tajuddin, ayahnya Diana. "Iya Diana, bawa saja Revan ke rumah sakit. Ayo!" kata Santi, mamanya Diana. Diana menggendong Revan dan membawa anaknya itu ke rumah sakit. Padahal, Revan itu sakit karena sangat merindukan papanya, sangat rindu pada Dimas. Ikatan ayah dan anak itu sangat kuat, di tempatnya berada, Dimas juga sangat merindukan Revan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Biasanya setiap sebelum berangkat kerja, dan setelah pulang kerja, Dimas selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Revan. Tentu saja beberapa hari tidak bertemu ayahnya, Revan merasa sangat rindu. Bahkan saat Dimas ke rumah orang tua Diana untuk bertemu dengan Revan. Santi bersikeras tidak memperbolehkan Dimas bertemu dengan anaknya. Sam
Drrt!Ponsel Amanda Deviana bergetar kala rapat.Gadis itu lantas melihat sekilas ke arah ponselnya yang menunjukkan panggilan dari asisten rumah tangganya.Sayangnya, Amanda sedang berada dalam sebuah rapat penting bersama dengan bosnya.Buru-buru dirinya mematikan panggilan meskipun sangat ingin menerima panggilan telepon itu yang anehnya terus saja berlanjut.Jadi begitu rapat selesai, Amanda buru-buru mencari ponselnya lagi.Namun baru saja akan membuka notifikasi, atasannya sudah menegurnya, "Lain kali, lebih fokus. Kamu bahkan lupa melewatkan dua baris kalimat tuan Agra tadi,""Ma--maafkan saya pak. Akan saya perbaiki," kata Amanda, penuh hormat, pada Sam.Hanya saja, pria tampan itu tak meresponsnya dan langsung keluar dari ruangan rapat bersama dengan asisten pribadinya. Amanda menghela napas panjang. Sam memang seperti itu.Untungnya, gaji Amanda setimpal dengan pekerjaanya.Diputuskannya untuk merapikan dokumen yang masih ada di ruangan rapat agar dapat menyusul kedua orang
Seluruh tubuh Amanda menjadi lemas. Tatapan matanya sudah tidak fokus lagi."Sabar ya Mbak Manda. Tadi itu saya juga lihat pak Rangga ya, paman mbak Manda yang gembok pintu gerbang itu setelah bertengkar dengan mas Dimas," kata Bu Rita lagi. Amanda tak mengerti semua yang telah terjadi. Bahkan, tadi pagi sebelum dia berangkat kerja, semuanya masih baik-baik saja. "Terimakasih Bu Rita, saya akan ke rumah sakit sekarang" kata Manda yang langsung berpamitan dengan menggenggam tangan Bu Rita lalu pergi. Amanda masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu. Setelah Amanda pergi, datanglah ibu lain menghampiri Bu Rita. "Ngapain masih dikasihani sih Bu Rita? Sudah jelas kan keluarga ini tuh gak baik! Ayahnya di tangkap karena kasus pelenyapan, bahkan katanya tadi dia mengambil semua aset saudaranya sendiri. Jangan dekat dekat sama mereka Bu Rita. Nanti ketularan apes, itu si Dimas langsung ditinggalkan sama anak bininya. Bu Teresa jantungan, ngeri Bu Rita. Ja
Amanda berjalan di belakang Marko. Meski sudah mengatakan kalau Amanda berhenti dari perusahaan dan pekerjaannya sebagai sekertaris CEO Sam. Tetap saja Marko bilang, Amanda harus ikut dengannya karena Sam ingin bertemu dengannya. Amanda sempat bingung dan terkejut, karena Marko tidak membawanya ke kantor. Melainkan ke sebuah apartemen. Tapi karena Marko bilang, jam kerja memang sudah berakhir. Maka hal itu masuk akal bagi Amanda. Amanda pun kembali mengikuti Marko. Sampai mereka berhenti di lantai 29 di depan sebuah unit yang terlihat sangat besar dan mewah. "Bos ada di dalam. Aku hanya akan mengantarmu sampai di sini!" kata Marko yang lantas berbalik dan pergi. Amanda menekan bel yang ada di samping pintu. Dan berdiri di depan kamera di atas bel itu. Tak lama, pintu itu terbuka secara otomatis. Amanda masuk ke dalamnya, dan pintu itu tertutup juga secara otomatis. Amanda sempat menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah belakang. Suasananya sepi sekali, seperti tak berpenghuni.
Samuel melepaskan Amanda dengan perasaan yang cukup kecewa. Sejujurnya Samuel menginginkan lebih dari itu. Tapi dia tahu Amanda adalah orang yang memiliki prinsip, ada yang menyentuhnya saja, dia akan sangat marah dan segera menjauh dari orang itu. Pernah satu waktu ada sekarang karyawan yang mengganggunya, dia benar-benar tidak bertoleransi sedikitpun dan langsung menegur karyawan itu di depan semua orang. Hanya saja, yang Samuel tahu adalah, seseorang tidak akan perduli lagi pada prinsipnya jika menyangkut orang yang dia cintai. Amanda sangat mencintai keluarganya, dan sekarang keluarganya berada dalam kesulitan. "Pergilah, kodenya 9****6" kata Samuel yang kembali berbalik membelakangi Amanda dan meraih gelas minumannya dan meminumnya. Amanda merapikan pakaiannya, dan menurunkan roknya yang sempat terangkat karena ulah Samuel. "Baik pak, permisi." Amanda masih berusaha bersikap seperti biasa pada Samuel. Meski hatinya sedang sangat bergemuruh saat ini. Mana dia pernah menyangk
Setelah hampir empat jam menunggu di depan ruang operasi. Akhirnya lampu yang menyala di atas ruang operasi itu padam. Amanda dan Dimas, bahkan kedua asisten rumah tangga mereka segera menghampiri dokter yang keluar dari ruangan operasi tersebut dengan perasaan yang khawatir bercampur cemas. "Bagaimana ibu saya dok?" tanya Dimas yang wajahnya benar-benar terlihat lelah, sembab dan tidak segar sama sekali. Amanda juga sangat berharap dokter itu mengatakan sesuatu yang baik tentang ibunya. "Operasinya berhasil..."Amanda dan Dimas, pak Sarip juga bi Inem langsung terlihat menghela nafas lega. Amanda bahkan memejamkan matanya dan memegang dadanya karena merasa seperti salah satu beban berat di dadanya yang membuat dia tidak bisa bernafas dengan bebas itu terlepas. Meski tidak semuanya hilang, dia merasa beban itu berkurang. "Alhamdulillah" ucap syukur pak Sarip dan bi Inem. "Pasien sudah melewati masa kritis. Dan sekarang kondisinya sudah lebih baik. Akan tetapi harus tetap di temp
Amanda menatap ke arah Samuel yang mengatakan semua itu dengan begitu santai. Kenapa dia harus menikah dengan pria berdarah dingin seperti itu? Tapi kalau tidak menikah dengan Samuel, mungkin ibunya tidak akan selamat, dan sebenarnya bukan mungkin. Tapi pasti ibunya tidak akan selamat. Dan ayahnya, harus menanggung hukuman akibat kesalahan yang tidak pernah dia buat.Saat Amanda terdiam, tatapan mata Samuel yang sepertinya sudah tidak sabar menyentuh istri baru yang akan menjadi istri simpanannya, yang bahkan hanya dia, Amanda dan Marko saja yang mengetahui hal itu, begitu tajam dan terkesan seperti serigala kelaparan membuat Amanda merinding. "Aku tidak perlu mengulangnya kan Amanda?" ucapan Samuel mulai terdengar tidak sedatar tadi. Nadanya mulai meninggi. Amanda menundukkan kembali wajahnya. Dan melepaskan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya sampai benar-benar polos. Rasanya sangat malu, Amanda bahkan ingin menangis. Setelah semua pakaiannya terlepas, Amanda meletakkan tan