Samuel melepaskan Amanda dengan perasaan yang cukup kecewa. Sejujurnya Samuel menginginkan lebih dari itu. Tapi dia tahu Amanda adalah orang yang memiliki prinsip, ada yang menyentuhnya saja, dia akan sangat marah dan segera menjauh dari orang itu.
Pernah satu waktu ada sekarang karyawan yang mengganggunya, dia benar-benar tidak bertoleransi sedikitpun dan langsung menegur karyawan itu di depan semua orang.Hanya saja, yang Samuel tahu adalah, seseorang tidak akan perduli lagi pada prinsipnya jika menyangkut orang yang dia cintai. Amanda sangat mencintai keluarganya, dan sekarang keluarganya berada dalam kesulitan."Pergilah, kodenya 9****6" kata Samuel yang kembali berbalik membelakangi Amanda dan meraih gelas minumannya dan meminumnya.Amanda merapikan pakaiannya, dan menurunkan roknya yang sempat terangkat karena ulah Samuel."Baik pak, permisi."Amanda masih berusaha bersikap seperti biasa pada Samuel. Meski hatinya sedang sangat bergemuruh saat ini. Mana dia pernah menyangka kalau bosnya yang selama ini selalu bersikap dingin padanya. Bicara hanya masalah pekerjaan saja, dan kerap kali menyusahkannya. Bisa menyentuhnya seperti itu, menciumnya dengan hasrat yang tak dapat di imbangi oleh Amanda.Rasanya Amanda melihat sisi lain bosnya, yang biasanya selalu menjauhi wanita. Bahkan tak pernah bersalaman dengannya. Namun beberapa menit yang lalu, bahkan pria itu hampir memberikan tanda di lehernya yang akan membuat semua orang bertanya-tanya.Amanda bergegas meninggalkan unit apartemen itu dan berjalan dengan cepat menuju ke arah lift. Sampai di dalam lift, Amanda berjongkok dan menangis. Bukankah dia akan menjadi wanita yang paling buruk setelah ini, menjadi simpanan seorang pria beristri. Meski statusnya istri juga, tapi pasti itu tidak sah menurut negara. Dan tetap saja namanya simpanan, istri simpanan. Dia akan menjadi bayang-bayang dari wanita lain, membuatnya akan terus merasa bersalah karena sudah menjadi seseorang yang menyebabkan seorang suami membagi hati dan tubuhnya. Amanda benar-benar merasa malu dan rasanya menjadi tidak berharga sama sekali sebagai seorang wanita.Amanda berdiri dan menyeka air matanya dengan cepat. Dia bahkan meninggalkan mobilnya di kantor polisi. Karena dia ikut dengan Marko tadi. Lagipula, seperti apa yang di katakan petugas dimana dia berniat menjual mobilnya tadi. Dia bahkan tidak akan mungkin memakai mobil itu lagi. Dia bisa di tuntut oleh pihak pamannya yang sungguh kejam itu.Amanda masih memikirkan hal itu, ketika dia menghentikan sebuah taksi yang lewat dan menaiki taksi itu menuju ke rumah sakit. Di dalam mobil, dia masih memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam kehidupannya.Semuanya seperti mimpi buruk baginya, padahal sebelumnya, semua masih baik-baik saja. Sebelum dia pergi bekerja seperti biasanya, dia masih sarapan dengan ayah dan ibunya. Masih bersenda gurau dengan mereka. Tidak ada masalah sama sekali.Dan beberapa hari sebelumnya, sang paman dan keluarganya juga masih datang ke rumahnya seperti biasanya, berbincang, makan bersama, dan semua kegiatan seperti biasanya. Tidak ada yang aneh atau mencurigakan sama sekali. Tapi kenapa tiba-tiba paman dan bibi yang sangat dia sayangi, dan selalu ayahnya bantu jika mengalami kesulitan, bahkan Lusi anak paman Rangganya itu sudah di anggap anak oleh Roy sendiri. Malah menikam Roy dari belakang seperti itu.Hati Amanda saja rasanya sakit dengan apa yang telah di lakukan sang paman dan keluarganya. Dia tidak bisa bayangkan bagaimana hati sang ayah.Belum lagi pasal pelenyapan itu, Amanda tidak pernah menyangka ayahnya akan di tangkap polisi karena hal seperti itu. Amanda bersama dengan ayahnya selama 24 tahun, dia mengenal ayahnya seperti ayahnya mengenalnya. Amanda yakin, ayahnya tidak bersalah. Pasti ada yang menjebak ayahnya. Orang yang saat akan mengusir semut saya, di tiup perlahan. Bagaimana orang itu bisa melenyapkan seseorang. Itu tidak mungkin.Sampai di rumah sakit, pak Sarip sudah berada di depan rumah sakit."Nona... nyonya sudah di bawa ke ruangan operasi," pak Sarip begitu antusias dan perhatian.Bahkan ini sudah malam, tapi pak Sarip masih menunggu di rumah sakit. Setidaknya Amanda merasa, masih ada orang yang punya hati dan tulus padanya dan keluarganya. Masih ada pak Sarip dan istrinya yang membantunya dan keluarganya.Amanda dan pak Sarip langsung menuju ke ruang operasi."Kamu benar-benar menjual mobilmu?" mata Dimas tampak berkaca-kaca saat menanyakan itu pada Amanda.Amanda terdiam, dia hanya meninggalkan mobilnya di kantor polisi. Tapi memang mobilnya itu juga tidak bisa dia gunakan lagi. Karena sudah menjadi hak milik Rangga Djatmiko. Kalaupun Dimas menganggap biaya operasi ibunya dari uang penjualan mobil, maka biarlah seperti itu."Nona datang dengan taksi, tuan" jawab pak Sarip yang melihat seperti itu tadi.Dimas memeluk adiknya dengan wajah yang begitu sedih."Maafkan aku Manda, sebagai kakak tertua aku malah tidak bisa melakukan apapun. Maafkan aku"Air mata amanda tumpah lagi, dia merasakan kepedihan yang begitu besar dalam setiap kata-kata yang di ucapkan oleh Dimas.Kedua saudara itu saling memeluk, mencoba menumpahkan beban berat di hati dan pikiran mereka berdua. Beban Dimas yang bahkan merasa sangat tidak berguna, bahkan di tinggal anak istrinya. Karena sang mertua yang sangat kecewa pada Dimas dan keluarganya. Belum lagi sang istri yang memang takut untuk hidup susah.Dan beban Amanda yang tidak bisa mengatakan pada kakaknya atau bahkan pada siapapun tentang darimana dia mendapatkan semua uang untuk biaya operasi ibunya dan pengacara untuk ayahnya nanti. Dia tidak mungkin mengatakan, uang itu adalah hasil dia menjual harga dirinya kan?***To be continued..."Papa.""Revan sayang." Diana panik, anak kesayangannya demam sejak kemarin. Padahal Diana sudah membawa Revan ke rumah sakit. Tapi demamnya tak kunjung reda, bahkan Revan terus mengigau memanggil papa, papa dan papa terus. "Bawa ke rumah sakit saja, Diana!" kata Tajuddin, ayahnya Diana. "Iya Diana, bawa saja Revan ke rumah sakit. Ayo!" kata Santi, mamanya Diana. Diana menggendong Revan dan membawa anaknya itu ke rumah sakit. Padahal, Revan itu sakit karena sangat merindukan papanya, sangat rindu pada Dimas. Ikatan ayah dan anak itu sangat kuat, di tempatnya berada, Dimas juga sangat merindukan Revan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Biasanya setiap sebelum berangkat kerja, dan setelah pulang kerja, Dimas selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Revan. Tentu saja beberapa hari tidak bertemu ayahnya, Revan merasa sangat rindu. Bahkan saat Dimas ke rumah orang tua Diana untuk bertemu dengan Revan. Santi bersikeras tidak memperbolehkan Dimas bertemu dengan anaknya. Sam
Di sebuah klub malam ternama, di mana hanya orang-orang yang memiliki kartu akses sebagai member saja yang bisa masuk ke dalam klub tersebut. Dan untuk bisa memiliki kartu itu juga tidak mudah. Setidaknya orang-orang yang ingin menjadi member klub malam itu harus memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas seratus juga. Karena klub malam itu adalah klub malam eksklusif yang semua peralatan yang berada di dalamnya adalah peralatan-peralatan premium. Bahkan furniture yang ada di dalamnya juga furniture yang sangat mahal dan desain-desain designer ternama. Belum lagi makanan dan minuman yang tersedia di sana. Setidaknya setiap member bisa menghabiskan belasan juta untuk segelas minuman saja. Para bartender juga bukan orang-orang biasa, mereka adalah bartender dengan keahlian dan skill yang luar biasa. "Anda sudah mabuk nyonya, sebaiknya jangan pesan minuman lagi? kata Anda tidak akan bisa menyetir saat pulang nanti" kata seorang bertanya tampan yang sejak tadi melayani minuman yang
"Suamiku bilang dia ke luar kota? kemana dia? kota mana?" Marko mendongak ketika dia mendengar sebuah suara yang familiar di samping meja kerjanya. Marko dengan cepat berdiri ketika Regina melihat ke arahnya dengan kesal. "Aku tidak perlu bertanya hal yang sama dua kali kan, Marko?"Regina mempertajam tatapannya pada Marko. "Bos pergi ke Bali, Nyonya" jawab Marko jujur. Marko memang tidak berbohong, tapi Bali itu luas. Hotel di sana sangat banyak, resort di sana juga tidak terhitung. Jadi, meskipun Marko memang mengatakan kalau bosnya pergi ke Bali dan itu memang benar, belum tentu juga Regina bisa menemukan bosnya itu dimana. Marko saja tidak tahu, karena memang dia hanya ditugaskan untuk memberikan tiket dari Jakarta ke Bali saja. Setelah sampai di bandara, bosnya mengatakan akan mengirim pesan pada Amanda dia harus kemana. "Jangan membuatku kesal Marko. Bali itu besar, aku harus mencarinya dimana?" wajah Regina sudah menunjukkan tanda-tanda akan mengamuk sepertinya. "Aku tida
Amanda sudah tiba di hotel, yang alamatnya sudah di kirimkan oleh Samuel padanya. Amanda masuk ke dalam hotel itu dan langsung menuju ke kamar hotel dimana Samuel saat ini berada. Amanda mengetuk pintu kamar hotel itu, tak lama kemudian Samuel membuka pintu kamar itu dan menyuruh Amanda masuk ke dalam. "Bagaimana perjalanan mu?" tanya samuel. Amanda tertegun sejenak, sejak kapan bosnya itu menjadi orang yang perduli padanya seperti itu. Biasanya mau itu perjalanan yang lebih jauh daripada perjalanan ke luar kota seperti ini. Bosnya itu tidak akan pernah bertanya bagaimana perjalanan yang telah di lalui Amanda. Biasanya bosnya itu malah cenderung akan marah kalau Amanda terlambat datang. Padahal, keterlambatannya bukan disengaja melainkan terkadang pesawat yang digunakan mengalami delay, atau taksi yang dia pakai di jalan mengalami kemacetan. Tapi, biasanya Samuel akan tetap marah dan menegur Amanda. Samuel memang di kenal sangat tegas, meskipun sekertarisnya wanita yang tentu saj
"Kakak...""Maafkan aku Amanda, aku hanya bisa menambah masalah saja. Kamu pasti tidak mengeluarkan uang sedikit untuk menjamin ku keluar. Sedangkan uang itu harusnya kamu gunakan untuk membayar pengacara ayah. Aku anak tertua, tapi sangat tidak berguna!" Dimas menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa menjadi anak tertua yang tidak berguna. Dia bahkan memperburuk situasi yang ada. Membuat Amanda harus mengeluarkan uang lebih untuk membebaskannya. Amanda mengusap lengan kakaknya dengan lembut. Siapa yang bisa menyalahkan seorang ayah yang sangat merindukan anaknya. "Aku mengerti perasaan mu kak. Kamu sangat rindu pada Revan, aku juga. Tapi kakak tahu ibunya kak Diana itu seperti apa kan? kakak harus bangkit, kakak harus tunjukkan pada ibu mertua kakak, kalau kakak bisa kembali sukses dan kembali membuat kehidupan kak Diana dan Revan berkecukupan seperti dulu. Kakak pasti bisa." kata Amanda menyemangati kakaknya. Meski dalam hatinya sendiri, Amanda bahkan tidak yakin kalau mereka aka
Amanda bisa melihat semua orang sedang memperhatikan mereka, dirinya dan juga Mason. Amanda akan sangat tidak sopan, kalau sampai menolak Mason dan pergi dari tempat ini. Bukan hanya akan membuat malu Mason. Tapi pasti akan membuat dirinya di musuhi dan di anggap sombong juga tidak sopan oleh seluruh keluarga Carter. Sementara kalau melihat ke arah Samuel. Tatapan pria itu mungkin bisa menusuknya karena memang begitu tajam. Rahang pria itu tampak mengeras, jelas sekali tidak memperbolehkan Amanda berdansa dengan Mason. "Amanda, would you like to dance with me?" Tanya Mason begitu sopan. Amanda masih sangat bingung, yang akan membantunya adalah Samuel, bukan Mason, apa yang harus dia lakukan?Amanda menyatukan kedua telapak tangannya dan meminta maaf di depan Mason. "Maaf, aku tidak bisa berdansa denganmu. Aku tidak pantas. Maafkan aku!" kata Amanda yang langsung berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan acara itu. Samuel tampak merenggangkan dasinya. Tadinya kalau Amanda meneri