Share

Sandra?

“Menikah?!” dengus Dinara, benar-benar tidak habis pikir.

Bukankah sejak awal Arka berkata bahwa ia tak akan menikahinya? Mengapa sekarang berubah pikiran?

Lagipula, Arka sudah memiliki kekasih dan juga sudah bertunangan. Dinara tidak mau dianggap sebagai perusak hubungan orang!

“Saya tidak mau,” kata Dinara dengan suara yang ia usahakan agar tidak bergetar. “Orang-orang pasti akan mencemooh saya kalau sampai menikah dengan Bapak.”

Wanita itu mengubah posisinya dari setengah berbaring menjadi duduk, menatap nyalang pada Arka yang duduk dengan tenang di sisi ranjang.

“Kita akan membuat perjanjian dan merahasiakan pernikahan ini dari semua orang,” jawab Arka lugas. “Lagipula anak itu tidak salah. Apakah kamu tega membunuh nyawa yang tidak berdosa?”

Dinara ingin menyanggah, tapi tidak ada kata yang keluar dari bibirnya.

Ia terdiam, berpikir dengan keras.

Sebenarnya, solusi yang ditawarkan Arka tidak begitu buruk. Dinara tidak ingin menjadi orang jahat dengan membunuh calon bayi yang tidak berdosa itu. Ditambah lagi, apa yang harus ia katakan pada orang tuanya kalau ia hamil tanpa suami?

Wanita itu mengusap perutnya yang masih rata, merasakan kehidupan baru yang sedang bertumbuh di dalamnya.

Perlahan, ia menatap Arka lekat, mencari keseriusan pada seraut wajah rupawan itu.

Apakah menikah dengan perjanjian adalah keputusan yang tepat? Bagaimana jika ketahuan?

Dinara tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi. Dan lagi, apakah ia bisa percaya pada pria yang sudah menjerumuskan dirinya ke dalam masalah sebesar ini?

“Saya berjanji akan menjaga kamu dan anak itu.”

Dinara mengerjap, susah payah menelan ludah. “Tapi bagaimana dengan Bu Sandra?”

Arka tampak mengeraskan rahang. “Itu bukan urusan kamu.”

“Tapi, Pak—”

“Saya akan mengurus semuanya. Kamu hanya perlu setuju.”

Dinara terdiam. Ia tidak akan pernah bisa tahu apa yang dipikirkan pria di hadapannya itu. Tapi kalau dipikirkan lagi, ini adalah jalan yang paling ideal untuk saat ini.

Dinara menghapus jejak air mata di pipinya. Ia berusaha mengumpulkan keberanian.

Wanita itu pun lantas mengangguk seraya menarik nafas panjang. “Sa-saya setuju,” katanya dengan suara sedikit bergetar.

Arka mengangguk puas, lalu mengambil posisi duduk di sisi ranjang yang kosong tepat di samping Dinara, membuatnya berjengit kaget.

“Kita akan menikah siri dan merahasiakannya dari semua orang. Setelah menikah, saya yang akan menanggung semua kebutuhanmu. Kamu akan mendapat uang tunjangan bulanan sebesar 20 juta selama kehamilan. Dan setelah melahirkan anak itu, saya akan kasih kamu tunjangan 100 juta. Setelah itu, kita bercerai. Dan terakhir, hak asuh anak itu harus berada di tangan saya,” jelas Arka panjang lebar, membuat Dinara terdiam.

“Bapak akan mendapatkan hak asuh?” ulangnya dengan suara lirih. Ia baru menyadari niat Arka menikahinya hanya untuk anak dalam kandungannya.

Tapi kenapa?

Arka mengangguk. “Setelah menikah, kamu harus pindah ke rumah saya agar saya bisa mengawasi kamu dan anak itu,” katanya sambil melirik perut Dinara.

Wanita itu menelan ludah. Semua ini terlalu cepat untuknya.

“Orang-orang akan curiga jika saya tinggal di rumah Bapak. Saya rasa akan lebih baik jika saya tinggal di rumah orangtua saya saja,” kata Dinara setelah lama terdiam.

“Saya juga akan segera mengajukan resign. Dan untuk kehidupan pribadi saya, saya tidak ingin bapak ikut campur. Saya akan menjaga anak ini sampai lahir. Lalu kita bisa bercerai.”

Dinara tentu menolak tinggal satu atap dengan orang yang menodainya dengan status mereka yang seperti ini.

“Kenapa?” Arka terkejut dan tidak terima dengan penolakan Dinara terhadapnya. “Berarti kamu mau saya tinggal di rumah kamu?” Dahi pria yang terkenal dingin itu mulai mengerut.

“Bukan gitu, Pak. Saya...”

“Tidak bisa. Kamu pilih saja. Kita tinggal di rumah kamu atau di rumah saya,” kata Arka memberi ultimatum.

“Tapi, Pak—”

“Bukankah tinggal di rumah saya lebih masuk akal? Kamu kerja sama saya. Jadi kamu punya banyak alasan untuk menyangkal segala kecurigaan. Apa kamu ini bodoh?” Tampaknya Arka mulai kehilangan kesabaran.

“Ini sangat sulit untuk saya, Pak. Tinggal di rumah Bapak memang lebih aman, tapi seperti yang saya katakan sebelumnya, untuk masalah pribadi, saya—” belum lagi Dinara melanjutkan ucapannya, Arka sudah lebih dulu menyela.

“Saya tahu dan saya setuju. Deal?”

Dinara menghela napas pasrah. Tidak ada gunanya terus mendebat karena pada akhirnya Arka akan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.

Setelah keduanya selesai dengan kesepakatan mereka, Arka langsung mengantarkan Dinara pulang dan meminta izin pada orang tuanya untuk menikahi Dinara.

Dinara tadinya terlihat gundah dan takut memikirkan reaksi orang tuanya. Ia tidak siap menerima kemarahan dan juga kekecewaan orang tua yang sudah merawatnya dengan baik sejak lahir hingga dewasa.

Namun, ketakutannya tidak terjadi. Orang tuanya memang kecewa, terlebih lagi ia dan Arka hanya menikah siri. Tapi Arka meyakinkan ayah dan ibunya dengan lihai, mempersuasi mereka bahwa ini adalah jalan terbaik bagi semuanya. Arka juga berjanji akan menjaga dan menanggung semua kebutuhan Dinara dan calon bayi mereka.

Lebih baik menikah siri daripada anak itu terlahir tanpa ayah.

Demikian, esoknya acara akad dilakukan dengan singkat dan sederhana. Akad itu selesai dalam waktu 30 menit saja.

Setelahnya, Dinara dibawa ke kediaman pribadi milik Arka.

“Pak, kita akan bercerai setelah saya melahirkan anak ini kan?” tanya Dinara saat mereka baru menginjakkan kaki di teras.

“Ya. Jaga anak saya baik-baik,” kata Arka, sengaja menjeda perkataannya lalu melirik Dinara sekilas. “Jangan melibatkan perasaan lain untuk saya.”

“Hah?” Dinara menatap pria itu bingung. Namun, belum sempat bertanya, Arka lebih dulu menyuruh pelayan untuk mengatur kamar Dinara.

Dinara pikir, mereka akan tinggal beda kamar, tetapi karena hanya ada satu kamar yang tersedia, mau tidak mau Dinara akan berbagi kamar dengan Arka.

“Pak, tidak perlu seperti ini. Saya bisa tidur sendiri,” ujar Dinara saat Arka selesai memberi perintah pada para pelayannya.

“Mulai sekarang, saya akan mengawasi kamu. Baik dari makanan dan juga setiap kegiatan. Kalau sampai kamu atau janin yang ada di rahim kamu terluka, itu adalah tanggung jawab kamu untuk menjaganya,” sambung Arka, sedang Dinara hanya bisa terdiam kaku.

Dinara memperhatikan Arka yang menelepon pelayan untuk membawakan makan malam setibanya mereka di kamar.

Entah mengapa, Dinara merasa bahwa Arka cukup berlebihan. Mereka bisa saja makan di meja makan, kenapa harus di kamar segala?

Akan tetapi, perlakuan itu membuat hati Dinara menghangat. Cepat-cepat ia memadamkan perasaannya saat teringat ucapan Arka beberapa saat yang lalu.

Ia tahu, di sini ia hanya dibutuhkan untuk melahirkan anak. Walau Dinara belum tahu akan seperti apa wujud anaknya itu, ia berjanji akan menjaga dan memberinya kasih sayang sebelum berpisah.

Kehidupan Dinara dan Arka cukup aman dan damai selama beberapa hari ini, walau Dinara masih merasa agak tertekan karena peraturan dan larangan Arka yang cukup menghambat dan menyulitkannya.

Pagi itu, Dinara baru saja menyelesaikan tugasnya untuk menyampaikan jadwal Arka hari ini saat seorang wanita tiba-tiba membuka pintu ruangan Arka, mengejutkan mereka berdua.

“Sayang, surprise!” ujar wanita berpakaian seksi tersebut dengan wajah sumringah.

“Sandra?!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
permasalahan baru dimulai
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status