Share

Hamil?

Penulis: Putri Tidur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-01 10:56:30

‘Saya tidak akan menikahimu.’

Ucapan Arka terus terngiang dalam benak Dinara, bahkan beberapa hari setelah malam kelam itu.

“Siapa juga yang mau menikah dengannya?!” gerutu Dinara dengan suara lirih.

Wanita itu lantas menghela napas panjang. Ia memutuskan untuk bekerja agar pikirannya teralihkan.

Seperti biasa, setelah menyiapkan ruangan untuk Arka bekerja, Dinara segera menyusun jadwal kegiatan bosnya itu.

Tak lama kemudian, Arka tiba di kantor. Dinara menunduk hormat ketika pria itu melewati mejanya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Pria itu bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, seolah Dinara tidak tampak.

Bagaimana bisa Arka bersikap seolah tak pernah terjadi apapun di antara mereka?!

Menahan rasa kesal, Dinara mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan begitu Arka mempersilakannya.

“Pak, jam 10 nanti Bapak ada jadwal pertemuan dengan para direksi untuk membahas proposal mengenai pembukaan pabrik baru di Sukabumi. Setelah itu, Bapak ada janji makan siang bersama Pak Yuda. Untuk itu, saya sudah menghubungi sekretaris Pak Yuda untuk melakukan reservasi.”

Dinara membacakan jadwal yang harus Arka lakukan hari ini dengan sikap profesional, walau dalam hati merasa sedikit gugup dan juga jengkel dengan sikap cuek Arka.

“Hmm,” jawab singkat Arka yang sibuk dengan ponselnya, masih tak berniat untuk melihat ke arah sekretarisnya.

Melihat itu, Dinara langsung ingin undur diri. Lebih baik pergi daripada menahan kesal melihat sikap tak bertanggung jawab bos yang telah melecehkannya!

“Dinara.”

Langkah gadis cantik itu terhenti. Jantungnya berdegup kencang menanti apa yang hendak dikatakan oleh Arka.

Apakah pria itu hendak membahas kejadian tempo hari?

Dinara berbalik. “Ya, Pak?”

“Tolong buatkan saya kopi,” kata Arka, masih dengan nada datar yang sama.

Dinara mendengus dalam hati. ‘Apa yang kuharapkan darinya?’

“Hanya itu, Pak?”

“Iya, kenapa?” Arka menatap menyidik dengan menaikkan salah satu alisnya.

“Tidak, Pak. Akan segera saya siapkan,” sahut Dinara, menelan rasa kecewanya bulat-bulat.

Dengan kesal Dinara membuatkan kopi dan kembali masuk ke dalam ruangan Arka.

“Kopinya, Pak.”

Dinara hendak meletakkan gelas kopi milik atasannya itu ke atas meja, tapi karena terburu-buru, kopi panas tersebut tumpah mengenai tangannya.

“Akh!” pekik Dinara, membuat Arka terkejut dan langsung menoleh ke arahnya.

Dengan sigap Arka bangkit dari kursinya dan menghampiri Dinara. Ia meraih tangan Dinara lalu meniupnya seolah itu adalah sikap yang lumrah, membuat Dinara gugup seketika.

“Kamu gak apa-apa?”

Dinara langsung menarik tangannya. “Saya tidak apa-apa!” katanya, terdengar sedikit ketus bahkan di telinganya sendiri.

Arka tampak tertegun, sebelum berdeham dan kembali ke kursinya. “Lain kali hati-hati. Jangan ceroboh.”

Dinara hanya menunduk. Ia hendak kembali ke mejanya sendiri ketika Arka kembali memanggilnya.

Selama beberapa saat, tatapan mereka beradu. Tidak ada kata yang keluar dari bibir keduanya.

“Ada apa, Pak?” tanya Dinara, memecah keheningan yang menyesakkan.

Tidak mudah bagi Dinara untuk bersikap seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka. Tidak setelah Arka merenggut kehormatannya dan meninggalkannya seperti barang yang tidak berharga.

Pria itu bahkan hanya menganggap kejadian malam itu seperti angin lalu. Arka tidak pernah sekalipun menyinggung masalah itu, tidak pernah bertanya bagaimana keadaan Dinara setelah ia hancurkan masa depannya.

Mengingatnya saja sudah membuat mata Dinara terasa panas dan berkaca-kaca.

Arka berdeham. “Saya sudah transfer 50 juta ke rekening kamu sebagai kompensasi atas kejadian malam itu.”

“Maaf?”

“Saya harap kita bisa melupakannya dan bersikap seperti biasa.”

Tangan Dinara terkepal di samping tubuhnya. Ia menahan gejolak amarah atas ucapan Arka barusan.

Apakah bagi Arka kehormatannya bisa dibeli dengan uang?

“Saya tidak butuh uang dari Bapak. Saya bukan wanita bayaran,” kata Dinara dengan nada tajam. Ia lekas mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya tanpa bisa dicegah.

“Dinara, maksud saya bukan—”

“Saya akan kembalikan uang Bapak. Permisi.”

Dinara berbalik badan dan tidak menoleh lagi meskipun Arka memanggil namanya beberapa kali. Tapi Dinara tidak peduli.

Hatinya sudah terlanjur sakit atas semua sikap Arka yang begitu merendahkan dan menginjak-injak harga dirinya.

Apakah karena memiliki segalanya, Arka lantas berpikir bisa melakukan apapun sesuka hatinya?

‘Kenapa harus aku…’ lirih Dinara dalam hati. Ia menghapus air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Rasa sakit yang ia rasakan sudah tidak tertahankan. Namun, Dinara berusaha untuk tegar. Bagaimanapun, ia tidak bisa lari dari kenyataan.

Dinara lekas membenahi penampilannya karena setelah ini ia harus menemani Arka ikut rapat dengan dewan direksi.

Arka tidak mengatakan apapun saat mereka berjalan menyusuri koridor menuju ruang rapat.

“Cepat masuk.”

Dinara tersentak dan mendongak menatap atasannya yang berdiri di ambang pintu. Ternyata mereka sudah tiba di depan ruang rapat.

Gadis itu mengangguk dan masuk ke dalam ruangan.

Tetapi selama di ruang rapat, Dinara tidak dapat berkonsentrasi. Kepalanya tiba-tiba pusing, perutnya bergejolak dan tubuhnya juga terasa lemas.

Semua orang sibuk hingga tidak memperhatikan Dinara, kecuali Arka yang sejak tadi mencuri pandang ke arahnya.

”Kenapa kamu? Sakit?” tanya Arka sedikit berbisik.

Dinara menggelengkan kepala sebagai jawaban dan mencoba untuk terlihat baik-baik saja.

Namun, saat hendak melangkah maju untuk presentasi, mendadak tanah yang ia pijak seperti goyang, membuatnya limbung dan hampir jatuh.

“Dinara!”

Arka bergerak cepat menangkap tubuh Dinara sebelum jatuh menghantam lantai. Semua orang otomatis melihat ke arah mereka, tampak terkejut dengan apa yang terjadi.

Tanpa membuang waktu, Arka dengan cepat menggendong dan membawa Dinara yang sudah tidak sadarkan diri ke rumah sakit.

Gadis itu baru membuka mata saat samar-samar mendengar suara percakapan Arka dengan seseorang.

Dinara tidak tahu berapa lama tidak sadarkan diri. Tapi ia bisa merasakan kepalanya tidak lagi begitu pusing, meski badannya masih terasa tidak bertenaga.

Ia memandang sekitar dan melihat Arka berdiri tidak jauh dari pintu, sedang berbicara dengan pria berjubah putih.

“Pasien harus memperhatikan kondisi tubuhnya dengan baik mulai sekarang. Saya akan meresepkan vitamin juga untuk menguatkan kandungannya.”

Sontak tubuh Dinara menegang hebat. “Apa?! Dokter bilang apa?”

Dokter hendak mengulang ucapannya, tapi Arka lebih dulu menyela dan meminta agar mereka ditinggalkan berdua. “Baik, Dokter. Terima kasih.”

“Tunggu, Dokter!” kata Dinara, masih tampak terguncang. “Saya… saya tidak mau mengandung anak ini. Saya mau anak ini digugurkan saja!”

Sontak Arka dan dokter terkejut mendengarnya. Sebelum dokter tersebut merespon, Arka lebih dulu bersuara.

“Tidak,” katanya, masih dengan nada datar seperti biasa. “Tolong tinggalkan kami berdua,” ulangnya lagi pada sang dokter yang menatap mereka heran.

“Kenapa?” tanya Dinara setelah dokter pergi meninggalkan ruangan. Wajahnya sudah bersimbah air mata. Berbagai pemikiran buruk berkecamuk dalam benaknya. “Saya tidak siap untuk mengandung anak ini, Pak!”

Arka masih tampak tenang, berbanding terbalik dengan Dinara yang kacau.

“Saya akan bertanggung jawab atas kamu dan anak itu,” katanya.

“Apa?” Dinara seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Saya akan menikahi kamu.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
harus nya arka bertanggung jawab,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 82

    "Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 81

    "Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 80

    Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 79

    Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 78

    Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 77

    "Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 76

    Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 75

    "Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann

  • Sekretaris Jadi Istri Rahasia Sang Pewaris    Bab 74

    Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status