Kisah Raini, Reihan, dan Mas Dewa ada sendiri ya... Numpang iklan >,<
Dengan penuh rasa percaya diri Regan bermain catur bersama Sam. Ia yakin bisa menang dan mengalahkan pamannya tersebut secara mudah. Beberapa waktu berlalu. Regan hampir saja menang. Namun kedatangan sang notaris mengejutkan keduanya. “Lihat itu, siapa yang datang!” ujar Sam. Lelaki paruh baya itu bermain curang. Hingga membuat Regan gagal menang. “Wah, Paman Sam curang! Kenapa bisa jadi begini?” Regan terheran-heran. Padahal tinggal selangkah lagi dia akan menang. “Akui saja kekalahan kamu, Regan.” Sam tersenyum smirk. Ia berhasil mengelabuhi semua orang. Regan merasa kesal. Gagal rencananya untuk membuat sang istri berteriak minta ampun kepadanya. Lelaki tampan itu melirik Reina dengan wajah masam. Sementara Reina tidak mengerti apa maksudnya. Wanita itu hanya mampu mengangkat bahunya kepada Regan. “Sudah-sudah. Ayo kita temui Bapak Ahmad selaku notaris,” ajak Christian. “Jangan sampai membuatnya menunggu lama.” “Baiklah.” Serentak Regan dan Sam menjawab. Semua yang berada
“Oh, ya?” Regan merasa gemas dengan sikap istrinya. Namun ia masih memeluk erat wanita itu.“Pak, tolong lepaskan! Ini tempat umum!” peringat Reina merasa malu.“Memangnya kenapa? Kamu istriku. Dan aku suamimu. Kita sama-sama saling mencintai.”“Bukan begitu maksud Reina, Pak Regan!” Wanita itu merasa semakin kesal. Mengapa sulit sekali untuk meyakinkan Regan. Ia selalu kesusahan menghentikan aksi Regan yang seenaknya.Lelaki yang maunya menang sendiri. Merasa dirinya yang paling benar.Regan menyadari kegelisahannya istrinya. Meski hal itu membuatnya semakin merasa gemas.“Ya sudah. Baiklah. Yang penting kamu jangan kabur-kaburan lagi. Pokoknya kita harus berangkat ke kantor sama-sama.”Regan melerai pelukannya. Kemudian menggenggam erat tangan Reina seperti biasanya.Tidak dapat dipungkiri. Sebenarnya Reina merasa nyaman merasakan pelukan hangat dari suaminya. Namun situasi dan tempatnya salah.“Jangan marah lagi, ya?” lirih Regan memperdalam tatapan matanya.“Iya, iya ... Reina jug
Tepat pukul tiga sore. Regan keluar dari ruangannya dan mengajak sang istri untuk pergi ke suatu tempat. “Kenapa Pak Regan tidak mengatakan ke mana kita akan pergi?” tanya Reina penasaran. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil dan bersiap untuk berangkat. “Anggap saja sebagai kejutan, Sayang. Nanti kamu akan tahu sendiri. Jangan marah, ya?” Jemari Regan mengelus lembut kepala istrinya. Reina mengangguk saja. Kemudian tidak ada lagi percakapan di antara keduanya hingga ponsel Reina berbunyi. Sebuah pesan dari mantan sahabat. [Reina, kenapa tidak pernah membalas pesan-pesanku? Kamu sombong ya, sekarang. Pasti kamu sengaja mengganti nomor kamu. Tapi sayang sekali aku bisa mengetahuinya dengan cepat.] ‘Karin? Dari mana dia dapat nomorku?’ Reina merasa kesal. Sebenarnya ia tidak mau lagi berurusan dengan Karin. “Dari siapa, Sayang? Sepertinya serius banget,” tanya Regan yang mendadak kepo maksimal. “Em ... bukan siapa-siapa, Pak Regan. Tidak penting.” “Ada yang mencoba menga
“Jadi siapa Alya? Apakah aku melewatkan sesuatu?” Selama ini Regan memang mencari tahu tentang Reina tanpa sepengetahuan wanita tersebut. Sejak peristiwa malam panas itu, Regan merasa penasaran dengan sosok Reina. Hingga ia menyuruh beberapa orang kepercayaan untuk menyelidiki segalanya tentang Reina. “Pak Regan benar-benar ingin tahu tentang Alya?” Ucapan Reina menyadarkan lamunan Regan. Lelaki itu masih berusaha mengingat sesuatu. Ia ketinggalan informasi tentang Alya. “Ya, Reina. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi di antara kita. Begitupun dengan kamu. Jika ada pertanyaan yang mengganjal, kamu bisa katakan pada malam ini dan di hari-hari seterusnya.” Reina menghirup napas panjang. Sebelum akhirnya ia mulai menceritakan tentang Alya. “Alya adalah adik Reina, Pak Regan.” Regan terkesiap mendengarnya. Ia pikir anak Pak Danny hanya Reina dan Rafa. Anak dari mama kandung Reina yang telah meninggal dunia. Reina melanjutkan ceritanya. “Kami terpisah lama karena Alya pernah
PLAK !Sebuah tamparan keras sukses mendarat di pipi mulus milik Karin. Wanita tampan meringis kesakitan dengan tangan kanannya yang mencoba menutupi rasa sakitnya.“Leon, apa-apaan kamu? Kenapa menamparku? Apa salahku?” tanya Karin dengan suara yang menggema.Leon justru meludah di depan wanita itu. Ia tatap wanita yang sebentar lagi niatnya akan dirinya nikahi.“Jadi selama ini kamu menipuku? Kamu hamil anak dari lelaki lain?”Leon mengacak rambutnya dengan kasar lalu berucap, “Brengsek! Dasar wanita murahan! Harusnya kamu berterima kasih karena aku hanya menamparmu.”“Leon ... apa maksud kamu? Kamu menuduhku?”“Sudahlah, Karin. Tidak perlu bersandiwara lagi. Aku sudah tahu semuanya. Evan sudah mengatakan semuanya. Entah siapa ayah dari janin yang kau kandung sebenarnya. Bahkan Evan pun tak yakin jika itu anaknya.”“Ini anak kamu, Leon. Percayalah.”“Bagaimana mungkin aku bisa percaya. Malam itu kamu mabuk dan digilir banyak lelaki. Aku pikir kamu—”Leon tak melanjutkan kalimatnya.
Pagi itu di sebuah hotel mewah, Jeffan telah rapi dan wangi dengan mengenakan pakaian formal. Lelaki itu terlihat sangat tampan. “Rasanya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Angel kembali. Mungkinkah aku mulai jatuh cinta padanya?” monolog Jeffan sambil bercermin dan merapikan rambutnya. Lelaki tampan itu tampak bersemangat. Baginya saat ini adalah waktu yang sangat spesial. Sebelumnya ia memang belum pernah berkencan sama sekali. Apalagi melakukan pendekatan dengan keluarga kekasihnya. “Sebaiknya aku segera berangkat.” Sayang sekali meskipun terlihat sangat tampan, Jeffan hanya mengendarai sepeda motor. Mobil satu-satunya yang ia miliki sedang dipinjam adik perempuannya. “Angel, aku datang.” Jeffan mengendarai sepeda motornya dengan cukup kencang. Ia benar-benar sudah tidak sabar untuk berkenalan dengan orang tua Angel. Meski sebenarnya di dalam hatinya merasa takut dan was-was. Motor Jeffan berhenti di depan pintu gerbang. Ia mengamati rumah besar bagai istana di had
“Yang menelepon adalah Tante Kinan,” jawab Reina kemudian. “Tante Kinan?” Regan mengulangi ucapan Reina sambil mengingat siapa yang memiliki nama tersebut. “Ya, dia adalah mamanya Leon. Leon kecelakaan. Kondisinya parah. Tante Karin memintaku untuk datang ke rumah sakit. Dia tidak tahu kalau aku dan Leon sudah putus sejak lama.” Regan cukup terkejut mendengarkan penjelasan dari Reina. Ia tidak pernah menyangka jika yang menghubungi istrinya adalah mama dari sang mantan. “Baiklah. Kita segera ke sana. Aku akan menemanimu. Katakan saja jika kalian sudah putus.” “Tapi, Pak. Bagaimana jika nanti Tante Kinan syok dan pingsan?” Entah mengapa perasaan Reina jadi tidak tenang. “Jadi kamu akan tetap berpura-pura sebagai pacarnya Leon?” Reina menggelengkan kepalanya. “Reina tidak tahu, Pak.” “Seharusnya kamu tahu. Aku akan sangat cemburu jika kamu melakukannya.” Regan melirik ke arah Reina yang tampak kebingungan. Lelaki tampan itu segera meraih tangan istrinya. “Ayolah, sebaik
“Aku tidak sakit, Sayang. Pergilah.” Reina mengangguk saja. Lalu ia menemani Leon di ruangannya. Wanita itu duduk. Menanti dengan sabar hingga rasa kantuk datang menyerang. Reina ketiduran dengan wajah yang bertumpu di kedua tangannya. Dengan perlahan Leon mulai membuka kedua matanya. Jemari bergerak hingga mengenai kepala Reina. Seketika Reina terbangun karena terkejut. Ia segera mendongakkan kepalanya. “Leon ... kamu sudah sadar?” tanya Reina antusias. “Reina ... bagaimana bisa kamu ada di sini? Apa yang terjadi kepadaku?” tanya Leon begitu lirih suaranya hampir tidak terdengar. “Kamu kecelakaannya, Leon.” Leon mulai mengingat kejadian tadi malam. Ia sangat kecewa dan sakit hati kepada Karin. Akan tetapi lelaki itu tidak mau menceritakan hal itu kepada Reina. Leon merasa malu. “Terima masih sudah mau menemani aku di sini.” Lelaki itu tersenyum tipis. Reina pun membalas dengan sebuah anggukan dan senyuman. Ingin rasanya menanyakan tentang Karin. Namun ia belum berani. Takut