Share

Berita Miring

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2024-01-04 15:32:09

Mobil mewah itu mengantarkan Aldara pulang ke rumah Ernest. Ia menawari Bos nya untuk masuk, tetapi dengan tegas Alastair menolak.

"Tidak usah sok akrab dengan menawarkan hal itu, Dara. Kalau sikapku tadi membuatmu berpikiran sesuatu terhadapku, maka aku tegaskan sekarang! Aku tadi hanya berniat melindungi milikku agar tidak disentuh pria lain." Pria itu menoleh, menatap Aldara yang juga masih memandangnya dengan tatapan sayu. "Kau adalah milikku 'kan? Sesuatu yang sudah ku beli untuk memuaskanku," lanjutnya lagi.

Ia langsung membuang pandangan setelah mengatakan hal barusan, tanpa peduli perasaan Aldara lantaran kata-katanya.

"Terima kasih, Pak," sahut Aldara dengan suara yang sangat lirih.

Wanita itu membuka pintu mobil dan langsung keluar, ia berdiri di samping pagar sementara mobil mewah itu langsung melaju meninggalkannya.

Di dalam mobil Alastair langsung menyalakan musik dengan kencang, rahangnya kembali mengetat seiring dengan kecepatan mobil itu yang semakin bertambah kencang. Ujung netranya sempat menangkap gerakan tangan Aldara mengusap air mata, entah kenapa ada perasaan aneh yang menyentil relung hatinya.

"Mustahil aku ada perasaan kepada wanita itu!" gumamnya sembari terus berusaha mengenyahkan bayangan Aldara dari pikirannya.

Sementara Aldara yang sudah masuk ke dalam rumah langsung menuju dapur untuk membuat sarapan. Beru setelahnya ia bergegas membersihkan diri dan memakai pakaian kerjanya.

Aldara datang ke kantor dengan menaiki taksi lantaran Ernest ada kunjungan dadakan ke luar kota. Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, ia sudah sampai di gedung pencakar langit tempatnya bekerja.

Ia sampai di kantor tepat pada pukul tujuh pagi, seperti biasa ia akan menyapa seluruh staf yang ada di sana. Namun, tidak seperti biasanya, tidak ada staf yang menyambut sapaannya. Jangankan hanya sekadar senyuman, bahkan wajah mereka tampak tidak bersahabat saat menatap Aldara.

"Oh, jadi dia sekretaris baru Pak Alastair? Yang katanya pakai jalur dalam itu, ya? Yang setelah interview langsung lolos, biasanya 'kan setelah interview harus menunggu beberapa minggu dulu."

"Sepertinya benar dia menggoda Pak Alastair, jangan-jangan HRD juga digoda?!"

"Ah, wajahnya saja sudah seperti wanita penggoda. Aku yakin dia memang menggunakan tubuhnya untuk menarik simpati Pak Alastair."

"Pantas saja posisi sekretaris yang begitu sulit tes nya, sangat mudah dia dapatkan. Ternyata ada suap-menyuap?"

"Menyuap dengan tubuhnya. Cih, menjijikkan! Cantik, sih ... tapi apa gunanya wajah cantik kalau untuk dijual kepada Bos sendiri?"

"Bahkan baru beberapa hari bekerja sudah diajak dalam pertemuan bisnis, loh. Di Hotel mewah lagi. Apa tidak mencurigakan?!"

Semua staf memekik heboh mendengar berita mengejutkan itu. Mereka tahu persis kalau Alastair selalu pergi bersama Ernest, mau sesibuk apapun asisten pribadinya itu.

Para staf membicarakan Aldara seraya melayangkan tatapan tidak suka pada wanita itu. Entah dari mana fitnah tentang dirinya tersebar, siapa juga yang memulai.

Kasak-kusuk kabar buruk tentangnya membuat telinga wanita itu panas, ia memilih pergi dan lantas masuk ke dalam lift. Sayup-sayup gendang telinganya masih mendengar para staf membicarakan berita miring tentang dirinya.

'Siapa yang sudah tega menyebarkan kabar itu?' tanya Aldara dalam hatinya.

Kaki jenjangnya melangkah cepat saat pintu lift terbuka, lagi-lagi beberapa staf yang berpapasan dengannya langsung menghindar seraya melemparkan tatapan mencemooh.

Aldara tidak mau ambil pusing, toh tatapan mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan tatapan tajam yang dimiliki Alastair.

Yeah, meskipun itu sama-sama menyesakkan baginya.

"Semoga saja kabar miring itu segera hilang dan jangan sampai Pak Alastair mendengarnya," gumamnya sembari mendudukkan diri di kursi kerja

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" teriaknya.

Pintu terbuka, Alastair masuk dengan raut tanpa ekspresi. Wanita itu langsung bangkit dari duduknya. Aldara menganggukkan kepala sebagai bentuk hormat, lantas bertanya keperluan Alastair sampai harus mendatanginya ke sini.

"Kita kemarin belum selesai 'kan?" tanya pria itu.

"Maksudnya bagaimana, Pak?" Aldara balik bertanya sembari mengerutkan keningnya.

"Aku kemarin belum sempat menyentuhmu karena kau sedang nyeri datang bulan. Tapi sekarang sudah tidak sakit lagi 'kan?" Langkahnya semakin mendekat ke arah Aldara, membuat tubuh wanita itu menegang kaku.

'A-Aku kira ... Pak Alastair tidak akan nekat,' batinnya.

Tangan kekar itu mulai menelusup ke belakang pinggang ramping Aldara, sembari sebelah tangannya membelai lembut garis wajah cantik itu.

"Aku tadi pagi sudah membantumu lepas dari pria itu, anggap saja ini sebagai bayarannya. Ingat, tidak ada yang gratis di dunia ini," bisiknya.

Wajah tampan itu semakin mendekat, membawa tubuh Aldara untuk bersandar di dinding dan mulai melabuhkan banyak kecupan di bibir ranum itu.

Suara ketukan pintu membuat Aldara panik, ia ingin mengakhiri semua ini, tetapi Bos nya malah semakin menggila dengan menyusupkan tangannya ke dalam kemeja yang ia kenakan.

"Ada orang, Pak. Si-Siapa tahu kepala staf yang ingin memberikan laporan," bisiknya yang mulai sesak karena Alastair terus menghimpit tubuhnya.

Tidak ada jawaban, pria itu malah semakin rakus melumat bibir ranum yang sudah menjadi candunya. Membuat Aldara semakin panik karena suara ketukan pintu semakin terdengar keras.

Telapak tangan kekar itu meremas lembut gundukan sintalnya, bersamaan dengan suara teriakan seorang wanita dari luar pintu yang memanggil namanya.

"Pak ... saya keluar sebentar, takutnya ada sesuatu yang penting." Wanita itu menggunakan tangannya menahan dada bidang Alastair, ia juga memiringkan kepala guna menghindari serangan ciuman yang sangat brutal.

"Kau tahu 'kan aku paling tidak suka diganggu. Kau memikirkan orang lain saja sudah membuatku benci. Apalagi kau mementingkan orang lain saat sedang bersamaku!"

"Saya takut ada sesuatu yang penting, Pak. Saya mohon ...."

Hening! Alastair tidak menyahut, tetapi netranya terus menghunus tajam ke dalam iris mata cantik itu.

"Saya keluar sebentar, ya, Pak." Aldara langsung melepaskan pelukan tangan Alastair di pinggangnya.

Bibirnya tersenyum kikuk mendapati wajah tampan itu memerah, tetapi ia segera beranjak menuju pintu sambil merapikan kemejanya.

Tangannya menekan handle, seorang wanita yang merupakan kepala staf keuangan berdiri di hadapannya dengan membawa map. Wanita itu menatap curiga pada penampilan Aldara yang berantakan, netranya ia alihkan ke dalam ruangan sekretaris itu guna mengecek ada apa di dalam.

"Maaf, saya tadi masih menerima telepon penting. Ada sesuatu yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Aldara, berusaha mengalihkan perhatian wanita paruh baya di hadapannya itu.

"Saya datang membawa berkas laporan keuangan selama satu bulan kemarin. Silakan Anda—" ucapan wanita itu terjeda saat tiba-tiba Alastair keluar dari ruangan Aldara.

Pria itu melirik sekilas ke arah dua wanita yang merupakan stafnya tersebut, tanpa basa-basi ia langsung melenggang pergi menuju ruangannya.

Kepala staf keuangan masih memperhatikan jas Alastair yang tampak berantakan dari belakang, matanya jelas sekali menyimpan banyak kecurigaan.

"Mari masuk, Bu," ujar Aldara berusaha mengalihkan perhatian kepala staf tersebut.

Wanita paruh baya itu menoleh, menatap tajam ke arah Aldara yang masih mempertahankan senyum ramahnya.

"Apa Anda ada hubungan spesial dengan Pak Alastair? Jadi yang dibicarakan para staf tadi memang benar, Mbak?" tanyanya yang langsung membuat lidah Aldara terasa kelu.

'Aku harus menjelaskan apa? Akh ... namaku bisa semakin buruk kalau begini,' batin Aldara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Ending

    Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Bercerai

    Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    BAB 134

    "Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Eksekusi

    "Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    BAB 132

    "Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk

  • Sekretaris Kumal Idaman Presdir    Salah Menduga

    Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status