Share

Part 9. Serangan Mendadak

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Pijar tidak menyangka kalau pagi ini akan mendapatkan tamu tak diundang yang datang ke rumahnya. Pijar akan berangkat ke kantor ketika dia mendapati Aurora berdiri di depan pagar rumahnya dengan wajah penuh amarah. 

Pijar tidak meminta perempuan itu masuk dan menginjak halaman rumahnya, karena itu dia memilih keluar dan menemui Aurora di luar pagar. 

“Apa yang aku lakukan di sini?” Aurora bergumam dengan suara tajam. “Aku ingin memberikanmu ini!” Perempuan itu menampar Pijar tepat di pipinya dan memukul Pijar membabi buta tanpa ampun. 

“Lepaskan!” Pijar berusaha untuk melepaskan rambutnya dari tangan Aurora, tetapi perempuan itu sama sekali tidak mau melepaskan. Dia bahkan semakin erat meremas surai halur Pijar dengan tarikan. 

Pijar merasa, kepalanya akan ikut terlepas karena ulah perempuan itu. Di pagi seperti ini, tidak akan ada orang yang bisa menolong mereka. Meskipun perumahan Pijar bukanlah perumahan elit, tetapi warga di sana benar-benar menjaga privasi mereka masing-masing.  

Pijar tidak memiliki pilihan lain. Dia segera mendorong tubuh Aurora kedepan agar perempuan itu bisa menjauh darinya. Berhasil, karena Pijar menggunakan sekuat tenaganya. Pijar tidak tahu bagaimana bisa perempuan itu menemukan alamat rumahnya. Mungkin saja karena perempuan itu mengikutinya. 

“Bedebah. Kamu pikir apa yang kamu lakukan, hah!” Aurora berteriak dengan kencang. Otot-otot di lehernya menyembul keluar. Menatap sekeliling, Pijar tidak menemukan manajer perempuan itu. Itu artinya, satu lawan satu. 

“Sepertinya, kamu sedang menggali kuburanmu sendiri!” Pijar dengan dada bergemuruh itu bersuara. Memegangi kepalanya karena denyutan di kepalanya begitu menyakitkan. “Kamu pikir dengan kamu mendatangiku di sini, lalu aku akan diam saja? Aurora, kamu bisa bersikap manis di depan kamera, tetapi kamu tidak akan bisa lari lagi setelah aku memperkarakan masalah pagi ini.” 

“Aku sudah memintamu secara baik-baik agar membuat konfirmasi yang aku butuhkan, beraninya kamu mengatakan kebenarannya dan membuat aku kesal!” Aurora berteriak lantang. Wajahnya menunjukkan emosi yang luar biasa. Bahkan wajah putihnya sudah memerah karena amarah. 

Gadis langsing bersurai coklat itu menunjuk Pijar berapi-api. “Pijar, aku bukan orang yang akan membiarkan orang lain menginjakku. Aku tidak akan membiarkan kamu menghancurkan karirku. Kalau memang aku harus hancur, kamu juga harus mendapatkan hal yang sama.” 

“Kamu pikir aku takut? Kamu pikir aku akan mundur? Tidak akan, Aurora. Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan, tapi jangan menangis kalau aku membeberkan perilaku burukmu ini kepada media.” 

Pijar menunjuk CCTV di rumahnya. “Lihat itu, adegan barusan itu sudah terekam di sana. Kamu pikir, kalau rekaman itu menyebar, kamu masih bisa berdiri dengan wajah angkuhmu itu?” 

Aurora tampak terkejut ketika melihat itu. Sial, Aurora sama sekali tidak berpikir akan mendapatkan balasan itu dari Pijar. Di zaman sekarang, berita yang sudah masuk ke dalam social media akan sangat cepat menyebar. Dengan banyaknya fans yang dimiliki oleh Aurora, dia sebenarnya memiliki banyak dukungan dan Pijar mendapatkan hujatan. 

Sayangnya, Pijar bukan seorang perempuan lemah yang mampu digertak mundur oleh orang-orang yang membenci dirinya. Bahkan dalam keadaan seperti ini saja, dia masih berdiri dengan tegak, mengangkat kepalanya tinggi, menyerah untuk mengatakan kalah. 

“Kamu tidak mengenal aku Pijar. Aku bisa membalasmu lebih dari yang bisa kamu bayangkan.” Aurora tampaknya tengah memikiran hal apa yang bisa dia lakukan untuk membalas Pijar. “Kamu lihat saja. Bahkan aku bisa membuat nama Infinity buruk hanya karena kamu. Kita lihat, apakah kamu masih bisa sesombong ini kalau perusahaan itu menendangmu dari sana.”  

Masuknya Aurora ke dalam Infinity sebenarnya hanyalah sebuah wacana. Elang yang ingin merekomendasikannya. Namun, dia belum membicarakan dengan pihak-pihak terkait di dalam perusahaan tersebut. Tidak mudah memasukkan orang baru di Infinity meskipun ada orang dalam. 

Setelah pernyataan Pijar tentang konfirmasi tersebut, ada banyak pro dan kontra yang terjadi. Pijar sama sekali tidak peduli dengan hal tersebut dan memilih mengabaikan apa pun yang terdengar di telinganya. Banyak karyawan yang masih memandang sinis ke arahnya seolah mengejek. Pijar hanya mengabaikannya. Mulut Aurora tampaknya sangat berbisa sehingga bisa memengaruhi banyak orang. 

Aurora tidak menampakkan dirinya beberapa hari ini, bahkan tidak muncul sama sekali di kantor Infinity. Pijar tidak pernah mempedulikan hal itu dan fokus dengan pekerjaannya. Namun, pagi ini dia justru muncul di depan rumah Pijar. 

*** 

Pijar bisa melihat tatapan Elang mengarah lurus ke arahnya ketika melihat luka di ujung bibir Pijar. Kening lelaki itu mengernyit, tetapi tidak ada kata pun yang keluar untuk sekedar bertanya keadaannya. Pijar pun tidak sudi menjelaskan atau bahkan mencoba untuk meminta tanggung jawab lelaki itu karena kejadian yang merembet. Bagaimanapun, Elang adalah biang kerok dalam masalah yang terjadi.

“Malam ini kita akan lembur.” Elang tiba-tiba bersuara setelah menyerahkan dokumen yang baru saja ditandatangani. “Ada banyak hal yang perlu dikerjakan.” 

“Saya mengerti.” Pijar tidak sekalipun menolak atau mendebat lelaki itu. Ekspresi Pijar semakin dingin dan tak terbaca. 

Perasaan Pijar terhadap lelaki itu hanya ada geraman amarah yang coba disembunyikan. Elang adalah lelaki tidak punya hati. Pijar sebisa mungkin tidak terlibat terlalu dalam dengan lelaki itu. 

Pijar keluar dari ruangan tersebut dan kembali ke ruangannya. Sampai makan siang akhirnya tiba, Vira menunggu dirinya di depan ruangan. 

“Aku tadi lihat kamu sekilas dan ada luka di bibir kamu.” Begitu Vira bertanya. 

Pijar hanya mengangguk lalu mengajak temannya itu untuk pergi ke tempat di mana tidak ada yang mendengar obrolan mereka. Di lantai teratas, juga ada tempat santai. Ada kursi panjang menghadap ke luar gedung sehingga mereka bisa menatap gedung-gedung tinggi dari tempatnya. Hanya saja, tempat itu jarang digunakan kecuali Pijar dan Vira yang lebih suka makan siang di sana. 

“Ceritakan, Pijar. Kamu kenapa? Apa itu karena Aurora lagi?” 

Pijar beruntung karena masih memiliki Vira yang tidak peduli dengan suara-suara sumbang yang memfitnah Pijar. 

“Pagi tadi dia datang ke rumahku,” kata Pijar menjelaskan. Segera, dia menceritakan kejadian yang terjadi pagi tadi kepada Vira sampai membuat gadis itu merasa kesal luar biasa. 

“Kamu nggak mau laporin dia?” tanya Vira dengan berapi-api, “dia pantas mendekam di penjara, Jar!” 

“Aku bukannya nggak mau, Vir. Aku cuma nggak mau masalah ini semakin membludak tak terbendung. Jujur, aku tadi juga maunya membuat ini menjadi kasus besar, aku berpikir ulang karena ada hal-hal yang menjadi pertimbanganku.” 

“Dia udah keterlaluan, Jar.” Vira tampak benar-benar gemas. “Kenapa sih dia bisa sampai sebenci ini sama kamu? Kalau hanya perkara bunga, seharusnya dia tak perlu melakukan ini.” 

Ada banyak hal yang tidak Vira ketahui tentang latar belakang yang membuat Aurora melakukan semua ini. Pijar bahkan masih berpikir kalau Aurora mungkin saja sekarang sedang bekerja sama dengan Elang untuk menghancurkannya. 

Tanpa disadari oleh dua orang tersebut, Elang mendengarkan obrolan mereka. Ekspresinya begitu datar, tetapi ada seringai di bibirnya penuh arti.

*** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status