“Apa yang kamu lakukan di sini?” Pijar tidak menyangka kalau pagi ini akan mendapatkan tamu tak diundang yang datang ke rumahnya. Pijar akan berangkat ke kantor ketika dia mendapati Aurora berdiri di depan pagar rumahnya dengan wajah penuh amarah.
Pijar tidak meminta perempuan itu masuk dan menginjak halaman rumahnya, karena itu dia memilih keluar dan menemui Aurora di luar pagar.
“Apa yang aku lakukan di sini?” Aurora bergumam dengan suara tajam. “Aku ingin memberikanmu ini!” Perempuan itu menampar Pijar tepat di pipinya dan memukul Pijar membabi buta tanpa ampun.
“Lepaskan!” Pijar berusaha untuk melepaskan rambutnya dari tangan Aurora, tetapi perempuan itu sama sekali tidak mau melepaskan. Dia bahkan semakin erat meremas surai halur Pijar dengan tarikan.
Pijar merasa, kepalanya akan ikut terlepas karena ulah perempuan itu. Di pagi seperti ini, tidak akan ada orang yang bisa menolong mereka. Meskipun perumahan Pijar bukanlah perumahan elit, tetapi warga di sana benar-benar menjaga privasi mereka masing-masing.
Pijar tidak memiliki pilihan lain. Dia segera mendorong tubuh Aurora kedepan agar perempuan itu bisa menjauh darinya. Berhasil, karena Pijar menggunakan sekuat tenaganya. Pijar tidak tahu bagaimana bisa perempuan itu menemukan alamat rumahnya. Mungkin saja karena perempuan itu mengikutinya.
“Bedebah. Kamu pikir apa yang kamu lakukan, hah!” Aurora berteriak dengan kencang. Otot-otot di lehernya menyembul keluar. Menatap sekeliling, Pijar tidak menemukan manajer perempuan itu. Itu artinya, satu lawan satu.
“Sepertinya, kamu sedang menggali kuburanmu sendiri!” Pijar dengan dada bergemuruh itu bersuara. Memegangi kepalanya karena denyutan di kepalanya begitu menyakitkan. “Kamu pikir dengan kamu mendatangiku di sini, lalu aku akan diam saja? Aurora, kamu bisa bersikap manis di depan kamera, tetapi kamu tidak akan bisa lari lagi setelah aku memperkarakan masalah pagi ini.”
“Aku sudah memintamu secara baik-baik agar membuat konfirmasi yang aku butuhkan, beraninya kamu mengatakan kebenarannya dan membuat aku kesal!” Aurora berteriak lantang. Wajahnya menunjukkan emosi yang luar biasa. Bahkan wajah putihnya sudah memerah karena amarah.
Gadis langsing bersurai coklat itu menunjuk Pijar berapi-api. “Pijar, aku bukan orang yang akan membiarkan orang lain menginjakku. Aku tidak akan membiarkan kamu menghancurkan karirku. Kalau memang aku harus hancur, kamu juga harus mendapatkan hal yang sama.”
“Kamu pikir aku takut? Kamu pikir aku akan mundur? Tidak akan, Aurora. Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan, tapi jangan menangis kalau aku membeberkan perilaku burukmu ini kepada media.”
Pijar menunjuk CCTV di rumahnya. “Lihat itu, adegan barusan itu sudah terekam di sana. Kamu pikir, kalau rekaman itu menyebar, kamu masih bisa berdiri dengan wajah angkuhmu itu?”
Aurora tampak terkejut ketika melihat itu. Sial, Aurora sama sekali tidak berpikir akan mendapatkan balasan itu dari Pijar. Di zaman sekarang, berita yang sudah masuk ke dalam social media akan sangat cepat menyebar. Dengan banyaknya fans yang dimiliki oleh Aurora, dia sebenarnya memiliki banyak dukungan dan Pijar mendapatkan hujatan.
Sayangnya, Pijar bukan seorang perempuan lemah yang mampu digertak mundur oleh orang-orang yang membenci dirinya. Bahkan dalam keadaan seperti ini saja, dia masih berdiri dengan tegak, mengangkat kepalanya tinggi, menyerah untuk mengatakan kalah.
“Kamu tidak mengenal aku Pijar. Aku bisa membalasmu lebih dari yang bisa kamu bayangkan.” Aurora tampaknya tengah memikiran hal apa yang bisa dia lakukan untuk membalas Pijar. “Kamu lihat saja. Bahkan aku bisa membuat nama Infinity buruk hanya karena kamu. Kita lihat, apakah kamu masih bisa sesombong ini kalau perusahaan itu menendangmu dari sana.”
Masuknya Aurora ke dalam Infinity sebenarnya hanyalah sebuah wacana. Elang yang ingin merekomendasikannya. Namun, dia belum membicarakan dengan pihak-pihak terkait di dalam perusahaan tersebut. Tidak mudah memasukkan orang baru di Infinity meskipun ada orang dalam.
Setelah pernyataan Pijar tentang konfirmasi tersebut, ada banyak pro dan kontra yang terjadi. Pijar sama sekali tidak peduli dengan hal tersebut dan memilih mengabaikan apa pun yang terdengar di telinganya. Banyak karyawan yang masih memandang sinis ke arahnya seolah mengejek. Pijar hanya mengabaikannya. Mulut Aurora tampaknya sangat berbisa sehingga bisa memengaruhi banyak orang.
Aurora tidak menampakkan dirinya beberapa hari ini, bahkan tidak muncul sama sekali di kantor Infinity. Pijar tidak pernah mempedulikan hal itu dan fokus dengan pekerjaannya. Namun, pagi ini dia justru muncul di depan rumah Pijar.
***
Pijar bisa melihat tatapan Elang mengarah lurus ke arahnya ketika melihat luka di ujung bibir Pijar. Kening lelaki itu mengernyit, tetapi tidak ada kata pun yang keluar untuk sekedar bertanya keadaannya. Pijar pun tidak sudi menjelaskan atau bahkan mencoba untuk meminta tanggung jawab lelaki itu karena kejadian yang merembet. Bagaimanapun, Elang adalah biang kerok dalam masalah yang terjadi.
“Malam ini kita akan lembur.” Elang tiba-tiba bersuara setelah menyerahkan dokumen yang baru saja ditandatangani. “Ada banyak hal yang perlu dikerjakan.”
“Saya mengerti.” Pijar tidak sekalipun menolak atau mendebat lelaki itu. Ekspresi Pijar semakin dingin dan tak terbaca.
Perasaan Pijar terhadap lelaki itu hanya ada geraman amarah yang coba disembunyikan. Elang adalah lelaki tidak punya hati. Pijar sebisa mungkin tidak terlibat terlalu dalam dengan lelaki itu.
Pijar keluar dari ruangan tersebut dan kembali ke ruangannya. Sampai makan siang akhirnya tiba, Vira menunggu dirinya di depan ruangan.
“Aku tadi lihat kamu sekilas dan ada luka di bibir kamu.” Begitu Vira bertanya.
Pijar hanya mengangguk lalu mengajak temannya itu untuk pergi ke tempat di mana tidak ada yang mendengar obrolan mereka. Di lantai teratas, juga ada tempat santai. Ada kursi panjang menghadap ke luar gedung sehingga mereka bisa menatap gedung-gedung tinggi dari tempatnya. Hanya saja, tempat itu jarang digunakan kecuali Pijar dan Vira yang lebih suka makan siang di sana.
“Ceritakan, Pijar. Kamu kenapa? Apa itu karena Aurora lagi?”
Pijar beruntung karena masih memiliki Vira yang tidak peduli dengan suara-suara sumbang yang memfitnah Pijar.
“Pagi tadi dia datang ke rumahku,” kata Pijar menjelaskan. Segera, dia menceritakan kejadian yang terjadi pagi tadi kepada Vira sampai membuat gadis itu merasa kesal luar biasa.
“Kamu nggak mau laporin dia?” tanya Vira dengan berapi-api, “dia pantas mendekam di penjara, Jar!”
“Aku bukannya nggak mau, Vir. Aku cuma nggak mau masalah ini semakin membludak tak terbendung. Jujur, aku tadi juga maunya membuat ini menjadi kasus besar, aku berpikir ulang karena ada hal-hal yang menjadi pertimbanganku.”
“Dia udah keterlaluan, Jar.” Vira tampak benar-benar gemas. “Kenapa sih dia bisa sampai sebenci ini sama kamu? Kalau hanya perkara bunga, seharusnya dia tak perlu melakukan ini.”
Ada banyak hal yang tidak Vira ketahui tentang latar belakang yang membuat Aurora melakukan semua ini. Pijar bahkan masih berpikir kalau Aurora mungkin saja sekarang sedang bekerja sama dengan Elang untuk menghancurkannya.
Tanpa disadari oleh dua orang tersebut, Elang mendengarkan obrolan mereka. Ekspresinya begitu datar, tetapi ada seringai di bibirnya penuh arti.
***
Pernikahan itu tidak mewah seperti yang diinginkan oleh Ruby sebelumnya. Namun, bisa dirasakan begitu khidmatnya acara akad nikah tersebut. Tamu yang datang benar-benar hanya teman dekat dari dua belah keluarga sehingga acara itu sungguh begitu nyaman.Sepanjang acara, Orion tidak melepaskan Ruby sama sekali. Entah itu dengan menggenggam tangannya, memeluk pinggangnya, atau hanya menempelkan bahunya dengan bahu Ruby. Lelaki itu seolah tidak ingin ditinggalkan oleh Ruby. Acara itu hanya berjalan dua jam, tetapi Orion merasa dia lelah luar biasa.“Pa, Ma, aku pamit.” Ruby berdiri di depan anggota keluarganya untuk pergi dari rumah dan tinggal berdua dengan Orion. Mereka bahkan tidak ingin seharipun menginap di rumah orang tua Ruby.“Kamu baik-baik, ya. Sekarang kamu sudah menjadi istri. Yang nurut sama suami. Kalau ada sesuatu yang dirundingkan dan jangan asal ambil keputusan sendiri,” pesan ibunya dengan mata berkaca-kaca.“Iya, Ma. Aku ngerti.” Ruby mengangguk dan tidak lagi banyak bic
Ruby tampak anggun dengan dress navy di bawah lutut. Rambutnya diurai dengan model curly, make up tipis menghiasi wajahnya. Keseluruhan penampilannya begitu cantik luar biasa. Sebelumnya dia tak pernah berpenampilan seperti ini. Tentu saja hal itu membuat Orion tampak terpesona. Senyum tipis penuh makna itu terlihat di bibirnya. Dua keluarga itu duduk berhadapan untuk membicarakan masalah pernikahan. Pada akhirnya, hubungan yang dianggap tidak akan bertahan lama itu ternyata akan berakhir di pelaminan. “Untuk mengikat keduanya, kami sudah menyiapkan cincin pertunangan untuk mereka. Maaf kalau sebelumnya kami tidak mengatakan apa pun terkait ini, tapi, akan lebih baik kalau mereka tunangan lebih dulu.” Pijar meletakkan kotak cincin di atas meja dengan keadaan terbuka. Dua cincin berkilauan itu terlihat. Satu cincin bertahtakan berlian itu tampak begitu mewah dan indah. Cincin itu diperuntukkan untuk Ruby dan satu cincin polos tentu saja untuk Orion. “Bu Pijar, bukankah ini terlalu
“Pasti ada hal penting yang ingin dr. Daniel katakan kepada kami sehingga jauh-jauh datang ke kantor kami.” Elang menyambut dengan baik kedatangan Daniel. Setelah mengetahui jika Elang adalah seorang CEO, lelaki itu tampaknya mengubah pandanganya tentang Orion. Dia belum tahu mendalam tentang Orion dan keluarganya dan hanya dengan semua ini saja dia sudah terkejut luar biasa. Daniel mengangguk sebelum berbicara. “Ruby menerima tawaran Orion. Dia mau menikah dengan Orion dan saya diminta Papa untuk menemui Pak Elang untuk membicarakan tentang ini. Kapan keluarga kami bisa datang ke kediaman Pak Elang untuk membahas pernikahan?” Elang menatap Orion yang juga tengah menatapnya dengan serius. Dia tak memiliki apa pun untuk dikatakan. Lelaki itu hanya diam seolah masih mencerna setiap kejadian yang terjadi hari ini. “Kalau memang ingin membicarakan pernikahan, kami saja yang akan datang. Sekalian melamar secara resmi.” Elang menjawab dengan lugas dan tegas. “Tidak, Pak. Bapak dan kelu
“Aku sudah memutuskan untuk menikah. Nggak peduli kalau hanya menjadi ibu rumah tangga.” Setelah memikirkan selama berhari-hari, akhirnya Ruby mengambil keputusan dan mengatakan kepada keluarganya. setelah makan malam, dia mengumpulkan empat anggota keluarganya untuk diajak berbicara serius. Baginya semua akan sama saja. Dia sekarang terkurung di rumah besar orang tuanya tanpa melakukan apa pun. Semua yang dia mau sudah tersedia dan sekedar menginginkan es krim saja sudah tersedia. Ruby sudah merasa lelah dengan semua yang terjadi sekarang. Biarlah dia menikah dan menjadi istri Orion. Dia tidak pernah apa keputusannya menikah muda adalah keputusan yang tepat, tetapi baginya ini lebih baik. “Aku sudah memikirkan secara matang dan mendalam. Aku akan menikah dengan lelaki yang bisa memberikan aku banyak cinta dan Orion adalah orang itu.” Ruby menatap satu per satu keluarganya. Bisa dilihat bagaimana mereka tampak terkejut yang berusaha ditutupi. Rahang sang ayah tampak mengerat, pun d
Seluruh anggota keluarga Ruby dibuat terkejut dengan kemunculan Orion di rumah mereka. Orion tidak datang sendiri melainkan bersama dengan kedua orang tuanya. Lelaki itu seolah ingin menunjukkan keseriusannya kepada Ruby atas hubungannya dengan gadis itu. Ayah Ruby tentu saja menerima kedatangan mereka dengan santun selayaknya tuan rumah menerima tamu. “Maafkan kami, Pak, kalau kedatangan kami mengejutkan Bapak dan keluarga.” Elang mengawali. “Tujuan kami ke sini tak lain adalah untuk itikad baik kami dalam hubungan Orion dan Ruby.” Ruby yang juga berada di sana pun terlihat terdiam tak mengatakan apa pun. Elang adalah bos besar dan dia bahkan tidak pernah berhadapan langsung dengan lelaki itu sejauh dia bekerja di Infinity. Namun, sekarang lelaki itu tiba-tiba datang dan membicarakan masalah hubungan putranya dengan mantan karyawannya. Sungguh, dalam bayangan Ruby pun dia tak pernah menyangka hari ini akan tiba. “Orion mengatakan jika dia sangat mencintai Ruby dan tidak siap jika
Total sudah dua bulan Orion tidak bertemu dengan Ruby. Jangan tanyakan bagaimana rindunya lelaki itu kepada sang pujaan hati. Setelah dia mendapatkan alamat rumah orang tua Ruby, alih-alih segera mendatangi rumah gadis itu, dia justru terus memutar ucapan sang ayah di dalam kepalanya. Dia selama ini tidak pernah mendapatkan penolakan dalam hal apa pun. Tentu saja ada sebuah ketakutan yang muncul di dalam hatinya jika orang tua Ruby akan menolaknya mentah-mentah. Oleh karena itu, dia belum berani ambil resiko. Namun, semakin dia merasakan rindu itu menggebu, semakin tidak bisa dia mengendalikan emosinya. Hampir setiap hari dia marah kepada orang-orang di sekitarnya. “Silakan, Mas.” Orion terhenyak ketika seorang pelayan datang membawa pesanan makan siangnya. Dia mengangguk dan berterima kasih kepada pelayan tersebut sebelum memulai makan. Merasa ada yang memperhatikan, Orion mendongak dan seperti ada tamparan di wajahnya, tepat di depannya ada Ruby yang menatap ke arahnya. Orion den