Share

06

Tugasku sudah selesai Rizam pun demikian kami membereskan semua peralatan penelitian kami. Kami memutuskan untuk berjaga mengambil jadwal lebih awal dari yang sudah di tentukan. Semuanya menyetujui keputusan kami dan mengubah jadwal untuk Minggu ini.

“Sebaiknya kita istirahat sesudah subuh saja Sen. Aku pikir kita perlu membuka mata agar penjagaan lebih aman. Tapi jika kamu butuh lebih banyak istirahat kamu bisa istirahat saja dulu nanti ku bangunkan” Ucap Rizam. Sebagai jawaban aku menggeleng tidak setuju.

“Aku tidak mengantuk lagi. Tidak apa-apa aku akan berjaga juga sesuai kesepakatan” Jawabku tegas.

Angin malam di tengah hutan membuat kulitku menggigil kedinginan. Untunglah, aku membawa jaket dari tenda tadi, sehingga angin dingin tidak menembus tulang-tulangku. Meskipun kami di daerah perkemahan, namun tetap saja suasana hutan memberikan suasana yang berbeda.

“Aku penasaran dengan persis apa yang kamu lihat tentang suku kanibal” Rizam menatap tenda-tenda kami semua yang berada di depan kami sejauh 10 meter. Tenda-tenda itu di tutupi api unggun yang berkobar menghempaskan kedinginan kami. Di tambah lagi jaket tebalku yang kupakai menambah kehangatan tubuhku.

“Sangat menyeramkan. Aku melihat seseorang yang menjadi korban suku bejat itu. Seseorang itu dikuliti dan di makan bersama-sama tanpa belas kasihan.” Aku menyentuh kepalaku ada memori yang berputar-putar berkelebat di sana. Tapi aku segera menepisnya sebelum Rizam melihatku dan menyuruhku istirahat untuk yang kesekian kalinya.

“Semoga kita selalu selamat dan dilindungi Allah dimana pun dan kapan pun.” Aku mengaminkan doa nya. Ia pun mengamini doanya dengan tulus.

Kami berbincang cukup banyak bahkan hampir tak terasa bahwa jam sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Kami menambah kayu pada api yang sudah hampir redup. Dira dan Faleya muncul dari pintu tenda sambil mengucek kedua matanya ia mengenakan jaket di tubuhnya.

Di tenda lain Azlan dan Kay juga sudah bangun mereka bergegas ke sungai. Aku dan Rizam masih menunggu mereka kembali barulah kami akan segera bersiap menyambut subuh datang. Dan tidak lupa menunggunya dengan menikmati shalat di sepertiga malam.

Subuh pun datang meskipun tanpa adzan kami melihatnya dengan jam yang kami miliki. Kami menentukannya sebagaimana biasanya kami shalat, bahkan agak kami lewatkan sedikit agar lebih pas waktunya. Imam kali ini adalah Kay, Azlan menjadi makmum di belakangnya.

Setelah selesai shalat, aku mendapatkan dispensasi untuk istirahat begitupun Rizam di tenda kami masing-masing. Faleya dan Dira menyiapkan makanan meskipun dengan alat dan bahan seadanya keduanya bahu membahu menyiapkan masakan untuk pagi ini. Kay dan Azlan membantu menyiapkan dan membereskan halaman perkemahan.

Tapi ada yang berbeda pagi ini, aku sempat terpejam beberapa saat sebelum akhirnya mereka membangunkanku untuk sarapan. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, namun langit masih gelap.

Kami sudah bersiap dengan mengenakan jas kami, niatnya pagi ini kami akan meneliti lebih pagi dari kemarin. Sebab kami ingin menuntaskan masalah tumbuhan dan ingin fokus pada penelitian. Jadi, jika nanti ada kekurangan bahan barulah kami akan kembali ke hutan untuk mengambil bahan.

Saat berada di karpet serbaguna kami, kami menyebutnya demikian sebagai gelar atas fungsinya yang sangat banyak. Antara lain untuk shalat, makan, dan berjaga malam. Kami bertanya perihal cuaca pagi ini satu sama lain. Kami saling menimpali satu sama lain.

“Antara tadi malam dan pagi ini sama-sama dingin.” Faleya berpendapat.

“Aku pun demikian. Bagaimana denganmu Sen?” Sahut Dira sambil bertanya menatapku.

“Sepanjang malam aku berada di samping api dan jaket pun ku kenakan. Aku mendapatkan kehangatan yang cukup. Tapi memang ada yang aneh. Selama di sini kita belum pernah merasakan hujan, biasanya sebelum hujan kita akan gerah. Tapi kenapa malah dingin begini ya, selama ini kan tidak pernah ada hujan yang turun yang bisa mempengaruhi suhu udara.”

Aku mengatakan sambil mengingat sedikit kebiasaan suhu di kotaku. Tapi, mungkin di tempat ini berbeda dari kotaku. Atau ada hal yang belum bisa dijelaskan mengenai ini.

“ Aneh !” Azlan bergumam.

Semuanya menatapnya, tidak ada percakapan lain. Kami segera menyelesaikan sarapan dan membereskan peralatan. Tak lupa pula kami membereskan karpet serbaguna. Cuaca sepertinya akan menurunkan hujan dengan lebat.

Tak lama kemudian hujan turun mengguyur perkemahan kami. Kami berlari menuju tenda tapi Azlan menyuruh kami berada dalam satu tenda. Dan ia menyuruh kami untuk menempati tenda laki-laki karena tenda mereka memang lebih besar dari kami.

Setelah berada dalam satu tenda Kay mengambil jas hujan plastik yang berada di sudut belakang tenda. Ia memakainya tanpa penjelasan kemudian keluar tenda. Ia mengambil kayu-kayu yang sudah basah karena hujan. Ia membawanya ke tempat penampungan kayu yang ia buat tadi sambil membersihkan halaman. Ia memikirkan untuk membuat bangunan untuk menyimpan kayu dan ternyata memang di butuhkan.

Bentuknya seperti persegi tanpa pembatas apa pun hanya ada empat pondasi dari kayu yang cukup besar setinggi 2 meter dan atapnya dari karpet tipis plastik yang belum di pakai. Di tambah dengan kayu yang berbentuk vertikal sebagai penyangga agar tidak jatuh saat ada hujan maupun hal lain jatuh di atasnya. Ide ini sangat brilian ia berhasil membuatnya dan sekarang kayu itu sebagian sudah ada di sana.

Azlan dan Rizam yang melihat itu kemudian bergegas menyusul. Mereka membantu menyelesaikan kayu itu. Kayu yang tersisa hanya tinggal sedikit paling hanya untuk satu hari atau dua hari lagi.

Mereka kembali lagi ke tenda dengan jas hujan plastik yang masih mereka pakai dengan terburu-buru. Azlan melepas jas hujan begitupun dengan Kay dan Rizam, mereka terlihat cemas satu sama lain.

“Apa yang mengganggu,?” Tanyaku pada keduanya. Kay menatap hujan yang turun dengan derasnya. Aku pun menatapnya, awan kelabu dan hujan lebat membuat keheningan.

“Hujan masih enggan berhenti, kita gagal meneliti sesuai jadwal” Kay menjawab apa adanya.

“Yang lebih mencemaskan lagi langit belum menunjukkan tanda-tanda hujan akan reda. Aku khawatir ini akan berlangsung lama. Kita juga perlu menambah bahan makanan untuk besok pagi” Rizam menimpali.

“Benar Kay, Zam. Kita tunggu sebentar lagi jika hujan enggan berhenti kita akan keluar untuk memeriksa keadaan.” Azlan menjelaskan dan mencoba memberikan solusi. Aku mengangguk setuju dengan idenya, kali ini ia bersikap bagaimana sikap seorang kapten seharusnya. Tidak banyak menuntut dan pastinya bertanggung jawab.

“Aku setuju” Ujar Kay dan Rizam. Faleya dan Dira pun demikian kami semua sepakat.

Jam menunjukkan pukul 09.00 hujan masih sama, kondisi dan situasi masih sama tidak ada perubahan. Azlan beranjak dari duduknya, ia mengambil jas hujan. Begitu juga dengan Kay dan Rizam. Mereka siap menerima perintah.

“Sesuai kesepakatan aku akan mengecek keadaan di sekitar.” Ujarnya.

“ Kay akan ikut, aku berharap Rizam juga ikut tapi kamu punya tanggung jawab lebih besar Zam. Tetaplah di tenda jaga mereka dan juga tenda kita. Aku dan Kay akan segera kembali.” Azlan tersenyum pada Rizam. Yang mengangguk mantap, Rizam agak sedikit kecewa dengan keputusan ini. Tapi dia tidak punya pilihan lain akhirnya ia pasrah dan menyetujuinya.

“Kami bisa menjaga diri!” Seruku pada Azlan. Sebagai jawaban ia menggeleng keras. Ia tidak ingin meninggalkan tenda tanpa seorang lelaki pun didalamnya.

“Kalian akan tetap di temani Rizam. Ini perintah!” Serunya menolak pernyataanku. Aku diam pasrah dan menerima keputusannya.

“Lagipula kita tau kondisi sekitar. Aku tidak ingin ada yang menggangu kita apalagi jika kalian hanya bertiga pasti sangat beresiko. Percayalah, kami akan kembali secepatnya.” Kay mencoba menepis kekhawatiran kami. Faleya menjawabnya.

“Baiklah”

Aku mengangguk dan tersenyum kecut dengan ucapan Kay. Semoga mereka baik-baik saja. Hujan masih terus turun bahkan saat keduanya sudah keluar tenda. Rizam ikut keluar untuk menutup jaring yang kontrolnya ada di samping tenda, sehingga tidak bisa ditutup atau pun di buka dari luar.

Azlan dan Kay mengangguk ke arah Rizam sebagai bentuk kesepakatan dan pamitan sebelum berangkat. Kemudian keduanya pun berjalan menyusuri hutan menerobos hujan yang deras. Mereka berdua berjalan menuju tempat penelitian kemarin, keduanya tiba di tempat penelitian Azlan sambil mengamati sekitar. Tempat penelitian Azlan yang dekat dengan danau membuat hujan yang jatuh di atas danau memercik ke permukaan danau lain. Keduanya mengambil bahan-bahan sesuai kebutuhan sesekali meneliti apa yang perlu dan dibutuhkan.

“Kapten, aku tidak bisa membantu mencatat. Keadaan hujan deras tidak memungkinkan” Kay menjelaskan suaranya samar kalah dengan suara hujan, namun masih terdengar jelas di telinga Azlan. Azlan mengangguk setuju dengan ucapannya.

“Tidak perlu di catat, tujuan kita bukan hanya untuk ini kan.” Ia menjawab menenangkan.

Tak lama dari perbincangan mereka, tiba-tiba segerombolan burung muncul di balik semak di seberang danau. Burung itu mendekat ke arah mereka dengan suara khas. Burung itu berwarna coklat muda dengan ukuran yang sama. Keduanya berlari agar terhindar dari burung-burung itu.

Masih dengan jas hujan yang sama, keduanya berlari ke sembarang arah. Mereka melewati pohon-pohon besar dan berhasil pergi dari jangkauan burung-burung itu. Mereka bersembunyi di balik pohon besar.

Awan sangat gelap, lebih gelap dari sebelumnya. Hujan tetap tidak mau menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Tidak seperti hujan di kota hujan di sini sangatlah berbeda.

“Kay, aku ada ide untuk mengelabuhi burung-burung itu. Aku akan mengalihkan perhatian mereka.” Ujar Azlan.

“Apa yang akan kita lakukan kapten?” Kay bertanya.

“Aku ingin mereka pergi dan meninggalkan kita berdua disini” Azlan meyakinkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status