Share

08

Kay menatap Azlan berusaha mencari penjelasan. Dari sirat matanya seolah banyak sekali pertanyaan di benaknya. Ia melangkah sedikit lebih dekat ke pembatas pepohonan.

Tak hanya cuaca di sini yang aneh karena yang tadinya hujan deras berubah menjadi terik. Namun, cuaca di desa sebelah juga tak kalah aneh yang awalnya terik berubah menjadi hujan deras seketika seperti hujan sebelumnya di daerah desa damai. Meskipun sebelumnya di sana terik panas matahari dan tidak ada tanda-tanda hujan akan turun.

Tapi setelah air di dalam kendi itu di tuang pada titik pusat itu, semuanya berbalik seketika. Banyak pertanyaan pula di benak Azlan dengan semua hal yang yang ia lihat sejak tadi. Tidak hanya aneh, ini seolah sihir baginya. Ia pun tidak yakin hujan ini merata di desa damai sebagaimana hujan pada umumnya.

“Kapten, ini sulit dijelaskan. Banyak sekali pertanyaan di benakku” Kay masih terus menatap apa yang ada di depannya.

Setelah wanita itu menyiram air, ada senyum terukir di wajahnya. Hujan deras mengguyur tubuhnya tapi tidak ada kekhawatiran di dalam dirinya. Ia tetap diam membiarkan seluruh tubuhnya basah oleh air hujan itu.

“Aku melihat apa yang kau lihat Kay, kurang lebih pertanyaanmu tak jauh berbeda denganku” Azlan menjawab.

Setelah wanita itu basah kuyup, ia membawa kendi itu dan pergi dari sana. Hal aneh yang baru terlihat adalah derasnya air hujan tidak membasahi benda setinggi 150 senti meter itu. Keduanya mencoba memahami apa yang mereka lihat.

“Ini sebuah permainan Kay” Gumam Azlan yang di setujui oleh Kay.

“Benar kapten. Dan sebaiknya kita segera kembali ke perkemahan untuk memikirkan hal ini lebih dalam. Kita juga harus menunaikan shalat duhur sebelum waktunya habis” Kay mengajak Azlan.

“Aku setuju. Mari kita kembali ke perkemahan, lebih cepat lebih baik Kay.” Kay setuju mereka kemudian mereka meninggalkan daerah perbatasan desa. Mereka berlari agar lebih cepat sampai di perkemahan.

***

“Mengapa hujan ini tiba-tiba berhenti dan cuaca seketika berubah menjadi terik matahari seperti ini?” Pertanyaan itu tak tertahankan di dalam benakku, aku perlu sebuah jawaban. Kami semua keluar dari tenda saat hujan reda dan berganti dengan terik matahari.

Sisa-sisa air di atas rumput hijau yang terhampar di halaman perkemahan masih terlihat jelas. Langit kembali cerah berwarna biru sebagaimana biasanya. Seolah tidak ada hujan deras sebelumnya.

“ Ini gila!” Rizam menggumam sambil terus menatap langit. Namun hal itu tidak mengubah kekhawatiran kami pada Azlan dan Kay. Mereka berdua belum kembali sedangkan cuaca berubah dengan aneh. Tanda tanya dalam pikiran kami semakin membesar.

“Abaikan dulu soal cuaca, aku khawatir dengan kapten dan Kay” Faleya masih terlihat pucat, kondisi mereka berdua bahkan lebih penting dari cuaca yang sangat aneh ini. Ia tidak memperdulikan apapun tentang cuaca ini.

“Ini sudah hampir lima jam. Apa kita akan tetap menunggu?” Dira mulai mengutarakan kecemasannya. Semua terdiam masih bingung menimbang-nimbang.

“Aku pun memikirkan hal yang sama.” Rizam terlihat gelisah dalam posisinya.

Namun tak lama dari pembicaraan mereka dua sosok laki-laki yang sangat mereka kenali muncul di balik pintu masuk jaring. Melihat itu aku segera berlari menuju tali kontrol dan memutarnya hingga pintu terbuka. Setelah keduanya masuk aku memutar balik tali kontrol.

Rizam menepuk bahu Azlan dan Kay saat keduanya tiba di hadapan kami. Aku mengamati kondisi mereka, aku bersyukur dalam hati mereka selamat. Tapi, saat melihat tangan Kay yang terbalut daun herbal aku langsung mengajukan pertanyaan.

“Kau terluka. Apa yang terjadi?” Rizam menatap Azlan ia melihat baju keduanya yang sudah kotor karena menghindari burung tadi.

“Kita perlu bicara di dalam” Azlan menjawab singkat menatap kami semua.

Mereka kembali ke dalam tenda seperti sebelumnya. Sena mengambil kotak p3k yang di simpan di dalam kotak putih di sudut tenda. Segera mungkin ia membersihkan luka Azlan dan membalut lukanya dengan perban tanpa aba-aba.

“ Jadi, ceritakan apa yang terjadi kapten!” Rizam mendesak.

“ Kami meneliti tumbuhan seperti kemarin. Dan memilih tempat dekat danau di wilayah penelitianku. Tiba-tiba burung menyerang kami. Hingga akhirnya kita berlari menjauh dan mengelabuhi mereka dengan jas hujan kami. Dan setelah itu, seekor burung mencakar tanganku sesaat sebelum aku berlari menjauh dari terkaman mereka”

Azlan meringis menjeda cerita, saat Sena membersihkan lukanya. Masih belum ada percakapan lain selain pokok masalahnya. Kay membuka jasnya yang sudah berubah warna sambil mendengarkan ucapan Azlan.

“Setelah itu, kami melihat hal aneh dari arah desa seberang tepatnya di daerah suku kanibal itu. Tepat di tempat aku dan Sena melihat ritual aneh malam itu. Dan kali ini lebih aneh” Azlan memijit kepalanya dengan tangan kanannya. Berpikir keras menjelaskan sesederhana mungkin.

“Kami melihat desa itu memiliki cuaca yang terik berbeda dengan cuaca kita yang hujan deras. Kemudian tak lama setelah itu seorang wanita menyiram air dari kendi pada sebuah benda setinggi satu setengah meter yang terletak di tengah tanah kosong itu. Seketika cuaca berubah menjadi terbalik” Jelas Azlan.

Semuanya menjadi terdiam dalam pikirannya masing-masing. Mencerna kalimat itu seolah mustahil dalam akal sehat manusia. Antara percaya dan tidak namun hal itu benar-benar terjadi.

“Itu berarti kita dalam bahaya, jika tidak paham bagaimana kehidupan mereka. Kita tidak cukup berdiam diri seperti ini, mungkin kita perlu mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya di balik cerita ini.” Rizam mengusulkan. Kay mengangguk setuju begitu pun dengan yang lainnya.

“Langkah berikutnya apa yang akan kita lakukan?” Faleya yang sudah terlihat membaik bertanya. Wajahnya sudah tidak pucat seperti sebelumnya. Ia sudah kembali ke wajah semulanya.

“Pak tua! kita akan bertanya padanya” Ujar Azlan. Semuanya setuju dengan ucapannya.

“Kalau begitu, kapan kita akan ke sana?” Sena bertanya.

“Sore ini.” Azlan menjawab singkat dan mantap.

“Kalau begitu, kau harus pergi secepatnya.” Sena berpendapat.

“Kalau begitu Rizam akan menemanimu.” Kay mengusulkan.

“Tidak. Sebaiknya Rizam mencari bahan makanan dengan Dira. Dan kamu Kay, kau mencari kayu bakar sebanyak mungkin dengan Faleya. Aku akan pergi bersama Sena ke rumah pak tua. Dan kita semua akan kembali sebelum malam datang” Azlan menggenggam tangannya yang sudah selesai di perban. Sena membereskan kotak p3k yang sedikit berserakan.

“Kalau begitu aku akan bersiap” Ujar Kay di ikuti oleh Rizam dan lainnya. Sebelum itu Azlan dan Rizam menunaikan shalat duhur. Setelah itu mereka bersiap melaksanakan misi mereka sore ini.

Pas setelah menunaikan shalat ashar semuanya keluar dari tenda dengan mengubah kontrol menjadi mode out control yakni tali kontrol yang di ubah agar jaring bisa di buka dari luar. Meskipun membutuhkan waktu sekitar enam puluh menit untuk menyelesaikan itu akhirnya perubahan itu selesai. Satu hal yang pasti tali kontrol itu hanya bisa di buka oleh Azlan, Rizam, dan Kay sebab mereka mengikat sedemikian rupa dengan kencang. Agar perkemahan aman dari hewan buas jika tiba-tiba ada hewan buas menyerang.

“Bismillah. Semoga kita kembali dengan selamat dan mendapatkan apa yang kita butuhkan” Azlan mengucap kalimat perpisahan itu dengan tegas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status