Anna melirik Marcus di sebelahnya sejenak, lalu mengambil jus yang ia ambil tadi dan meminumnya.
Mereka berdua menikmati minumannya dalam diam dengan latar suara tv di depan mereka.
Dalam hati Anna bertanya-tanya, mengapa Marcus terlihat tenang di sini? Bukankah ini sudah cukup larut untuk bertamu? Mengapa dia belum memutuskan untuk pulang?
Sebenarnya Anna ingin mengingatkan pria itu, namun ia sedikit merasa segan untuk sekedar menanyakan kapan pria itu akan pulang.
Marcus yang menyadari tatapan Anna padanya otomatis memutar pandangan menatap Anna, “Ada apa?” tanyanya dengan bingung.
“Dari tadi kau memperhatikanku? Apa ada yang aneh di wajahku?” tanya Marcus sembari menyentuh wajahnya mencari hal aneh yang mungkin saja menempeli wajahnya.
Anna langsung menggeleng dan menjelaskan, “bukan itu! Tidak ada yang aneh pada wajahmu,” jawabnya dengan gugup dan malu .
“Lalu?” tanya Marcus kembali
Pagi harinya Anna terbangun dengan pikiran linglung, ia terbangun dengan seorang pria berbaring di sebelahnya. Mata pria itu tertutup, wajahnya yang tampan benar-benar menjadi pemandangan indah di pagi hari. Namun yang Anna rasakan bukanlah kebahagiaan, sebaliknya ia justru merasa kacau.Rasa bersalah benar-benar menghantam hati dan pikirannya.‘Mengapa aku harus bertemu denganmu ketika kau akan menikah? Jika bisa, aku ingin Tuhan lebih cepat mempertemukanku denganmu,’ batinnya lirih. Tangannya terulur hendak menyentuh wajah Marcus, namun terhenti ketika melihat kening pria itu berkerut seolah pria itu akan terbangun dari tidurnya.Anna buru-buru menjauhkan tubuhnya, berusaha memberi jarak pada tubuh Marcus.Untungnya semalam ia dan Marcus sempat mandi dan memakai pakaian terlebih dahulu sebelum tertidur, sehingga pagi ini ia tidak begitu malu melihat Marcus yang juga mengenakan pakaian.“Kau sudah bangun?” suara berat Marcu
Setelah kejadian itu, Anna benar-benar berusaha menghindari Marcus. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika bertemu dengan pria itu. Ada perasaan kecewa dan juga marah dalam hatinya terhadap perbuatan Marcus. Tidak seharusnya pria itu menggodanya lalu meninggalkannya begitu saja tanpa memberikan penjelasan apapun. Ia merasa menjadi wanita murahan yang merebut tunangan orang lain. Tapi, Anna berusaha menepis rasa bersalahnya terhadap Lisa. Lagipula jika ia mampu bersikap seolah itu bukan masalah, maka tidak akan ada yang terjadi ke depannya. Mereka bisa menganggap kejadian malam itu hanyalah kecelakaan karena Marcus yang mabuk. Benar, tidak ada untungnya jika Anna mencoba meminta Marcus untuk bertanggung jawab. “Kau melamun lagi,” Rosy memasuki ruangan Anna dan menegur temannya itu. Ia meletakkan beberapa file klien baru di meja Anna lalu duduk di kursi depan Anna. “Sebenarnya apa yang menggangu pikiranmu selama dua hari ini? Kau sel
Di tempat lain, Ernest sedang duduk di sofa memandangi ponselnya dengan kening berkerut. Lisa yang melihat tingkah aneh ernest pun mendatangi pri aitu dan sedikit mengintip layar ponsel Ernest sambil bertanya, “Apa yang sedang kau lihat? Dari semalam kau selalu memandangi ponselmu. Kau bahkan menolak bermain denganku,” keluhnya sambil duduk di sebelah Ernest dan memeluk lengannya dengan manja. Ernest buru-buru menyimpan ponselnya di saku dan dengan ekspresi datar menjawab, “Bukan apa-apa, aku hanya sedang menunggu kontrak dari agensi.” Ia melirik penampilan Lisa sejenak dan balik bertanya, “Apa kau sudah mau pergi?” tanyanya, lalu melingkarkan lengannya pada pinggang ramping Lisa dan sedikit memberikan kecupan di pipi gadis itu. Lisa tersenyum setelah mendapatkan kecupan mesra dari Ernest, ia pun membalas kecupan di pipi pria itu sebelum beranjak dari sofa dan mengambil tasnya, “Ya, aku harus pergi sekarang.” Ernest pun ikut berdiri dan berjalan mengantar Lis
Esoknya pada pukul lima sore, sebuah mobil mewah Roll Royce Phantom berwarna hitam berhenti tepat di salah satu parkiran gedung tiga lantai AW Organizer milik Anna. Rosy yang kebetulan sedang berdiri di balkon ruangannya dapat melihat sosok Ernest yang turun dari mobil mewah tersebut. Dahinya berkerut dalam, ekspresinya terlihat tidak senang setelah melihat Ernest benar-benar mendatanginya hari ini. ‘Pria gila yang nekat,’ batinnya. Rosy menghela nafas sejenak berusaha meredakan rasa jengkelnya sebelum kembali memasuki ruangannya dan duduk di kursinya menunggu Ernest memasuki ruangannya. Dalam diam dia memikirkan berbagai kalimat yang akan dia katakan pada Ernest. Saat ini ia benar-benar masih tidak mengerti jalan pikiran pria playboy itu, ia juga sebenarnya tidak ingin benar-benar terlibat dalam hubungan rumit antara Ernest dan Lisa. Ugh, memikirkannya saja sudah membuat Rosy sakit kepala. ‘knock knock’ “Nona Woods, tuan Mars datang meminta pertemuan dengan Anda,” seorang gadis c
Seminggu berlalu tanpa kabar yang berarti dari Marcus. Pria itu benar-benar menjaga kata-katanya untuk tidak mengganggu Anna lagi di perdebatan terakhir mereka. Memang inilah yang terbaik, tapi entah mengapa hal ini justru mengganggu pikiran gadis itu dan membuatnya tidak bisa tenang dalam melakukan pekerjaannya. Tak jarang ada rasa rindu yang menggelitik hatinya terhadap pria itu. Namun, Anna harus sadar dan mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak menjadi wanita yang rendah. Benar, harga dirinya tidak mengizinkannya.Pagi itu Anna tiba di kantornya dengan wajah pucat dan lingkaran hitam di mata. Mengalami insomnia selama beberapa hari membuatnya menghabiskan waktu dengan bekerja terlalu keras hingga tubuh gadis itu mencapai batasnya. Rosy yang juga baru tiba di kantor refleks menahan tubuh Anna yang sedikit terhuyung ketika hendak memasuki lift. “Kau baik-baik saja? Astaga! Badanmu panas sekali, Anna!” Anna sedikit menyipitkan matanya yang terlihat tidak fokus menatap Rosy di seb
Anna menangis meluapkan seluruh emosinya yang tertahan selama ini seolah hanya dengan menangislah ia dapat menunjukkan perasaannya terhadap Marcus. Di lain sisi, Marcus dengan tenang memeluk gadis itu dalam diam dan memberikan tepukan lembut di punggungnya. Ia yakin Anna tidak membutuhkan kata-kata apapun saat ini selain pelukan lembutnya. Meskipun terkadang pikiran telur orak arik yang ia buat terbengkalai setengah matang di atas kompor membuat pikiran Marcus terganggu, tapi ia menahannya demi memberikan kenyamanan terhadap Anna. “Kau sudah lebih tenang?” tanyanya setelah merasakan Anna melepas pelukannya dengan tubuh yang tidak lagi bergetar karena menangis. Marcus mengambil tisu di atas meja dan mengelap sisa air mata Anna dengan lembut. Ia tertegun sejenak memperhatikan hidung, mata, dan bibir gadis itu yang memerah sehabis menangis. Tapi rona pucat dan lelah tidak mampu tertutupi oleh kecantikannya. “Rosy memberitahuku semuanya, kau benar-benar sudah mengabaikan kesehatanmu
“Jadi, sekarang kamu milikku, benar?” Marcus menatap Anna dengan intens, kedua lengannya melingkari pinggan gadis itu dengan erat seolah takut gadis itu akan menghilang dari dekapannya. Anna terdiam menatap pria itu, ia menjawab dengan nada takut dan ragu, “...ya, tapi, bagaimana jika calon istrimu nanti mengetahuinya?” jawabnya sembari meremas lengan Marcus. “Dia tidak akan tahu selama kita tetap diam dan menyembunyikannya,” jawab Marcus dengan tatapan melembut ia lalu melanjutkan, “...lagipula, kami jarang bersama. Dia akan tetap sibuk dengan pekerjaannya meskipun kami menikah nanti.” Marcus menundukkan kepalanya dan menghirup aroma tubuh wanita di dekapannya dengan intens. Ia sangat menyukai aroma feromon yang dimiliki oleh Anna, ini benar-benar memabukkan dan menggoda. Bibirnya sesekali memberikan kecupan ringan di leher dan bahu terbuka gadis itu. Anna yang menerima sentuhan demi sentuhan menggoda itu seketika merasakan merinding di sekujur tubuhnya, hasratnya terhadap pria it
“Kenapa tidak beli baju baru saja? Bukankah itu lebih praktis?” Ernest kembali menggerutu ketika ia sedang di dalam lift menuju lantai apartemen Rosy yang kebetulan tinggal bersama Anna. Malam ini adalah jadwal tidur bersama mereka, dan Rosy menolak untuk langsung pergi ke hotel dengan alasan ingin mengambil baju ganti dahulu di apartemennya. Meskipun alasan sebenarnya gadis itu adalah karena ia khawatir pada sahabatnya Anna dan ingin memeriksa keadaannya dahulu. Tidak mungkin ia bisa pergi bersenang-senang sementara temannya sedang sakit, bukan? Yah, meskipun sebenarnya keadaan Anna tidak seburuk yang Rosy bayangkan. ”Berhenti mengeluh atau kita batalkan agenda malam ini,” jawab Rosy dengan tegas. Ia sedikit jengkel mendengar rengekan Ernest di sepanjang perjalanan tadi yang seperti anak kecil. Entah mengapa pria di sampingnya ini semakin hari semakin menunjukkan sikap kekanakannya. Dan itu benar-benar cukup membuat Rosy terkejut akan perubahan drastis dari Ernest terhadapnya. M