Share

BAB 6 – Ancaman

Setengah jam telah berlalu, Rosy sesekali melirik jam di tangannya dengan ekspresi gelisah menunggu Ernest keluar dari kamarnya. Ia merasa seperti seorang gadis bodoh karena rela menunggu pasangan itu melakukan hal tak senonoh sementara ia berada di apartemen itu juga untuk menunggu mereka selesai.

“Aku pergi dulu, sayang.”

Suara pintu terbuka yang disusul dengan suara seorang gadis dengan nada menggoda terdengar dari balik punggung Rosy. Refleks ia menoleh ke belakang dan kembali melihat bagaimana Lisa mengabaikannya dan dengan santai mencium Ernest di bibir sebelum berbalik melirik Rosy dengan acuh tak acuh sambil berjalan melewatinya untuk pergi sementara Ernest mendampinginya hingga ke pintu apartemen.

Setelah Lisa pergi, Ernest menutup pintu lalu berjalan menghampiri Rosy yang masih duduk di sofanya dengan kulit wajah yang memerah antara merasa marah sekaligus malu.

Ernest memperhatikan ekspresi gadis itu sejenak sebelum duduk di sofa sebelah Rosy dan menatapnya dengan ekspresi serius.

“Kenapa kau menatapku begitu?” tanya Rosy akhirnya karena merasa tidak tahan ditatap dengan begitu tajam oleh Ernest.

“Kau sebaiknya menutup mulut dan tidak mengatakan apapun mengenai apa yang kau lihat hari ini.”

Mendengar nada mengancam itu, Rosy mau tak mau mengerutkan dahinya dengan bibir terkatup rapat menahan emosinya. Ia merasa begitu jengkel pada sikap brengsek Ernest yang membuatnya sedikit muak.

Rosy melambaikan tangannya seolah itu bukan hal yang sulit dan berkata dengan acuh tak acuh, “Aku tidak peduli pada urusan pribadi kalian. Jadi, bisakah kita mulai sekarang? Aku benar-benar sudah membuang banyak waktu di sini.”

Sedikit terkejut, Ernest tidak percaya bahwa Rosy akan melepas hal ini begitu saja. Terlebih menilik dari ekspresi gadis ini sebelumnya saat melihat Lisa, ia pasti mengenali Lisa. Ernest menatapnya semakin curiga dan bertanya kembali dengan nada sinis, “Apa kau mengatakan yang sebenarnya? Kau bisa dipercaya? Kau sungguh tidak akan membocorkan hal tadi untuk mengambil keuntungan dariku bukan?”

Rosy menghela napas kasar dan merasa sikap pria di depannya semakin membuatnya jengkel, lalu menjawab dengan ketus. “Tuan Mars, kau klienku. Aku datang ke sini hari ini murni hanya ingin berdiskusi perihal urusan pekerjaan kita. Dan juga kau lah yang telah mengundangku ke sini. Lagipula, apapun yang kau lakukan itu bukan urusanku dan aku sungguh tidak peduli.”

“Kuharap kau benar-benar jujur dengan apa yang kau ucapkan,” putus Ernest akhirnya mencoba mempercayai Rosy, ia melanjutkan, “kalau begitu, ayo kita mulai diskusinya.”

Setelah mengatakan itu, Ernest berpindah duduk ke sebelah kiri Rosy. Hal ini membuat Rosy tersentak kaget dan sedikit menggeser tubuhnya memberi ruang di antara mereka agar Ernest tidak terlalu dekat dengannya. Wajahnya sedikit memerah saat tanpa sengaja menghirup harum tubuh pria itu. Harum sabun dan juga parfum yang dipakai Ernest entah mengapa membuat Rosy sedikit gugup dan membayangkan hal aneh. Apalagi saat ini mereka hanya berdua di apartemen pria itu.

“Baiklah, aku sudah menghubungi beberapa desainer untuk membuat gaun pengantinnya, dan aku sudah mengambil beberapa rancangan mereka. Mungkin kau bisa memberikan ini kepada calon pengantin itu untuk memilihnya.” Rosy mengeluarkan sebuah map berisi beberapa lembar rancangan kasar gaun pengantin yang telah ia kumpulkan dari beberapa desainer terkenal dan menyerahkannya kepada Ernest.

Ernest menerima map itu dan membukanya, lalu mengeluarkan isinya dan mulai memeriksa beberapa rancangan dengan ekspresi serius. “Apakah kau datang ke sini hanya untuk menyerahkan ini?” tatapan Ernest kembali menatap Rosy dengan tatapan menyelidik. Ia merasa ini hal yang bisa mereka lakukan tanpa harus bertemu langsung mengingat teknologi zaman sekarang semakin canggih.

Rosy bisa saja mengirimkan foto-foto ini melalui aplikasi chat tanpa harus bertemu langsung dengannya.

Menelan salivanya dengan gugup, Rosy memasang senyum pahit mendengar ucapan pria itu dan buru-buru menjawab sebelum Ernest semakin salah paham padanya. “Tentu saja tidak, aku juga ingin memberitahumu jika kami sudah menghubugi beberapa florist dan membuat janji untuk bertemu hari ini. Jadi, aku datang untuk mengajakmu ke toko bunga itu dan memilih langsung bunga-bunga yang para pengantin itu inginkan.”

Terdiam, Ernest memperhatikan Rosy sejenak sebelum beranjak berdiri setelah menyusun berkas-berkas tadi. “Baiklah, kalau begitu kita bisa pergi sekarang. Aku tidak punya banyak waktu kosong hari ini.”

“Huh? Ah, ya baiklah. Itu lebih bagus.” Rosy buru-buru berdiri dan sedikit tersandung saat kakinya mati rasa karena terlalu lama duduk ketika menunggu Ernest. Dengan sigap Ernest menahan tubuh Rosy dengan memegang lengannya hingga tubuh Rosy menabrak tubuhnya. “Kau baik-baik saja?” tanya Ernest.

Wajah Rosy memerah seperti tomat matang dan wajahnya terasa begitu panas sebelum cepat-cepat menjauhkan tubuhnya dari Ernest. “Y-ya, aku baik-baik saja. Terimakasih.” Jawabnya.

Ernest memastikan Rosy dapat berdiri dengan benar sejenak sebelum melepaskan lengannya dan mengangguk. “Baiklah, ayo kita keluar.” Putusnya kemudian.

Rosy mengangguk lalu segera berjalan dengan kaki sedikit diseret karena mati rasa menuju pintu. Di belakangnya, Ernest mengikuti Rosy dan mengulum senyum geli memperhatikan tingkah malu-malu gadis itu. Ia merasa sikap polos dan naif Rosy benar-benar lucu. Ernest menutup pintu apartemennya lalu memasuki lift menuju parkiran bersama Rosy dalam diam.

Ketika Rosy berjalan menuju mobilnya, Ernest tiba-tiba menahan tangannya dan menariknya ke arah lain. “Huh? Apa yang kau lakukan Tuan Mars? Mobilku ada di sana!” ucapnya dengan panik.

“Kita naik mobilku saja, biarkan mobilmu di sini.” Jawaban Ernest membuat Rosy tercengang. Ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Ernest. Tapi setelah ia pikirkan lagi, memang lebih efektif dan efisien jika mereka pergi bersama dalam satu mobil. Akhirnya gadis itu hanya bisa pasrah saat Ernest tetap menarik lengannya hingga membawanya masuk ke mobil sport pria itu.

Diam-diam Rosy mencuri pandang pada Ernest di sebelahnya yang mulai menghidupkan mobil ketika memasang sabuk pengaman. Ia tiba-tiba merasa penasaran pada hubungan Ernest dan juga Lisa. Ia yakin hubungan mereka berdua bukanlah hubungan biasa mengingat betapa mesranya mereka berdua, jika tidak mengingat janjinya tadi, ingin rasanya ia segera menghubungi Anna-sahabatnya-dan memberitahukan semua hal yang ia lihat pagi ini. Ini akan menjadi gosip yang sangat panas di Boston!

“Apa kau sudah sarapan?” pertanyaan tiba-tiba dari Ernest membuat lamunan Rosy buyar, ia menoleh menatap pria di sebelahnya dengan linglung dan mengerjap lucu.

“ah, itu. Aku sudah sarapan di rumah sebelum menemuimu,” katanya.

“Bisakah kita mampir ke kafe dulu untuk sarapan? Aku sangat lapar,” ucap Ernest dengan sesekali menatap Rosy di sebelahnya.

Rosy terdiam sejenak untuk berpikir sebelum akhirnya mengangguk setuju, “Baiklah, kalau begitu aku akan memesan minuman nanti.”

Jawaban Rosy membuat Ernest tersenyum puas dan melajukan mobilnya menuju kafe terdekat.

Tak butuh waktu lama mereka tiba di sebuah kafe yang cukup klasik dan elegan secara bersamaan, mereka turun dari mobil lalu memasuki kafe itu dan mengambil meja di sudut ruangan yang kosong. Ernest lalu memesan makanan dan minuman untuknya dan juga Rosy.

Setelah memesan, Ernest kembali menatap Rosy di depannya dan bertanya dengan nada tertarik, “Apa kau sudah menikah?”

“Hah?” Terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Ernest, Rosy buru-buru menjawab dengan nada panik, “Belum, aku belum menikah. Apa aku terlihat seperti seorang wanita yang telah menikah?” tanyanya balik dengan nada sedikit tersinggung.

Ernest menatap gadis itu dengan intens sejenak sebelum menggeleng dan mengedikkan bahunya acuh, “aku hanya bertanya.” Jawabnya, namun tak lama ia kembali bertanya, “Kalau begitu apa kau mungkin sudah memiliki kekasih?” tanyanya lagi membuat Rosy mengernyit menatapnya dengan aneh.

“Aku sedang tidak memiliki hubungan apapun saat ini.” Jawabnya akhirnya.

“Ah, begitu...” mengangguk paham, Ernest  memutuskan untuk berhenti bertanya dan menerima makanannya yang baru dihidangkan oleh pelayan. Sementara Ernest mulai makan, Rosy menikmati kopinya dalam diam dengan pikiran yang kacau.

Ia benar-benar tidak mengerti mengapa Ernest menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu padanya, jujur saja itu membuatnya ingin balik bertanya mengenai hubungan Ernest dan Lisa Romanov. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Rosy memberanikan diri untuk bertanya, “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau... berpacaran dengan Lisa?”

“Kenapa kau ingin tahu?” Ernest melirik Rosy dan tetap melanjutkan makannya dengan tenang, lalu berkata dengan seringai tipis, “Apa kau mulai tertarik pada hubunganku dengan Lisa?”

Rosy mengalihkan wajahnya dari seringaian Ernest, lalu menunduk dan buru-buru meminum kopinya, “tidak juga.” Jawabnya singkat tanpa berani menatap Ernest.

Entah mengapa setiap melihat tatapan pria itu membuat Rosy gugup dan merasa sedang duduk di hadapan binatang buas yang siap memangsanya kapanpun itu. Dalam hati ia meringis merasa tak berdaya.

“Kalau begitu berhentilah penasaran,” ucap Ernest dengan acuh dan menyelesaikan makannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status