Share

BAB 7 – Toko Bunga

Rosy menipiskan bibirnya menahan diri untuk tidak mengumpati pria itu. Sikap pria itu semena-mena dan menyebalkan. Apa menurutnya menjadi tampan dapat membuatnya bersikap begitu semena-mena pada siapapun?

“Aku sudah selesai, ayo kita pergi.” Ernest berdiri di tempatnya, melihat itu Rosy juga buru-buru bangun dan hendak berjalan menuju kasir untuk membayar sebelum Ernest menahan tangannya dan menatapnya dengan ekspresi aneh.

“Kau mau kemana?” tanyanya dengan kening berkerut.

“Aku mau membayar kopiku,” jawab Rosy jujur. Ernest menggeleng dan berjalan melewati gadis itu menuju kasir sambil berkata, “Tidak perlu, biar aku yang bayar. Lagipula kau sudah menemaniku sarapan,” ucapnya dan langsung membayar semua menu yang mereka pesan.

Rosy hanya bisa diam di sebelahnya dan mengekori pria itu kembali ke mobil setelah slesai membayar.

Di saat yang bersamaan, Anna dan Marcus telah tiba di toko bunga dan sedang melihat-lihat berbagai jenis bunga untuk digunakan pada acara pernikahan Marcus dan Lisa nanti.

“Kau ingin bunga jenis apa untuk dekorasinya?” pertanyaan Anna mengalihkan perhatian Marcus dari sekitarnya, ia menatap Anna dan terdiam sejenak untuk berpikir. “Mawar dan tulip, kurasa itu akan bagus. Bagaimana menurutmu?” tanyanya balik.

“Pilihan bagus,” Anna kembali mengeluarkan note nya dan mencatat beberapa hal sejenak lalu kembali mengobrol dengan pemilik toko bunga yang kebetulan menemani mereka untuk berkeliling.

Marcus yang tidak begitu tertarik pada pembahasan Anna dan pemilik toko, lebih memilih memisahkan diri untuk berkeliling sendiri. Saat melihat-lihat, sebuah pemikiran terlintas di benaknya, ‘Apa sebaiknya aku mengirimkan bunga ke apartemen Lisa?’ batinnya sebelum akhirnya memutuskan dan memanggil seorang pegawai toko untuk memesan satu bucket bunga dengan ucapan untuk dikirim ke apartemen wanitanya. Ia pun tersenyum memikirkan Lisa pasti akan senang menerima bunga itu darinya.

Setelah selesai memesan, Marcus kembali mencari Anna untuk bertanya apakah diskusinya telah slesai agar mereka bisa kembali mengingat Marcus harus kembali ke kantornya siang itu. “Dimana dia?” gumamnya dan terus berjalan mengitari setiap lorong toko hingga ia menemukan anna sedang berbincang dengan ekspresi senang di wajahnya.

“Ha ha ha, terimakasih banyak, nyonya! Aku sangat senang menerimanya. Ini akan menambah koleksiku di rumah.” Suara tawa Anna yang ringan menarik perhatian Marcus,ia menemukan gadis itu tengah tertawa dengan sebuah mini paperbag di tangannya. Anna juga terlihat sedang berbicara dengan pasangan suami istri pemilik toko itu.

“Oh, Anna. Ini sungguh bukan apa-apa sayang. Kau sudah banyak membantu toko kami, jadi sudah sewajarnya kami memberikan beberapa bibit bunga ini padamu.”

“Istriku benar Anna, kau gadis yang baik. Jadi bibit bunga ini bukan hal besar. Kami senang kau mau menerimanya dan merawatnya dengan baik.”

“Tuan George, nyonya George, aku pasti akan merawatnya dengan baik!”

Entah mengapa melihat pemandangan itu membuat hati Marcus ikut menghangat, ia juga sedikit terpesona pada senyum dan tawa lepas Anna. Selama pertemuan mereka, ia belum pernah melihat Anna tersenyum dan tertawa selepas itu. Ia memutuskan menghampiri kelompok itu dan kembali menyapa tuan dan nyonya George sebelum menatap Anna dan bertanya, “Kau juga suka menanam?” tanyanya dengan tertarik.

“Ah, ya..begitulah,” jawab Anna dengan senyum malu. “Maaf, seharusnya aku tidak begini saat bekerja. Tapi aku tidak bisa menahan diriku saat melihat berbagai tanaman di sini. Dan kebetulan aku mengenal tuan dan nyonya George sejak lama, jadi mereka memberiku beberapa bibit bunga yang sudah lama aku inginkan.” Anna mencoba menjelaskannya sebaik mungkin; khawatir Marcus akan terganggu pada sikapnya yang malah lupa diri dan asik berbincang dengan pasangan George itu.

Tanpa diduga Marcus justru tersenyum lembut ketika berkata, “tidak masalah. Lagipula tanaman di sini memang terlihat indah dan sangat terawat.” Ia lalu melihat jam di tangannya dan menatap pasangan suami istri paruh baya di depannya untuk berpamitan dan menyelesaikan urusan mereka lalu berjalan kembali ke parkiran.

“Sudah masuk jam makan siang. Apa kau mau makan siang bersamaku dulu sebelum kembali ke kantor?” tanya Marcus ketika mereka sudah di dalam mobil untuk pergi.

Anna menatap Marcus sejenak merasa ragu pada tawaran pria itu, “Apa tidak masalah?” tanyanya.

“Tentu saja tidak, lagipula ini sudah masuk jam makan siang. Jadi tidak ada salahnya jika kita makan siang dahulu sebelum kembali.” Ujar Marcus sambil tertawa. Ia mulai melajukan mobilnya menuju restoran terdekat.

“Baiklah, ayo makan siang dulu,” jawab Anna akhirnya.

Dalam hati, Anna merasa senang atas ajakan Marcus padanya. Ia merasa sedikit tertarik pada pria itu melihat bagaimana baik dan lembutnya Marcus padanya. Anna juga bertanya-tanya apakah Marcus memang selalu seperti ini pada semua wanita yang ia temui atau tidak.

Tapi kembali lagi pada kenyataan, Anna berusaha mati-matian untuk mengontrol perasaannya agar tidak terjebak pada perasaan semunya itu. Ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa Marcus akan segera menikah, jadi dia harus melupakan rasa tertariknya pada pria itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status