Rosy menipiskan bibirnya menahan diri untuk tidak mengumpati pria itu. Sikap pria itu semena-mena dan menyebalkan. Apa menurutnya menjadi tampan dapat membuatnya bersikap begitu semena-mena pada siapapun?
“Aku sudah selesai, ayo kita pergi.” Ernest berdiri di tempatnya, melihat itu Rosy juga buru-buru bangun dan hendak berjalan menuju kasir untuk membayar sebelum Ernest menahan tangannya dan menatapnya dengan ekspresi aneh.
“Kau mau kemana?” tanyanya dengan kening berkerut.
“Aku mau membayar kopiku,” jawab Rosy jujur. Ernest menggeleng dan berjalan melewati gadis itu menuju kasir sambil berkata, “Tidak perlu, biar aku yang bayar. Lagipula kau sudah menemaniku sarapan,” ucapnya dan langsung membayar semua menu yang mereka pesan.
Rosy hanya bisa diam di sebelahnya dan mengekori pria itu kembali ke mobil setelah slesai membayar.
Di saat yang bersamaan, Anna dan Marcus telah tiba di toko bunga dan sedang melihat-lihat berbagai jenis bunga untuk digunakan pada acara pernikahan Marcus dan Lisa nanti.
“Kau ingin bunga jenis apa untuk dekorasinya?” pertanyaan Anna mengalihkan perhatian Marcus dari sekitarnya, ia menatap Anna dan terdiam sejenak untuk berpikir. “Mawar dan tulip, kurasa itu akan bagus. Bagaimana menurutmu?” tanyanya balik.
“Pilihan bagus,” Anna kembali mengeluarkan note nya dan mencatat beberapa hal sejenak lalu kembali mengobrol dengan pemilik toko bunga yang kebetulan menemani mereka untuk berkeliling.
Marcus yang tidak begitu tertarik pada pembahasan Anna dan pemilik toko, lebih memilih memisahkan diri untuk berkeliling sendiri. Saat melihat-lihat, sebuah pemikiran terlintas di benaknya, ‘Apa sebaiknya aku mengirimkan bunga ke apartemen Lisa?’ batinnya sebelum akhirnya memutuskan dan memanggil seorang pegawai toko untuk memesan satu bucket bunga dengan ucapan untuk dikirim ke apartemen wanitanya. Ia pun tersenyum memikirkan Lisa pasti akan senang menerima bunga itu darinya.
Setelah selesai memesan, Marcus kembali mencari Anna untuk bertanya apakah diskusinya telah slesai agar mereka bisa kembali mengingat Marcus harus kembali ke kantornya siang itu. “Dimana dia?” gumamnya dan terus berjalan mengitari setiap lorong toko hingga ia menemukan anna sedang berbincang dengan ekspresi senang di wajahnya.
“Ha ha ha, terimakasih banyak, nyonya! Aku sangat senang menerimanya. Ini akan menambah koleksiku di rumah.” Suara tawa Anna yang ringan menarik perhatian Marcus,ia menemukan gadis itu tengah tertawa dengan sebuah mini paperbag di tangannya. Anna juga terlihat sedang berbicara dengan pasangan suami istri pemilik toko itu.
“Oh, Anna. Ini sungguh bukan apa-apa sayang. Kau sudah banyak membantu toko kami, jadi sudah sewajarnya kami memberikan beberapa bibit bunga ini padamu.”
“Istriku benar Anna, kau gadis yang baik. Jadi bibit bunga ini bukan hal besar. Kami senang kau mau menerimanya dan merawatnya dengan baik.”
“Tuan George, nyonya George, aku pasti akan merawatnya dengan baik!”
Entah mengapa melihat pemandangan itu membuat hati Marcus ikut menghangat, ia juga sedikit terpesona pada senyum dan tawa lepas Anna. Selama pertemuan mereka, ia belum pernah melihat Anna tersenyum dan tertawa selepas itu. Ia memutuskan menghampiri kelompok itu dan kembali menyapa tuan dan nyonya George sebelum menatap Anna dan bertanya, “Kau juga suka menanam?” tanyanya dengan tertarik.
“Ah, ya..begitulah,” jawab Anna dengan senyum malu. “Maaf, seharusnya aku tidak begini saat bekerja. Tapi aku tidak bisa menahan diriku saat melihat berbagai tanaman di sini. Dan kebetulan aku mengenal tuan dan nyonya George sejak lama, jadi mereka memberiku beberapa bibit bunga yang sudah lama aku inginkan.” Anna mencoba menjelaskannya sebaik mungkin; khawatir Marcus akan terganggu pada sikapnya yang malah lupa diri dan asik berbincang dengan pasangan George itu.
Tanpa diduga Marcus justru tersenyum lembut ketika berkata, “tidak masalah. Lagipula tanaman di sini memang terlihat indah dan sangat terawat.” Ia lalu melihat jam di tangannya dan menatap pasangan suami istri paruh baya di depannya untuk berpamitan dan menyelesaikan urusan mereka lalu berjalan kembali ke parkiran.
“Sudah masuk jam makan siang. Apa kau mau makan siang bersamaku dulu sebelum kembali ke kantor?” tanya Marcus ketika mereka sudah di dalam mobil untuk pergi.
Anna menatap Marcus sejenak merasa ragu pada tawaran pria itu, “Apa tidak masalah?” tanyanya.
“Tentu saja tidak, lagipula ini sudah masuk jam makan siang. Jadi tidak ada salahnya jika kita makan siang dahulu sebelum kembali.” Ujar Marcus sambil tertawa. Ia mulai melajukan mobilnya menuju restoran terdekat.
“Baiklah, ayo makan siang dulu,” jawab Anna akhirnya.
Dalam hati, Anna merasa senang atas ajakan Marcus padanya. Ia merasa sedikit tertarik pada pria itu melihat bagaimana baik dan lembutnya Marcus padanya. Anna juga bertanya-tanya apakah Marcus memang selalu seperti ini pada semua wanita yang ia temui atau tidak.
Tapi kembali lagi pada kenyataan, Anna berusaha mati-matian untuk mengontrol perasaannya agar tidak terjebak pada perasaan semunya itu. Ia mengingatkan dirinya sendiri bahwa Marcus akan segera menikah, jadi dia harus melupakan rasa tertariknya pada pria itu.
Anna menatap kondisi temannya itu dengan prihatin. Dalam hati ia bersyukur tidak mengalami morning sicks separah Rosy yang membuatnya mampu tetap bekerja dan melakukan apapun yang membuatnya terhibur. “Apa ini sudah bulan ke tiga?” tanya Anna sembari memijat telapak tangan Rosy. Ia memutuskan untuk duduk di pinggiran sofa dan mengurus Rosy sebelum pergi ke ruangannya. “Ini bulan ke empat. Kata dokter kemungkinan ini akan berlangsung hingga usia kandungannya memasuki bulan ke enam.”Anna meringis, lalu mengambil tisu dan mengelap keringat di wajah Rosy. “Apa kau sudah sarapan?” tanya Anna lagi. “Sudah, tadi pagi Ernest membuatkanku roti panggang dengan selai apel dan juga memotongkan beberapa apel.” Setelah mengatakan itu, Rosy kembali memejamkan matanya karena setiap ia membuka mata, seluruh ruangan terlihat berputar-putar membuatnya merasa semakin pusing.‘Tok tok tok’“Masuk.” Anna menjawab kepada Sunny y
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Satu tahun terlewatkan begitu saja tanpa masalah yang berarti. Hanya saja rencana resepsi pernikahan Marcus dan Anna harus tertunda selama beberapa bulan karena kondisi Anna yang tidak memungkinkan untuk berada di tempat keramaian. Apalagi usia Kennard yang masih begitu kecil dan rentan membuat Anna khawatir bahwa bayi kecil itu akan kelelahan dan rewel selama mereka mengadakan acara resepsi. Jadi, karena itulah acara resepsi ditunda setelah berdiskusi dengan keluarga Marcus.“Kau akan ke kantor?” tanya Marcus ketika melihat istrinya sedang duduk di depan meja rias untuk berdandan dalam balutan baju kerjanya. Anna menatap Marcus melalui cermin di depannya dan mengangguk. “Ya, ada beberapa design baru yang harus kulihat. Apalagi Rosy sedang mengalami morning sicks jadi dia tidak bisa selalu hadir di kantor untuk terus menggantikanku.”“Kau akan membawa Ken, juga?” tanyanya lagi.“Ya, bersama bibi Jessy.”“Baiklah, kalau begitu aku akan menga
“Apa menurut Bibi aku harus menikah sendirian tanpa Ayah dan keluargaku?” tanya Anna lirih. Ekspresinya seolah ingin menangis memikirkan nasib dirinya sendiri yang dicampakkan oleh keluarga kandungnya. Jessy memandangi wanita itu dengan ekspresi sedih. Bayangan Anna kecil entah mengapa tiba-tiba terlintas di kepalanya. Sosok gadis kecil yang selalu memangis di malam hari itu kini sudah tumbuh dewasa menjadi seorang istri dan ibu yang baik hati. “Bibi tidak mengatakan bahwa Nyonya harus menikah tanpa keluarga Nyonya, tapi apakah Tuan Besar dan para Tuan Muda pernah menganggap Nyonya sebagai keluarga mereka?” Anna terdiam. Ia ingin membantah bibi Jessy namun ia sadar bahwa apa yang wanita paruh baya itu katakan memang benar. Ayah dan para kakak laki-lakinya tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga. Hanya para pelayan dan kepala pelayan yang bekerja di kediaman Mansion Walkins yang menyayanginya.Meskipun Anna dibenci oleh Ayah dan Kakak laki-lakinya, mereka tet
"Aku sudah memikirkannya beberapa hari ini,” ujar Marcus tiba-tiba saat ia dan Anna tengah menikmati waktu makan siang bersama. Anna menghentikan gerakannya dan menatap Marcus dengan bingung, “apa itu?” tanyanya penasaran. “Aku ingin mengadakan acara resepsi pernikahan kita di hari ulang tahunmu.” Hening beberapa saat. Anna menatap Marcus terkejut seolah tidak memahami apa yang baru saja ia dengar dari suaminya. Resepsi pernikahan... Itu bukanlah acara biasa yang bisa Anna putuskan begitu saja. Banyak hal yang harus mereka pikirkan dan persiapkan untuk hal itu. Termasuk restu dari ayahnya. Setidaknya, ia butuh pria itu untuk mendampinginya berjalan di altar sebagai seorang ayah. Marcus yang menyadari perubahan di wajah istrinya merasakan ada yang tidak benar. Apa Anna tidak menyukai idenya? Pikirnya dengan kebingungan. “Kau tidak suka?” tanyanya. Wanita itu menatap Marcus sekali lagi lalu tersenyum dan menggeleng pelan, “aku menyukainya. Bukankah mengadakan resepsi pernikahan a
Hari semakin gelap ketika mereka mencoba satu per satu wahana yang ada di taman itu. Dari semua wahana, Rosy sengaja menyisakan wahana bianglala untuk mereka naiki paling akhir ketika matahari akan tenggelam. Rosy ingin melihat sunset ketika mereka berada di atas bianglala, dan Ernest dengan sabar menuruti semua keinginan istrinya itu.“Selamat sore, Tuan Mars, Nyonya Mars.” Seorang pria berambut hitam mengenakan jas biru muda sedikit membungkuk menyambut Ernest dan Rosy ketika mereka tiba di depan pintu masuk bianglala.Sebelumnya asisten Ernest memang telah menghubungi manajerial taman hiburan jika Ernest dan Rosy akan datang mengunjungi taman itu untuk berkencan. Dan berkat itulah Ernest dan Rosy dapat menaiki semua wahana dengan nyaman tanpa harus mengantri panjang mengikuti pengunjung lainnya.Rosy yang pertama kalinya mendapatkan perlakuan seistimewa itu merasa takjub akan kuasa suaminya. Menjadi kaya dan berkuasa memang sangat menyenangkan!“Halo, George. Kau menjaga taman ini
Tidak banyak hal yang berubah dari hubungan Ernest dan Rosy setelah mereka menikah. Yang berubah hanya sikap Ernest yang semakin posesif setiap harinya terhadap Rosy. Meskipun wanita itu tidak membencinya, namun terkadang sikap Ernest yang terlalu berlebihan membuat Rosy merasa lelah.Seperti saat ini, ketika mereka akan pergi kencan di luar, pria itu terus-terusan mengomentari baju yang Rosy kenakan.“Ganti, itu terlalu pendek.”“Terlalu terbuka, kau bisa kena flu.”“Pria mana yang akan kau goda dengan penampilan itu?”Dan banyak lagi komentar yang pria itu lemparkan padanya hingga akhirnya Rosy hanya mengenakan summer long dress lengan panjang dengan belahan dada yang sedikit rendah.“Please, hentikan itu, Ernest. Kau terlalu berlebihan,” keluh Rosy pada suaminya yang memasang ekspresi curiga dengan kedua alis hampir bersatu.“Kenapa? Apa mungkin memang itu tujuanmu? Memakai baju terbuka untuk menggoda pria lain?” tuduh Ernest dengan ekspresi gelap.Rosy memutar bola mata malas dan