"Wah, kau memakai celana dalam merah muda ya?" "Tutup matamu, sialan!" sentak Isabell seraya menendang keras kepala besar Cleo yang berada dibawahnya. Membuat pria tampan itu mengaduh dan memalingkan wajahnya dari Isabell yang sedang mengangkang di atas sofa.Semoga saja besok pagi Cleo tidak ingat kalau bawahannya itu baru saja bertindak kurang ajar padanya. "Astaga, kalian ini!" Rhea datang dengan wajah frustrasinya. Menatap ketiga manusia yang sudah teler dan tergelatak tak beraturan di sofa dan lantai ruang tengah.Rhea melepaskan celemeknya lalu berjalan menghampiri Isabell, beberapa menit lalu saat Rhea tinggal untuk membereskan dapur, mereka masih normal dan mengobrol santai, tapi kenapa sekarang mabok semua?"Rapatkan kakimu!" perintah Rhea seraya merapatkan kaki Isabell yang terbuka. Perlahan Rhea mengalungkan tangan gadis itu ke lehernya, lalu menuntunnya ke dalam kamar. "Rayn brengsek! Kenapa kau tidak menyadari perasaanku?!" celoteh Isabell saat Rhea berhasil melemparn
Jujur saja, untuk beradaptasi dengan kehidupannya yang sekarang Rhea katakan tidak mudah. Ia memang terbiasa hidup sendiri, tapi entah kenapa melepas ketergantungan dari perhatian Danial lebih sulit dari yang dibayangkan. Sudah banyak hari berlalu, namun bayang-bayang serta kerinduan akan Danial masih kerap menghampiri.Status memang bisa berubah, tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Rhea masih mencintai mantan suaminya. Berpaling tidak semudah itu, apa lagi jika Rhea tidak berusaha untuk mencari pengganti. "Danial banyak meneleponku semalam, pesan yang dia kirim juga penuh dengan umpatan. Mulut dan jarinya tidak jauh berbeda." ujar Cleo membuat Rhea melirik ke arahnya. "Kau pasti yang memancingnya lebih dulu," balas Rhea. Ia tahu bagaimana karakter Cleo yang usil, dan Danial yang pemarah. Keduanya sangat tidak baik untuk disatukan, sayangnya Tuhan menggariskan mereka untuk berteman. Cleo mencibir tak terima, "Mantan suamimu saja yang mudah marah. Aku tidak mengerti kenapa kau tah
Rhea tidak habis pikir kenapa saat ini ia memikirkan saran yang Cleo berikan. Berkencan? hal itu tidak pernah terbesit di kepala Rhea sejak dirinya resmi kembali berstatus sebagai wanita lajang. Bukan karena Rhea ingin membiarkan perasaannya untuk Danial. Tapi karena ia ingin fokus mencintai dirinya sendiri setelah terbantai habis oleh orang-orang yang ia anggap spesial di hidupnya. Apa Rhea harus melakukannya, berkencan? Tapi bagaimana jika ia bertemu dengan orang yang salah, atau bahkan yang akan menyakitinya lebih parah dari Danial. Luka yang mantan suaminya berikan saja belum kering, apa iya dia harus kembali merasakan perihnya ditinggalkan? Ah, memulainya saja belum. Rhea sudah berpikir kejauhan. "Tidak ada salahnya mencoba. Barang kali dengan menerima orang baru lukamu bisa sembuh." Rhea membuang napas jengah. Isabell dan Rayn satu suara, mereka setuju dengan saran dari Cleo usai Rhea mintai pendapatnya. "Tapi bagaimana jika aku bertemu orang yang salah?" lirih Rhea ragu ber
Tepat pukul 11 malam, tapi Cleo masih enggan pergi dari rumahnya. Rhea sudah mengusirnya secara halus hingga kasar, Cleo tetap tidak mendengarkan. Katanya, betah. "Besok aku cuti, jadi tidak apa-apa jika aku bermalam di sini." rengek Cleo saat Rhea menarik paksa tangannya untuk keluar. "Tidak bisa! Ini rumahku, jadi aku yang punya peraturan." kata Rhea hampir putus asa. Ia melepaskan tangan Cleo begitu saja, lalu menarik napas dalam. Menyerat badan besar Cleo ternyata membutuhkan tenaga lebih besar dari yang Rhea kira. "Ini sudah malam, Rhe. Bagaimana jika aku ditodong geng bersenjata saat di tengah jalan?" "Itu urusanmu. Terserah kau mau pulang ke Jakarta kapan, asal jangan bermalam di rumahku." Cleo bangit berdiri sambil merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan. "Hanya semalam saja, lagi pula banyak kamar kosong di rumahmu." Rhea bersedekap dada, "Semua kamar di rumah ini belum layak di isi, kecuali kamarku." Rhea tidak berbohong, ia memang belum sempat membeli perlengkapan
Danial kehilangan fokusnya hari ini. Jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, satu jam lagi memasuki waktu makan siang namun ia belum menyentuh pekerjaannya sejak mendudukan diri di kursi kebesarannya. Kepala Danial di hantuin oleh banyak hal, garis berasnya adalah Rhea. Sudah lama dia tidak menemui wanita itu. Jangan ditanya sudah berapa banyak kepingan rindu yang terkumpul di hati Danial. Tidak cukup disiksa oleh rindu, kini muncul masalah baru. Cleo yang mulai terang-terangan menunjukan perasaannya kepada Rhea yang sudah lama terpendam. Tidak pernah terlintas dipikiran Danial kalau Cleo sungguh-sungguh dengan perasaannya. Dulu, semua pujian Cleo akan Rhea tidak pernah Danial anggap serius, namun ternyata Danial salah memahami maksudnya selama ini. Tadi pagi, Cleo berterus terang kalau dia benar-benar ingin memperjuangkan Rhea. Jangan tanyakan bagaimana respon Danial, ia langsung meludahi Cleo lewat tatapannya, memandang Cleo seakan pria itu pengkhianat yang menjijikan. Kalau sa
"Namanya Nathan, aku bisa meminta dia untuk mengatur hari jika kau ingin bertemu dengannya." Isabell menunjukan sebuah foto pria di layar ponselnya. Rhea pandang lamat-lamat wajah pria itu, tampan dan tampak berusia di awal kepala tiga. Memang sih kelihatannya masih muda, tapi Rhea tidak yakin jika pria itu masih melajang. "Berapa usianya?" tanya Rhea seraya menatap Isabell. Untuk beberapa detik Isabell terdiam, mengalihkan pandangannya ke Rayn sebelum dengan ragu ia mengeluarkan suaranya lagi. "Tiga puluh tahun," jawabnya ragu. Isabell menjepit bibirnya saat melihat reaksi Rhea yang menghembuskan napas jengah. Dengan reaksi seperti itu, sudah pasti Rhea akan menolak untuk dikenalkan dengan Nathan. "Tidak untuk yang ini," kata Rhea. Walaupun selisih umur mereka hanya dua tahun, tapi Rhea tidak pernah kepikiran untuk berkencan dengan pria yang lebih muda darinya. Rayn menundukan pandangannya mendengar jawaban sang kakak, dari awal ia memang tidak berharap banyak untuk hal ini. "Ap
"Doamu terkabul."Tawa menggelegar milik Cleo menggema usai Rhea membuka suaranya, "Jadi, kencanmu gagal?" tanyanya dengan nada mengejek.Rhea mencibir kecil, ia tidak tersinggung sama sekali dengan Cleo yang menertawakannya. Karena nyatanya memang seperti itu, kencannya dengan Nathan gagal total."Ya, gagal total!" tegasnya membuat Cleo semakin tertawa puas. Tidak sia-sia pria itu berdoa pagi-siang-malam agar kencan Rhea gagal. Tuhan memang tidak pernah tidur, doa Cleo benar-benar dikabulkan secara instan!Sesuai rencana yang sudah ditetapkan, kemarin Rhea bertemu dengan Nathan. Lelaki itu baik dan memiliki aura positif, Rhea bahkan langsung menyukai kepribadiannya di hari pertama mereka bertemu. Dan sepertinya Nathan pun begitu. Lelaki yang berprofesi sebagai Dokter muda itu langsung menawarkan Rhea sebuah hubungan yang jelas di masa depan, namun Rhea meragu. Tentu, walaupun Nathan pria idaman, tapi Rhea butuh waktu untuk lebih mengenalnya. Sayangnya, kegigihan Nathan langsung sirna
Sudah hampir satu jam Rhea merendamkan tubuhnya didalam bathtub. Entah sudah berapa banyak tetesan air matanya yang jatuh dan menyatu dengan air rendaman. Tanpa alasan yang pasti, Rhea merasa begitu hancur usai pertemuannya dengan Danial beberapa jam lalu. Entahlah, Rhea hanya merasa begitu merindukan mantan suaminya, namun tidak bisa berbuat apa-apa selain memanipulasi dirinya agar terlihat semua baik-baik saja. Padahal tidak sama sekali. Rhea tidak baik-baik saja usai Danial memamerkan senyumannya. Pria itu bahkan tampak hidup dengan baik. Tidak seperti Rhea yang diam-diam rasa rindunya membuncah. Bunyi dering pada ponselnya yang cukup mengganggu saja tidak berhasil mengusik ketenangan Rhea saat ini. Untuk sekadar melihat siapa nama pemanggilnya, Rhea tidak tertarik. Ada puluhan panggilan tak terjawab dari Cleo di benda canggih itu. Dan dering yang baru saja berhenti adalah panggilan masuk dari kontak bernama Danial. Ting nong! Sepasang mata Rhea perlahan terbuka, samar telingan