Share

4. coba cari cara

Keesokan paginya,

Kusambut nafas pagi dengan bangun lebih cepat untuk mandi menunaikan salat subuh. Mesin melipat sajadah aku langsung pergi ke dapur dan mulai sibuk menyiapkan sarapan untuk ketiga anggota keluargaku. Farisa Putriku yang duduk di taman kanak-kanak harus membawa kotak makanan karena guru mereka menyarankan anak-anak untuk bawa bekal sendiri.

Kuletakkan nasi goreng dan kudapan juga meletakkan sedikit cemilan dan susu kotak ke dalam kotak bekal kedua putra putriku. Lalu kubuatkan kopi untuk Mas Widi juga menyiapkan roti lapis dan nasi goreng sosis kesukaannya.

"Kamu sudah masak Sayang?"

Mas Widi yang terlihat masih kuyup karena baru bangun tidur mendekat dan mencium pipiku.

"Pergilah mandi agar kau tidak bau," ucapku sambil tersenyum.

"Ya sepertinya aku akan buang air besar dan ambil waktu lama, jadi usahakan agar sarapanku itu tetap hangat," ucapnya dengan wajah masih lesu.

"Iya, iya, cepatlah," jawabku.

Saat tahu dia sudah masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat aku membereskan pekerjaanku di dapur lalu segera mengendap ke dalam kamar dan mencari ponselnya.

Kubuka pintu, masuk kamar, ambil ponselnya, lalu membuka aplikasi m-banking berlogo biru kemudian membukanya. Seperti biasa aku pergi ke tompol mutasi rekening lalu menentukan tanggalnya untuk satu minggu ke belakang. Percakapan yang kemarin itu sudah bertambah lagi.

(Kayaknya, Syifa tahu chat ini.)

(Kok bisa?)

Uang Rp 10.000 itu bolak-balik dan mungkin dia sudah capek dilempar terus menerus oleh dua rekening yang entah kenapa belum kunjung juga aku ketahui siapa pemiliknya.

Sialnya, meski nomor rekening Itu tampak tapi beberapa digit angka di belakangnya disensor. Ya ampun, tidak mungkin kan, aku pergi ke bank lalu melacak 10 digit angka yang sama dan ribuan kemungkinan angka itu akan butuh waktu lama, di samping, petugas bank tidak akan mau melakukannya untukku.

Aarggg, aku harus bagaimana.

Kenapa ada orang yang mau merumitkan hidupnya seperti ini. Kalau mereka bekerja di tempat yang sama, kenapa tidak curi-curi waktu saja untuk langsung bertemu tanpa harus chat lewat m-banking bukankah melakukan transfer itu butuh waktu dan menyebalkan sekali saat jaringannya loading. Arrggg ... Aku yang tidak melakukan saja merasa pusing apalagi mereka yang melakukan.

(Kita harus aman.)

(Ganti pin atau kunci HP) balas nomor misterius itu. Betapa susahnya dua manusia itu mengirim pesan dalam bentuk kode-kodean karena mereka tidak bisa mengirimkan pesan panjang-panjang. Hah.

(Kalau kunci nanti dia curiga.)

Curiga apanya, kenapa aku harus curiga kalau segala sesuatu diungkapkan dengan transparan dan jujur. Kecuali, mereka memang menyembunyikan sesuatu yang tidak boleh diketahui orang lain, lalu apalagi yang patut disembunyikan kalau bukan hubungan gelap.

Tentu saja kalau dikunci aku makin curiga, sudah ketahuan seperti ini saja aku sudah sangat curiga dan murka, apalagi kalau dikunci dan makin disembunyikan.

"Apa yang kau lakukan dengan ponselku?"

Aku kaget. Selagi aku tercenung seperti tadi, suamiku tanpa kusadari tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi.

"Eh, a-anu, aku tadi kebetulan melihat jam."

"Oh, tapi kenapa kau nampak tercenung?"

"Tidak, aku sedang berpikir bagaimana untuk pulang lebih cepat dari sekolahan Farisa karena aku harus menghadiri acara syukuran di rumah sepupuku Rina."

"Kalau begitu minta izin dulu dari guru Farisa, nggak enak kan kalau kamu nggak hadir," ucap lelaki itu sampai mengulurkan tangannya agar aku segera menyerahkan ponsel berlogo apel kroak itu ke tangannya.

Entah kenapa dia sangat protektif dengan ponselnya, baru kupegang sedikit saja dia langsung ingin mengambilnya. Aku ingin protes tapi kalau kami bertengkar maka dia bisa saja mengunci benda itu.

"Padahal ada jam dinding," ucapnya sambil melirik jam dinding yang tergantung di kamar, aku langsung tertawa gugup dan bilang,

"Oh iya aku lupa. Tapi kenapa cepat sekali Kenapa tidak jadi BAB?"

"Ga jadi," jawabnya singkat.

Ada raut kecurigaan di wajah suamiku tapi aku tetap berusaha tersenyum manis dan langsung saja memeluknya agar dia tidak makin saja berpikiran negatif.

*

Kuantar kedua anakku ke sekolahnya lalu minta izin pada guru farisa agar aku bisa pulang lebih cepat karena ada acara yang harus kuhadiri. Aku berjanji akan menjemput farisa tepat waktu siang nanti.

Aku langsung meluncur ke rumah sepupu terdekatku itu lalu membantu dia untuk persiapan acaranya di jam 09.00 nanti. Selagi mengatur kudapan ke dalam piring aku dihampiri oleh sepupuku dan kami pun saling bercerita tentang keseharian masing-masing.

Aku pun yang sejak kemarin masih resah segera menceritakan apa yang terjadi kepada sepupu yang hampir seumuran denganku itu.

"Kok bisa pakai m-banking?"

"Entahlah, mungkin karena m-banking adalah sesuatu yang tidak mungkin dicurigai?"

"Justru itu yang paling cepat ketahuan," ucap Rina sambil mengenyitkan alisnya.

"Masalahnya aku nggak pernah kepo dengan hp-nya Mas Widi, sekalinya tahu, chat itu sudah ribuan bertumpuk."

"Ya ampun, kamu sih ga waspada."

"Pertanyaannya... si misterius itu perempuan atau laki-laki?"

"Apakah suamimu selama ini bertingkah aneh dan tidak terlalu memperdulikan dirimu saat kau berdandan?"

"Tidak."

"Artinya suamimu normal dan teman chatnya pasti perempuan."

"Kurasa mereka sama-sama dokter."

"Kalau begitu mudah saja untukmu menguntit dan mengetahui siapa si perempuan itu."

"Iya kalau rumah sakitnya sama bagaimana kalau rumah Sakitnya berbeda? ada puluhan rumah sakit dan ribuan dokter di kota ini yang tidak mungkin aku periksa satu persatu kan? lagi pula bagaimana kita tahu seorang dokter sedang mengirim pesan kepada siapa, dan detail kegiatannya setiap hari."

"Ah, mendengarnya aku juga pusing," desah Rina. "Tapi aku masih nggak percaya kalau mas Widi sampai selingkuh."

"Ah, aku juga rasanya sulit mempercayai kenyataan ini jawabku sambil mendesah pelan dan menggelengkan kepala."

Entah harus mulai dari mana, aku tidak tahu harus bagaimana.

"Bagaimana kalau aku coba menguntitnya ke rumah sakit, saja ya?"

"Ide bagus, cobalah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status