Share

5. ke rumah sakit

Aku terpaksa minta maaf kepada sepupuku karena aku tidak bisa membantunya untuk melayani para tamu di acara syukuran. Tadinya aku hendak beramah-tamah dengan keluarga tapi ada yang hal yang lebih penting yang harus segera kuketahui untuk meredakan keresahan di dalam hatiku.

Aku pergi ke Rumah Sakit Bakti Nusa, sebuah rumah sakit pemerintah kota di mana suamiku mengabdikan dirinya. Sudah lama suamiku bekerja di sini, posisinya sudah seperti dokter yang disegani karena pelayarannya yang selalu tepat dan efisien. Katanya dia bisa membantu menyembuhkan sembilan dari 10 pasien. Sungguh, itu sebuah pencapaian dan bentuk dedikasi.

Kukenakan masker seperti biasa dan mencoba mencari ruangan suamiku dengan menyusuri lorong. Tidak, dia dokter umum, ruangannya pasti di UGD atau sekitarnya. Di tempat ramai itu, mau tidak mau aku pasti akan ketahuan dan terlihat olehnya. Aku harus memantau dari jauh.

Dulu, dia bilang akan ambil studi untuk bidang spesialis sehingga ia bisa jadi residen untuk dokter-dokter muda, itu akan meningkatkan kualitas dan menggali potensinya. Sayangnya, niatnya itu belum tercapai karena kami belum cukup tabungan.

Sekali lagi aku menghela nafas, bagaimana mau cukup tabungan untuk kuliah kalau setiap hari main transfer transfer saja. Meski yang ditransfer hanya Rp10.000 tapi tetap saja ada biaya transfer yang jika dilakukan berkali-kali pasti akan jadi menumpuk dan besar. Bagaimana dia mau kuliah spesialis. Hah!

Suasana di ruang UGD sedang lengang aku memantau dari balik kaca dan pura-pura jadi pembesuk pasien di sana. Demi semuanya terlihat alami, aku sengaja mendekati seorang pasien yang sedang tertidur lalu pura-pura memperhatikan keadaannya, layaknya seperti keluarga dekat.

Jangan tanya betapa tegang dan khawatirnya diriku, jantung ini berdentam-dentam tidak karuan, cemas kalau kalau pasien itu akan bangun dan menyadari seseorang memeriksa dirinya, dia pasti akan berteriak dan bilang kalau aku adalah orang mesum yang coba menyentuhnya. Ya Allah.

"Bu, Ibu kerabatnya?"

Tuh kan, belum apa-apa seorang perawat sudah mendekatiku dia membawa sebuah catatan dan memintaku untuk menandatanganinya.

"Kita butuh persetujuan keluarga untuk tindakan berikutnya."

"Eh, a-anu, saya tunggu ayah saya dulu."

"Loh Bu, bukannya pasien ini yatim piatu, satu-satunya keluarga yang ia miliki hanya saudaranya?"

Mampus, aku harus bagaimana. Tahu apa aku tentang pemuda yang terlihat babak belur dan patah tulang itu.

"Aduh, iya betul, m-maaf. Sini saya tanda tangan."

"Ya ampun, gini amat." Aku menggumam dalam hatiku sambil merutuki betapa bodohnya diri ini.

"Oh ya, Bu. Ibu harus segera menyelesaikan biaya administrasi di loket agar pasiennya segera mendapatkan penanganan."

Sial.

Biaya administrasi apalagi ya, jangan-jangan aku disuruh membayar untuk semua biaya pengobatannya. Gawat.

"Oh, be-begitu ya...."

Kini aku diarahkan untuk membayar padahal aku datang ke sini untuk memata-matai suamiku. Kenapa aku harus membayar biaya seorang pasien yang tidak aku kenali. Rasanya aku ingin menangis saja.

Lagipula, kenapa hati ini menjadi tidak tega melihat pemuda yang terlihat luka-luka itu dan tidak sadarkan diri, dari mulutnya dipasangi selang khusus yang entah sebagai apa fungsinya, aku tidak paham. Mungkin selang oksigen atau apalah, aku kurang mengerti. Sepertinya ya harus segera dioperasi kalau tidak segera dilakukan pembayaran. Tapi apa peduliku.

"Mari Bu, saya antar ke loket," ucap perawat itu sembari ia terlihat tidak sabar karena khawatir dengan pasiennya.

"I-iya."Aku berjalan sambil mengawasi sekitar dan aku tidak melihat Suamiku di mejanya.

Bruk!

Aku menabrak dada seseorang, aku hampir terjatuh ke belakang andai perawat tadi tidak memegangi tanganku.

"Maaf."

"Tidak masalah."

Astaga, suaranya familiar, gawat, aku menabrak suamiku sendiri, ya Allah apa-apaan ini.

"Eh sepertinya saya tahu suaranya."

Aku yang sebentar lagi akan dipergoki harus segera melakukan sesuatu atau kabur saja dari tempat itu.

"Maaf pak, saya harus pergi," ucapku sambil memberat-beratkan suara ini. Dengan cepat aku segera menggandeng perawat yang ada di sampingku kemudian segera kabur ke loket pembayaran.

Ah, ada ada saja.

Kulakukan pembayaran kepada pasien anonim yang entah siapa dia, parahnya itu juga tidak murah, tapi untung aku bawa uang. Aku juga disuruh untuk menanda tangani dan meletakkan namaku sebagai penanggung jawab pasien agar operasinya berjalan lancar. Pun mereka meminta nomor ponselku.

Ya Allah, aku akan babak belur kalau ketahuan Dokte Widi.

Selesai melakukan pembayaran dan terlihat beberapa dokter mulai menghampiri brangkar pasien tadi, hatiku menjadi iba dan seolah menyadari sesuatu bahwa di dunia ini takdir dan karma dibuat sedemikian rupa, ada seseorang yang dibuat cemas dan resah tapi kecemasannya menjadi berkah untuk orang lain karena dengan begitu dia bisa membantunya.

Ya, siapapun dia... aku berharap semoga dia cepat sembuh. Dan semoga saat dia sadar semoga pasien itu mendoakan agar aku bisa segera tahu apa yang terjadi pada suamiku dan si misterius yang terus saling transfer itu.

Saat aku sedang berdiri dan tercenung sendiri di antara koridor rumah sakit, aku sempat melihat dokter Widi terlihat kalang kabut melayani seorang pasien kecelakaan yang baru saja tiba. Niat untuk menyelidiki jadi buyar mengingat betapa konyolnya diriku dan kejadian tadi. Kini, suamiku memerintahkan beberapa perawat untuk mengambilkan mesin pacu d jantung dan beberapa infus, dia nampak sigap, sibuk, tapi profesional. Sekali lagi aku sangat mengagumi dan memuji betapa mulianya tindakan dan pengorbanan suamiku, seharusnya aku tida meragukannya. Tapi .... Siapa yang terus transfer dengan dirinya.

Apa sekarang aku pulang saja atau aku harus menguntitnya lagi. Sepertinya kalau makin lama di sini aku akan membayar biaya pasien lain, sebaiknya aku pulang saja.

Dengan semua kejadian hari ini haruskah aku, sedih atau tertawa? Ya ampun.

Aku pulang dengan tangan hampa tanpa bukti, entah apa yang akan kulakukan selanjutnya untuk tahu, yang jelas, aku harus punya cara. Ya, aku harus tahu dia siapa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status