“Iya, ayah.” Irene berjalan lebih pelan menuju ruang makan. Di sana hanya ada mereka berdua. Ya, ruang makan memang selalu kosong dan hanya terisi oleh mereka berdua. “Alrond akan datang menjemput kamu. Pergilah dengannya, jam 8 harus sudah pulang,” ucap Duke. Dirinya sudah selesai dengan makan dan pergi meninggalkan Irene sendiri di meja makan. Irene asik makan sendiri sampai seorang pria datang. Arlond tersenyum melihat tunangannya makan dengan tenang. Ia memeluk Irene dari belakang. Mengecup singkat bibir Irene sebelum kembali duduk di sebelah perempuan itu. “Kok sudah datang? Kata kamu 30 menit lagi?” tanya Irene. Alrond tersenyum. “Aku menyelesaikan pekerjaanku lebih awal. Tapi aku tidak bisa menemani kamu seharian penuh. Karena setelah makan siang, aku harus kembali ke kantor.” Irene mengangguk. “Tidak masalah.” Ia tersenyum dengan ceria. Alrond adalah pria yang berusia 35 tahun. Sudah dua tahun bertunangan dengan Irene Skylar. Hubungan mereka didasarkan oleh perjodohan. I
Irene mundur beberapa langkah. “Aku tidak bisa.” Ia menggeleng. “Baik.” Arlond mengangguk mengerti. “Maka agenda hari ini batal. Aku tidak ingin jalan-jalan dengan orang yang tidak mau menurut.” Arlond mengambil jasnya dan berjalan meninggalkan rumah Irene begitu saja. Irene memejamkan mata sebentar sebelum merapikan kembali pakaiannya. Mengusap dadanya menggunakan tisu. Irene mengusapkan tisu pada pipinya yang basah dengan air mata. “Dia jahat.” Irene kembali ke kamarnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Memilih untuk kembali tidur dan melupakan rencananya hari ini untuk pergi ke banyak tempat. ~~Seperti kata Irene, pukul 7.30 Devian telah memarkirkan mobilnya tidak jauh dari perumahan tempat tinggal Irene. Tidak menunggu begitu lama, akhirnya wanita itu datang juga. Namun ia mengernyit melihat mata Irene yang terlihat sembab. “Kau menangis?” tanya Devian. Ia mendekat—jemarinya terangkat menyingkap rambut Irene. Ia ingin melihat keadaan wanita itu. “Ada yang sakit?” ta
Devian mendekat dan menjilat pinggiran bibir Irene yang belepotan dengan es krim. “Manis,” lirih Devian sembari mengusap puncak kepala Irene. Irene mengerjap. “HEI—” ucapannya terpotong saat Devian menarik tengkuknya dan kembali mencium bibirnya. Kali ini lebih intens dan dalam. Devian melumat dan mencecap habis bibir Irene. Demi apapun Irene ingin menolak. Namun, ciuman Devian telralu memabukkan untuk dilewatkan. Pada akhirnya Irene memejamkan mata—membalas setiap lumatan pada bibirnya. perlahan ia merasakan jemarinya digenggam oleh Devian. Diarahkan ke leher pria itu. Irene mengalunkan tangannya di leher Bastian. Dengan bibir mereka yang masih bertaut. Es krimnya sudah jatuh entah ke mana. Irene yang seharusnya mengerti hal ini adalah salah. Ia telah berstatus menjadi tunangan sesorang. Devian melepaskan ciuman mereka. Namun masih menyatukan dahi mereka. “Kau yakin tidak ingin tahu hubungan kita seperti apa dulu?” tanyanya. Irene mendongak dengan semburat merah di pipinya. “Ap
Devian mengangguk mengerti. Ia berjalan menuju ruangan Irene berada. Ternyata sudah ada beberapa orang yang berada di sana. Devian berada di depan pintu yang tidak ditutup rapat sehingg ia bisa melihat siapa yang ada di dalam sana. “Alrond?” lirihnya. Yang Devian ketahui, pria itu adalah pengusaha di bidang pertambangan. Mewarisi perusaan orang tuanya. “Apa hubungannya dengan Irene?” tanya Devian dalam hati.Tangannya mengepal ketika melihat Irene dipeluk oleh pria itu. Alrond terlihat mengusap bahu Irene pelan. bahkan pria itu tidak ragu, mengecup kedua pipi Irene bergantian. “Irene maafkan aku. Aku terlalu keras padamu,” ucap Arlond. Irene mengangguk lemah. Perempuan itu tersenyum tipis. “Bagaimana keadaanmu? Ada yang masih sakit?” tanyanya dengan lembut. Berbeda sekali dengan Arlond tadi siang. “Sudah baik-baik saja.” Irene mengangguk. Devian menghela nafas dan memilih menyingkir. Karena ia bisa menebak hubungan mereka adalah sepasang kekasih. Dari ujung lorong ia melihat se
Irene menoleh. Ia kira ayahnya itu akan langsung kembali ke kantor setelah mengantarnya pulang. “Dad masih di sini?” Duke mendekat. tangannya terangkat—namun ketika melihat tangan Duke yang terangkat, justru Irene menutup matanya. Entahlah, ia hanya merasa reflek. Duke hanya mengusap puncak kepala putrinya itu pelan. “Jaga hubunganmu dengan Arlond. Kalian akan segera menikah. Dad ingin kalian bahagia.” Irene terdiam. bagaimana bisa ia bahagia menikah dengan seseorang yang ia takuti. Arlond membawa sedikit kebahagiaan namun juga membawa banyak ketakutan bagi Irene. “Arlond adalah pilihan terbaik sebagai suami kamu. Dia bisa menjaga kamu.” “Dad. Irene tidak..” irene menjeda ucapannya. “Irene tidak mau menikah dengan Arlond.” “Apa kamu bilang?” aura Duke berubah berkali-kali lipat menjadi menyeramkan. Duke menatap putrinya tajam. “Kamu tidak mau menikah dengan Arlond?” Irene mengangguk. “Arlond tidak sebaik yang Dad kira. Dad, Irene…” PLAK!Tamparan itu membuat kepala Irene meno
“Tunggu.” Devian bangkit dari duduknya. Ia menatap Siska dari ujung kaki sampai ujung kepala. mendekat—mengangkat tangannya dan menyentuh pipi wanita itu. “Sir—” Siska berhenti. Ia mendongak dan menatap Devian. Devian mendekat—namun hampir saja bibir mereka bersentuhan. Justru ia teringat dengan ciumannya dengan Irene. Seketika ia membuka mata dan menjauhkan diri dari sekretarisnya itu.“Kau pergi.” Devian mengusir Siska begitu saja. Devian kembali duduk di bangkunya. Mengusap rambutnya kasar. “Benar. Aku memang masih menginginkan Irene.” Devian menarik dokumen yang berada di atas mejanya. Melihat biodata yang tertera di dalamnya. Seorang wanita cantik yang berprofesi sebagai model. Devian menghela nafas. Ia tidak tertarik pada siapapun untuk saat ini, kecuali Irene. Yang akan dijodohkan dengannya adalah putri bungsu dair Gemintang Group. Hal itu pasti untuk menunjang kemajuan perusahaan. Devian sudah menduga hal ini dari awal. Jika dirinya benar-benar ditunjuk sebagai pewaris se
Ratna mengangguk. “Iya.” Devian tersenyum. jemarinya terangkat mengusap pipi Ratna pelan. “Pantas saja ada kissmark di lehermu.” “Devian, aku bisa menjelaskannya.” Ratna mengejar Devian yang berjalan menjauhinya. Ia segera masuk ke dalam lift yang segera tertutup. “Seperti katamu tadi.” Devian memasukkan tangannya ke dalam saku. “Aku tidak berharap apapun pada perjodohan ini.” “Itu pada awalnya. Tapi sekarang aku berpikir, tidak ada salahnya mencoba. Itu juga akan membahagiakan para orang tua.” Ratna melangkah lebih dekat dengan Devian. “Aku bisa membantumu. Aku bisa membantumu meraih kekuasaan yang paling tinggi di perusahaanmu. Perusahaan orang tuaku akan membantumu.”Devian tertawa pelan. “Aku bukan orang yang haus kekuasaan. Aku tidak akan menggunakan urusan pribadiku hanya untuk kekuasaan seperti itu. lagipula aku juga tidak terlalu menyukai perusahaan.” Devian melangkah keluar saat lift terbuka. Namun lagi-lagi Ratna mengejarnya. “Tunggu.” Ratna melebarkan tangannya di had
Devian menatap Irene. Menatap bibir Irene yang mengerucut menahan—ia sudah tidak tahan lagi. tangannya terangkat menarik tengkuk Irene dan menciumnya. Melumat bibir bawah Irene pelan. Tidak ada pemberontakan dari wanita itu—Devian terus melakukan aksinya. Meskipun pada awalnya ia merasakan asin dari air mata yang menetes di pipi Irene. “Devian—” Devian tidak memberi Irene kesempatan untuk berbicara. Dengan mudahnya ia membawa tubuh Irene ke atas pangkuannya. Dengan bibir yang masih bertaut—Devian masih menjelajahi bibir Irene yang terasa semakin manis. Sampai akhirnya Irene kehabisan nafas dan Devian terpaksa menghentikan permainan mereka. Irene dengan pipi yang memerah menunduk—ia terlalu malu untuk menatap mata Devian. “Irene..” panggil Devian menarik dagu Irene agar menatapnya. “Katakan padaku, apa kau mencintai Arlond?” tanyanya. Irene menggeleng. “Aku tidak mencintainya.” Devian mengangguk. Ia tersenyum. Mengusap puncak kepala Irene sebentar dan menarik perempuan itu ke dal