Share

Chapter 3

Sebuah cangkir terjatuh ke lantai. Percikan air teh yang berada di cangkir mengenai dress yang digunakan Giselle. Menoleh pada pelaku. Giselle menampilkan raut datarnya, tidak ada kata maaf untuk pelaku.

“Sorry—Giselle tapi aku tidak sengaja,” ucap Xaviera memelas, menampilkan raut sangat meyakinkan jika dirinya memang tidak sengaja.

“Oh My Godnees, apa yang terjadi?” tanya seorang wanita yang diikuti oleh pelayan dari belakang. Matanya tertuju pada Giselle. Menatapnya jengah seakan sudah tahu apa lagi yang dilakukan oleh menantunya yang kerap dicap sebagai pembuat onar. “Giselle kau berbuat ulah?”

“No—Mom,” tolak Giselle membantah tuduhan mertuanya. “Kak Xaviera menjatuhkan Tehnya dan mengenaiku.” Ia tahu meski berusaha membela diri—mertuanya tidak akan percaya begitu saja padanya. Terlihat dari rautnya yang hanya menghela nafas sembari menggeleng.

Xaviera menyatukan kedua tangannya. Giselle sangat hapal, Xaviera sangat pandai berakting—bahkan aktris terkenal saja mungkin kalah dengan kakak iparnya itu. “Sorry—Mom. Aku tidak sengaja. Sorry Giselle.”

“Baiklah—Giselle ganti bajumu dulu. Setelah itu kembalilah ke sini untuk makan kue buatan Mommy,” ujar ibu Jordan. Wanita sosialita yang berumur lebih dari 60 tahun iu.

“Oke, Mom.” Giselle bangkit dari duduknya. Tidak perlu banyak bicara lagi— ia memang harus pergi dari gerombolan jelmaan setan ini. Tanpa menoleh ia berjalan lurus ke arah kamar. Mansions orang tua Jordan memang sangat luas. Ia harus menaiki tangga lebih dulu sebelum mencapai kamar Jordan yang berada di lantai dua.

Sampai di kamar ia langsung membuka lemari. Pakaiannya memang tidak banyak, namun semuanya masih terpasang logo baju desainer yang harganya mencapai puluhan juta. Melepaskan dress putih gadingnya, hingga sekarang tubuhnya hanya terbalut dalaman berwarna hitam.

“Apa yang kau lakukan? Kau membuat ulah?” tanya seorang pria yang tiba-tiba datang dari arah pintu.

Giselle tidak terkejut, itu suara Jordan. Ia menoleh sebentar lalu mengedikkan bahu. Fokusnya terpusat pada Dress berwarna maroon. Tangannya bergerak melepaskan logo dengan pelan. Sebuah tarikan di lengannya membuatnya hampir terjatuh.

“Kenapa?” kesalnya pada si pelaku. Menatap tajam suaminya yang berani menghentikan aktivitasnya. Jika seminggu ini ia berusaha bersikap manis pada Jordan—sekarang sudah tidak lagi. Hati Jordan tErlandjur tertutup batu, besi, kapur dan semen bercampur pasir—sudah sangat sulit meluluhkannya.

“Kau pasti membuat ulah lagi? Stop membuat keributan di keluargaku.” Jordan menatap Giselle dengan tajam.

Giselle berdecih. Menatap Jordan yang kini menelusuri tubuhnya yang hanya terbalut dalaman saja. “Terpesona huh?” tanyanya angkuh.

“Jangan bermimpi!” Jordan melangkah mundur menjauhi Giselle.

“Kau pasti tidak menyangka tubuhku sebagus ini—bahkan lebih bagus dari selingkuhanmu di luar sana.” Giselle dengan percaya diri mengibaskan rambutnya ke belakang. “Kau bisa mencicipiku jika mau Jordan. Kau suamiku. Kau tidak tergoda denganku? Apa kau tidak normal sampai-sampai menyia-nyiakan istrimu yang cantik ini?”

Jordan mengepalkan tangannya. “Tutup mulutmu! Ocehanmu tidak akan membuatku tergoda. Aku yakin beberapa pria telah menjamah tubuhmu. Aku tidak ingin menyentuh wanita yang sudah menjadi bekas banyak pria.”

Setiap kalimat menusuk yang dilontarkan Jordan padanya, Giselle akan menganggapnya hanya sebuah omong kosong yang tidak perlu didengar. Menahan diri untuk tidak membalas dengan tindakan fisik yang nantinya juga akan merugikannya.

“Kau akan menyesal Jordan!”

~~

Para pengawal berjajar di depan menyambut kedatangan Giselle dan Jordan. Pakaian mereka memang selalu sama setiap hari, yakni setelan kemeja hitam. Jumlah pengawal yang berkumpul lebih dari 20 orang. Tidak tahu sepenting apakah suaminya hingga memerlukan penjagaan yang begitu ketat—Giselle tidak akan mau repot-repot menanyakan hal itu. Melirik jam tangannya, ia ada jadwal pemotretan siang ini.

“Untuk apa mereka berkumpul?” tanya Giselle saat mobil berhenti.

“Salah satu pengawalmu ada yang mundur. Ada pengawal baru yang akan menggantikannya,” jelas Jordan.

Giselle memutar bola matanya malas. “Lebih baik jika tidak ada pengawal yang mengikutiku.”

Jordan menoleh, tatapan tidak sukanya menegaskan jika semua peraturannya tidak bisa ditawar apalagi diubah. “Jika terjadi sesuatu padamu—aku yang menanggungnya. Dan akan berdampak besar pada pandangan publik. Kau sebodoh itu untuk mengerti situasi?”

“Ya—aku memang bodoh yang selalu berharap sedikit kebebasan darimu. Aku lelah dengan semua peraturan yang kau buat.” Peraturan yang dibuat Jordan memang membuatnya tertekan—kebebasan yang diinginkan tidak pernah ia dapat.

Tidak ada lembut-lembutnya, Jordan mencengkram tangan Giselle yang nanti pasti akan memerah.“Patuhi semua peraturanku jika ingin hidup teratur dan tenang. Jangan membantahku apalagi mencoba memberontak. Aku bisa sangat mudah mengurungmu di Mansions tanpa bisa keluar sedikitpun.”

“Kau sudah mengaturnya?” tanya Jordan pada orang kepercayaannya. Orang itu mengangguk. “Kau urus penjagaannya,” lanjutnya.

Zeth selaku orang kepercayaan Jordan lagi-lagi mengangguk patuh. “Saya sudah menyiapkan orang yang akan menjaga Nona Giselle.”

“Terserah. Aku masuk dulu,” ucap Giselle menyela. Bahunya acuh kemudian melangkah masuk ke dalam Mansions. Ingin segera keluar dari lingkaran Jordan. Jujur saja berdekatan dengan Jordan membuat bulu kuduknya kadang merinding. Mungkinkah Jordan mempunyai semacam aura hitam atau mistis yang sangat pekat hingga membuat orang sekelilingnya menjadi takut? Entahlah.

“Kalian bubar! Laksanakan tugas kalian masing-masing!” perintah Jordan.

“Kau awasi gerak-gerik semua pengawal baru. Jangan biarkan mereka menyentuh ranah terdalam Mansions. Pastikan mereka memang orang-orang yang bisa dipercaya.”

~~

“Saya Noah, saya pengawal baru, Nona.”

Giselle menatap dalam seorang pria di depannya. Dari bawah hingga atas, semuanya nampak sempurna. Tubuh tinggi dan tegap, namun sayang wajahnya tidak sebagus badannya. Sebuah tompel yang berukuran besar menempel di pipi kanan.

“Siapa namamu? Nola? Nora?” ulangi Giselle.

“Noah,” ulangnya.

Giselle mengangguk. “Oke Nola—Noah maksudku. Kau sekarang menjadi pengawal baruku?”

“Iya—Nona.”

Giselle memutar-mutarkan tasnya. “Lets go.” Berjalan santai diikuti oleh pengawal barunya bernama Noah itu, ia keluar dari Mansions.

Jadwalnya siang ini tidak banyak, hanya melakukan pemotretan sebuah brand pakaian lokal. Pemiliknya adalah seorang selebriti terkenal dan juga temannya. Sebelum menikah, Giselle merupakan Selebgram yang mempunyai pengikut banyak. Sering menjadi Ambassador sebuah brand lokal maupun internasional. Semenjak menikah dengan Jordan yang berstatus sebagai pengusaha muda, dirinya semakin mendapat perhatian banyak orang.

“Kau harus pulang sebelum jam 6 sore,” ucap seseorang dari belakang otomatis membuat Giselle berhenti.

“Ya,” jawab Giselle malas kemudian melanjutkan langkahnya.

“Jangan lakukan apapun yang membuatku malu!” teriak Jordan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status