Share

Chapter 6

Hampir menyemburkan kopinya. Melisa melotot seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Giselle. “Apa? kau bilang dia pergi ke Amerika?”

“Ya. Dia memang pergi ke Amerika bersama istri dan anaknya. Kau sudah tahu kegiatan rutin keluarga Jordan adalah bertemu 6 bulan sekali untuk makan malam. Meski tinggal di luar negeri harus menyempatkan waktu untuk pulang. Dan ya dia pulang dan menemuiku.”

“Jangan bilang kau masih mencintainya?” tebakan Melisa hampir benar. Namun Giselle sudah tidak mencintai pria itu lagi.

“Tidak—“

“Jangan bohong padaku Giselle.”

“Baiklah-baiklah, aku hanya sedikit merindukannya. Tapi aku tidak bisa bersamanya lagi.”

Melisa menepuk bahu Giselle dengan bangga. Melihat temannya yang bisa mengambil keputusan dengan tegas membuatnya bangga. Giselle yang sekarang jauh lebih berprinsip dari pada dulu.

“Aku bangga denganmu. Prinsip untuk tidak menjalin hubungan dengan pria beristri harus terus kau pegang, Giselle. Jangan mau termakan janji manis laki-laki yang sudah mempunyai istri. Yang mereka hanya omong kosong. Jika dia berani meninggalkan anak dan istri mereka demi wanita lain—tidak menutup kemungkinan dia juga bisa melakukan hal itu lagi suatu hari nanti.”

Giselle mengangguk. Untung masih ada Melisa yang bisa mengingatkannya agar tidak melakukan kesalahan.

“Ayo bersenang-senang,” teriak Melisa mengangkat kedua tangannya.

Sore hingga malam, Giselle menghabiskan waktunya bersama Melisa. Makan-makanan kemasan sesuka hati, berfoto sebebas mungkin dan karokean dengan lagu yang ia sukai. Usai melakukan ketiga hal tersebut, Giselle merasa kelelahan hingga berbaring di lantai tanpa alas apapun.

“Aku sangat membenci Jordan. Andai saja suamimu bukan dia—aku akan sangat bersyukur,” celetuk Melisa.

“Aku juga akan sangat bersyukur jika suamiku bukan Jordan.”

Ting ting ting

Bunyi bel menyentak kesadaran dua wanita itu. Melisa lebih dulu bangun. Ia menatap layar CCTV dahulu sebelum membuka pintunya. “Dia bodyguard baru?”

Giselle bergumam. Mengambil coat dan memakainya. “Aku harus pergi. Sudah telat 30 menit pulang. Aku tidak ingin membuat Jordan semakin marah.”

“Baiklah, hati-hati.”

Beberapa menit menempuh perjalan pulang. Giselle dan Noah akhirnya sampai di Mansions. Pukul 20.14, tepat sekali—Giselle memang melanggar aturan Jordan. Memasuki Mansions dengan langkah pelan. Hingga semua lampu menyala secara serentak.

“Bagus sekali—kau pulang malam dan mengabaikan perintahku.” Jordan mendekati Giselle. Bertepuk tangan atas pencapaian Giselle hari ini yang beraninya melanggar aturannya.

“Aku sudah pulang. Tidak ada hal yang perlu diributkan.” Giselle nampak tidak takut—meski dalam hati sangat was-was apa yang akan dilakukan Jordan padanya.

“Well—kuperhatikan kau sangat berani membantah akhir-akhir ini.” Menggenggam rambut Giselel kemudian menariknya keras. Hingga membuat wanita itu reflek berteriak kesakitan. “Apa kau marah karena aku menolakmu hm?” tanya Jordan tanpa belas kasih masih menarik rambut hitam Giselle.

“LEPASKAN AKU JORDAN!” Teriak Giselle tak tertahan lagi. Berusaha melepaskan tangan Jordan dari rambutnya. Giselle menatap pria itu nyalang. “Kau KDRT! Aku akan melaporkanmu!” ancamnya.

Jordan tertawa. Melepaskan tarikannya—kini tangannya beralih mengapit pipi Giselle. “Berani membawa urusan rumah keluar—maka siap-siap akan kuhancurkan seluruh orang sekitarmu. Aku akan membuatmu benar-benar menderita hingga tidak ingin hidup lagi.”

“Kau iblis—seharusnya dulu aku lebih dulu bunuh diri daripada menikah denganmu.”

“Sssttt.” Jordan menaruh jari telunjuknya di bibir Giselle. “Kau tidak berhak membuat takdir sendiri—hanya aku yang berhak. Kau tidak diperbolehkan memilih, Giselle. Karena kau hanya boneka yang siap kumainkan kapan saja.”

“Dasar bajingan! Aku membencimu Jordan! Pergilah bersama wanitamu—tidak usah urusi aku. Nikahi saja selingkuhanmu itu. Aku akan senang hati bercerai dan pergi darimu!”

“Tutup mulutmu sialan!” Jordan mencengkram erat leher Giselle hingga wanita itu kesusahan bernafas. Giselle diambang kematiannya jika Jordan telat satu detik saja melepas cengkramannya.

“Huh.” Giselle menepuk dadanya yang terasa sangat sesak. Air mata yang sedari tadi coba ia tahan akhirnya luruh juga. Tidak mau terlihat lemah dari Jordan, Giselle berbalik dan mengusap air matanya dengan tangannya.

“Jika kau berani melanggar aturanku—siap-siap aku akan membawamu ke ruangan bawah tanah,” bisik Jordan tepat di samping telinga Giselle. “Kau pernah dengar bukan jeritan kesakitan dari ruang itu? Kau tentu bisa menebak apa yang terjadi di sana.”

Tak mau menjawab—Giselle mengalihkan padangannya. Jordan akhirnya meninggalkannya. Tubuhnya langsung merosot ke bawah. Jordan lebih dari brengsek—pria itu Psikopat sekaligus iblis. Saat ke bawah untuk mengambil alat lukisnya yang berada di gudang bawah—Giselle sayup-sayup mendengar suara orang kesakitan dari sebuah lorong gelap yang menuju sebuah ruangan. Belum sampai Giselle pada ruangan itu—seorang pengawal mencegatnya dan melaporkan perbuatannya pada Jordan.

Sejak saat itu akses ke bawah dikunci total sehingga tidak sembarang orang bisa menjangkau ruangan itu. Ia kira Jordan adalah manusia biasa yang memang brengsek, namun Jordan menyembunyikan misteri mengerikan yang Giselle sendiri tidak mau membayangkan.

“Nona,” panggil seseorang.

Giselle mendongak. Noah mengulurkan tangannya. Baik tidak perlu bertingkah jual mahal. Terima saja—lagipula sikap Noah padanya tidak semata-mata gratis. Noah dibayar untuk menjadi Bodyguardnya.

“Jangan ikuti aku lagi—aku akan pergi tidur,” pamit Giselle.

“Tunggu. Tapi leher anda akan berbekas jika tidak segera diobati.”

Menghela nafas—akhirnya Giselle setuju, memperbolehkan Noah mengobati dirinya. Di samping Mansions ada sebuah taman kecil. Bunga yang di sana tidak terlalu bagus karena jarang terawat. Lalu lampu-lampu penerangan juga hanya sedikit. Juga hanya ada dua bangku yang tersedia.

Dengan telaten Noah mengoleskan krim itu di leher Giselle. Tidak ada niatan terselubung melihat betapa mulusnya leher sang nona. Noah memang tulus mengobati Giselle.

“Kenapa kau sangat perhatian padaku?” tanya Giselle pelan.

“Itu sudah tugas saya.”

“Tugas bodyguard hanya menjagaku agar aman. Bukan memperhatikan keadaanku, memberi apa yang kubutuhkan dan mengobatiku saat terluka. Tugasmu tidak sebanyak itu sebagai Bodyguard, Noah.”

Noah terdiam. Dari samping ia merasa Giselle mamandangnya sangat intens. “Kau menyukaiku?” tanya Giselle membuat Noah langsung menoleh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status