Gavin segera taruh kakinya diatas injakan kaki motor Diana. Lalu ia jalankan motornya selagi kaki kanannya masih tetap di injakan kaki motor Diana. Motor keduanya pun sama-sama jalan.Diana merasa sangat senang ketika itu, dirinya lantas tertawa kegirangan seakan baru saja mendapatkan mainan. "Ini kok bisa sih hahaha! Eh Gavin, lo apain motor gue kok bisa jalan sih hahaha!" "Halah gini aja seneng lu." "Vin, ini magic loh. Hahaha! Kok bisa sih kayak idup motornya." ucap Diana senang tidak karuan, hingga tak sadar dirinya sudah bertingkah layaknya seorang anak kecil ketika mengendarainya. Bahkan ia dengan beraninya melepas kedua tangannya secara bersamaan namun dipegang kembali, lepas, pegang, lepas dan pegang lagi. Hingga ketika ada sepeda lewat, ia kaget dan otomatis oleng ke kiri dan nyusruk ke selokan bersama dengan Gavin. Mereka saling kesakitan bahkan Diana sampai coklat seluruh wajahnya karena berposisi jatuh mencium tanah selokan yang basah. Gavin tertawa geli melihatnya cemo
Mereka berdua langsung melongo dan batuk bersamaan. Mereka berdua tertawa. Rian segera meluruskan. "Ini bukan wanita itu nek, ini mbak Shanum. Maaf mbak, nenek penglihatannya sudah mulai terganggu karena ada diabetesnya." ucap Rian. Shanum memaklumi hal itu. "Mbak Shanum? Duh gusti, ini mbak Shanum toh, kenapa enggak bilang sih kamu. Maaf ya mbak Shanum, nenek kalo enggak pake kacamata suka enggak keliatan. Maklum lamur hehe.""Iya nek enggak apa-apa. Emang nenek kira aku siapa?" tanya Shanum. 'Itu loh yang mau dijodohin sama mas Rian, eh tapi mas Rian masih gitu-gitu aja jawabannya." ucap nenek Aisyah. "CIye mas, udah punya ya. Diam-diam aja nih enggak bilang." ucap Shanum, Rian hanya tertawa malu. "Ah percuma mbak Shanum. Bilang juga, orangnya aja enggak pernah benar-benar nganggep serius perjodohan. Bilangnya kurang srek lah atau apalah. Jadi bingung yang ngejodohinnya juga.""Kurang apa mas? Kurang cantik?" tanya Shanum. Rian hanya tersenyum, seolah menganggap itu hal yang cu
Shanum bimbang. Shanum merasa cemas jika ia memilih pilihan yang salah. Dirinya akhirnya sampai dihadapan pintu rumahnya dan cukup kaget ketika disadari kalau ada sepatu perempuan disana. Shanum mulai curiga dan ternyata pintu rumahnya terbuka, menampak Ghea yang baru saja mandi dan kini sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Shanum menajamkan alis matanya dan memandang kesal Ghea. Meski ia mencoba untuk menahan semua kesabarannya detik itu juga. "Kayaknya enggak ada yang berubah selama aku pergi kesana juga. Kalian malah semakin lengket kelihatannya." ucap Shanum tersenyum picik. Tak disangka Jaka juga masih belum berangkat kerja, dirinya baru saja keluar dari kamarnya. "Kamu.... sudah pulang?" ucap Jaka yang langsung menawarkan Shanum untuk duduk, tapi sayangnya tidak ada kalimat sapaan apapun yang Shanum utarakan padanya. "Enggak perlu duduk, aku mau langsung pergi buat ngurusin perceraian. Kamu juga pasti udah nungguin kan?" tanya Shanum. "Apa persidangannya hari ini? Ka
"Makanya saya mau kesana sekarang, nanti saya hubungi mbak lagi ya biar sekalian dijelasin juga yang hilangnya apa." ucapnya yang langsung menutup teleponnya dan bergegas pergi meninggalkan Doni yang terlihat senyam-senyum sendiri. "Ciye yang udah punya gebetan baru. Bilang orang-orang ah." Rian pun sampai dihadapan kontrakannya, agen beras miilk Shanum yang kini kehilangan cukup banyak beras. "Ini gimana ceritanya bisa kemalingan, emang kalian tinggalin toko ini?" tanya Rian cemas. "Kita lagi nyari makan buat sarapan eh pas balik lagi barang udah banyak yang hilang." "Kalian kenapa enggak tutup tokonya sementara dulu atau titipkan ke orang lain? Bukannya main ngeloyor pergi gitu aja. Kita kan enggak tahu namanya orang, apalagi toko dalam keadaan enggak ada yang jaga, ya kesempatan buat mereka." ucap Rian. "Maafin kami den." "Sekarang coba kalian tulis mana saja barang yang hilang, biar nanti saya kasih daftarnya ke mbak Shanum, tapi ngomong-ngomong disini ada CCTV gak sih?" ucap
"Saya sudah melaporkan masalah ini ke polisi, mbak jangan khawatir, saya juga sudah memberikan hasil rekaman CCTV yang tersedia didekat sana." "Alhamdulillah. Terus udah ketemu mas siapa pelakunya?" "Masih proses penyelidikan. Mbak tunggu aja nanti kalau ada info terbaru dari mereka saya yang akan hubungi mbak langsung. Tunggu aja, sebentar lagi polisi bakal kesana dan menyelidiki siapa tersangkanya." "Mudah-mudahan langsung ketahuan siapa tersangkanya dan segera tertangkap. Aamin.""Iya mbak. Oh iya sekarang mbak udah balik lagi ke Puncak?" tanya Rian. "Iya udah. Mas Rian ngomong kayak gitu saya langsung kesini. Ternyata bener mas banyak yang hilang.""Iya mbak, yang sabar ya. Semoga pencurinya segera ketemu. Saya akan memantau terus perkembangan dari kepolisian mengenai hal ini." "Iya. Makasih mas Rian."Setelah tak lama berselang dari Rian menelepon, beberapa anggota kepolisian mendatangi Shanum dan berkata. "Kami dari kepolisian di kota ini ingin bertanya apakah betul ini den
"Oh maaf, mas Rian lagi keluar sebentar. Ini saya temannya, orang yang ngontrak di kiosnya." "O-oh. Iya, kalau begitu nanti saya telepon lagi ya mbak. Makasih." ucapnya yang langsung menutup teleponnya. "Duh dia marah kali ya? Langsung ditutup gitu aja. Atau apa mungkin dia cemburu? Itu barusan pacarnya bukan sih? Duh.... aku lupa bilang kalo aku gak ada hubungan apa-apa lagi sama dia." ucap Shanum khawatir. Mendadak muncul Rian bersama seorang suster, membawa troli makanan. "Makasih sus, biar saya aja yang kasih makanannya." ucap Rian yang langsung mengambil sepiring bubur dan segelas minumannya. Suster itu pergi dan Rian duduk dikursinya. "Mas.... ini hapemu." ucap Shanum memberikan ponselnya. Rian menerimanya. "Oh iya tadi ada yang nelepon mas." ucap Shanum. "Oh, siapa?" tanyanya. "Delia. Maaf ya tadi aku angkat teleponnya. Gak sengaja, soalnya tadi bunyi terus." ucap Shanum tidak enak, Rian tampak terdiam seakan memikirkan sesuatu. Shanum terheran. "Kalau boleh tahu itu pacar
"Dari sekian cowok yang aku temuin, kamu yang paling terbaik menurutku Yan. Kamu yang paling membuatku merasa nyaman dan tenang pada waktu yang bersamaan.""Terima kasih." "Makanya aku sering minta bantuan kamu, curhat, minta saran, minta ini minta itu tuh cuma ke kamu doang, ke cowok lain mana pernah.""Iya."Disaat yang sama Shanum menelepon Jaka. Telepon diangkat. "Tega kamu ya mas! Kamu yang buat aku kehilangan beras-berasku! Biar saja, polisi besok akan langsung ke rumahmu minta pertanggung jawaban atas kasus ini!""Polisi? Kamu lapor polisi? Num maafin aku, aku benar-benar menyesal, aku tidak sengaja melakukan itu." "Kamu sengaja! Jangan memutarbalikkan fakta! Aku tahu semuanya! Kamu penuh intrik dan manipulasi, kamu sengaja melakukan ini semua supaya aku merasa sendirian dan berakhir menyalahkan diriku sendiri kan karena menceraikan kamu? Jangan bohong kamu! Atau kamu mau membalas dendam atas perceraian itu? Tega kamu ya! Kamu ngapain segala bayar orang supaya curi berasku? A
"Mau minuman mbak? Teh atau kopi?""Ah enggak kok, saya cuma sebentar disini enggak akan lama-lama." ucap Delia tersenyum, Shanum melakukan hal yang sama. Mendadak Delia menelepon Rian. Dirinya mengatakan kalau dirinya ada di kiosnya, toko beras Shanum. Tentu saja membuat Shanum cukup kaget seakan memancing Rian untuk segera kesana. Ah tapi mana mungkin dia kesana, dia kan bekerja. Seusai dirinya menelpon, Delia langsung mengajak kembali Shanum mengobrol. "Saya kebetulan kesini mau menegaskan sesuatu ke mbak. Saya rasa saya kembali menyukai mas Rian, mbak enggak keberatan kan saya dekat dengan mas Rian?" "O-oh tentu, silahkan. Enggak kok, tapi kenapa kok mbak sampai minta persetujuan saya? Emangnya saya kenapa ya? Menurut mbak saya cukup mengganggu apa ya kehadirannya?" tanya Shanum. "Ah enggak, saya hanya khawatir mbak punya perasaan khusus semenjak mas Rian sering membantu mbak disini. Padahal setahu saya mas Rian memang begitu sifatnya, suka nolongin orang." "Bukan kok, enggak