Share

Mengakui

Pria itu melorot ke lantai, hatinya sungguh menciut dan tidak pernah terbayangkan olehnya bila berpisah dengan istri dan anaknya. Dia sangat mencintai Sekar dang juga anak-anak, dia tidak mau ada perceraian di antara mereka berdua. Dia sangat mengakui kesalahannya sangat sadar kalau dia sudah tergoda dengan wanita lain yang berstatusnya istri orang. Tapi di sisi lain dia pun sangat mencintai istrinya.

Zulfan bersimpuh di kaki papa mertua. "Pah tolong, tolong maafkan aku, Pa! aku tidak pernah ada niat untuk menyakiti hati Sekar. Aku sangat mencintai Sekar dan jangan suruh aku dan Sekar berpisah--"

Kedua orang tua Zulfan menatap putranya yang bersimpuh di kaki papa mertua, sesekali keduanya saling bertukar pandangan karena dalam hatinya ada rasa belum percaya kalau Zulfan tega pada istrinya, berselingkuh.

"Apa, kamu cinta? cinta sama anak saya. Tidak salah! kalau kamu cinta ... tidak mungkin kamu berselingkuh, dengan wanita lain dan mengkhianati istrimu sendiri Kamu itu bicara pakai otak tidak!" Papa mencengkram kerah bajunya Zulfan.

Tangan Papa satu lagi sudah hampir melayang untuk menampar pipi Zulfan kembali, namun dengan cepat tangan Ayah menangkap tangannya. Dengan bentakan hingga menciptakan suara yang bergema di ruangan keluarga tersebut.

"Cukup! bisa nggak tidak memakai kekerasan, bicarakan baik-baik dengan kepala dingin dan saya belum menerima jawaban kalau putra saya berselingkuh!" Ayah menghempaskan tangan papa dan menarik kedua bahu Zulfan agar duduk kembali di tempat semula, tidak merendahkan dirinya di kaki sang papa mertua.

Wajah-wajah cemas yang tampak dari wajah Ibu juga mama menatap ke arah suaminya masing-masing dan juga Zulfan. Papa kembali duduk dengan nafas yang tersengal, dia benar-benar sangat geram dan belum puas untuk menghajar Zulfan.

"Sekarang kamu ceritakan sama ayah. Apa benar kamu ada hubungan dengan wanita itu? beneran kamu berselingkuh?" tanya ayah dengan tatapan yang tajam ke arah Zulfan yang menunduk dalam yang sesekali mengusap pipinya yang masih terasa panas dan perih juga hidungnya yang berair.

Dengan pelan Zulfan menganggukkan kepalanya. Bagaimanapun dia mengakui akan kesalahannya namun dia heran! sebenarnya dari mana sih berita itu? intinya siapa yang menyebarkan wa itu? sebab dia merasa Sekar pun tidak mungkin menyebarkan chat wa tersebut.

Dengan rasa tidak percaya, kedua mulut orang tuanya menganga dan juga mata melotot. "Serius yang kamu bilang! bukan sekedar bercanda atau main-main?"

Ibunya langsung shock, menangis. Dia benar-benar kecewa anaknya menjadi suami yang tidak bertanggung jawab, bahkan selingkuh dan semua orang tahu kata selingkuh itu bukan hubungan yang sehat tapi sudah mendekati hubungan suami istri yang tanpa ikatan halal. Air matanya terus berjatuhan. "Kamu tega, Zulfan. Menduakan istrimu yang selama ini bisa menerimamu dengan baik, menerimamu apa adanya! di mana otak kamu, Zul di mana?" sembari terisak kecil.

Plek. Ayah menoyor kepala Zulfan hingga tergerak kebelakang. "Apa yang kamu perbuat itu, Zul? apa kau tidak pernah melihat ayah, apa ayah pernah mempermainkan ibumu, mengkhianati ibumu? tidak pernah! tapi kenapa kamu berbuat seperti itu? apa yang kamu banggakan ha!"

"Aku mengakui kesalahanku, Yah, aku salah. Aku sadar itu--"

"Tapi sadar kamu sudah terlambat, setelah kamu benar-benar menikmati hidangan haram yang kau telan. Kamu makan sisa orang dan meninggalkan milik mu sendiri, kamu tidak pernah memikirkan gimana perasaan istri kamu, selingkuh. Kamu tidak memikirkan anak-anakmu! seandainya rumah kamu hancur! mereka akan menjadi korban perceraian dan kurang kasih sayang dari ayah dan ibunya." Teriak papa.

"Maafkan aku, Papa ... maafkan Aku. Aku tidak ingin berpisah dengan Sekar, aku tidak mau berpisah dengan anak ku, biarkan kami terus bersama. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki diri, biarkan aku menjadi suami yang lebih baik, Pa. Mah." Zulfan Terus meminta maaf dan memohon agar tidak ada perpisahan antara dia dan Sekar.

Sambil menyeka air mata nya. Sekar memandangi ke arah Zulfan yang bonyok dan tampak sangat menyesali buatannya itu. Tapi untuk saat ini Sekar tetap saja merasa kesal, marah. Jengkel, benci dan Sekar tidak ingin melihat laki-laki itu lagi. Walau dalam hati kecilnya mengakui, kalau dia sangat sayang sama suaminya itu dan dia mengingat anak-anak yang butuh kasih sayang dari orang tua yang lengkap.

"Maaf-maaf, enak sekali kamu minta maaf! setelah semuanya terjadi, sebelumnya kamu tidak pernah menyadari gimana sakitnya hati istrimu itu! suami yang selama ini dia bela-belain ternyata menyelingkuhinya juga. Kurang ajar banget kamu laki-laki." Bibir papa bergetar, menahan rasa emosi kepada Zulfan yang tiada juga reda.

"Saya tidak sudi. Saya tidak ikhlas anak saya diselingkuhi macam gini, mana sama orang dalam lagi, saya tidak ikhlas dunia akhirat pun tidak ikhlas kalau Sekar melanjutkan rumah tangganya dengan mu! Dasar laki tidak tau diri." Imbuh mama sambil menuding ke arah Sekar dan penuh cacian pada Zulfan.

Sementara kedua orang tua Zulfan hanya bisa mengurut dada, mereka cukup tahu diri dan menyadari kesalahan putra nya yang sudah berbuat fatal. Istri mana yang tidak akan sakit hati? bila suaminya sudah berselingkuh dengan wanita lain. Bahkan bukan di luaran tapi di dalam rumahnya sendiri. Orang tua mana yang tidak kecewa bila anaknya dikhianati oleh sang suami, apalagi dengan latar belakang kurang setuju. Jelas ... tambah kecewa dan sakit hati saja orang tua pihak perempuan.

"Tetapi tidak perlu bicara seperti itu juga besan ... yang menjalankan mereka, bukan kita! kalau mereka masih ingin bersama dan melanjutkan rumah tangganya, kita tidak bisa apa. Cuman bisa mendoakan saja. Dan kita sebagai orang tua tidak patut untuk berkata yang tidak-tidak! mendingan berdoa saja yang terbaik untuk anak-anak kita." Lirih ayah, dia berusaha untuk meredam emosi nya.

Papa mendelik pada ayah dan berbicara tegas. "Kamu bicara seperti itu, karena kamu bukan korban. Kamu dari pihak tersangka, sementara keluarga saya adalah korban! yang tersakiti. Kalau ngomong ... itu muda, tapi faktanya rasa sakit ini tidak mudah hilang dengan omongan."

"Tapi, kan benar kalau yang jalani itu anak-anak kita, bukan kita. Kalau mereka masih ingin menjalani pernikahan, kita bisa apa?" Sambil terisak ibu berkata dan mengedarkan pandangan pada besan yang khususnya pada Sekar dan Zulfan.

Zulfan yang terus menunduk dan sesekali menoleh pada istri nya yang di peluk oleh mama sambil terus mengusap air mata. Berharap kalau rumah tangga ini masih bisa dipertahankan. Zulfan sangat tidak menginginkan perceraian, dia pun menyadari kalau berpisah ... berarti ia yang harus pergi. Berhubung rumah atas nama Sekar, lagian Sekar juga yang lebih banyak mengeluarkan modal untuk bisa punya rumah dan isinya ini.

Hasil usaha Zulfan hanya bisa untuk makan saja. Itupun bila dia bekerja. Kalau tidak, uang Sekar juga untuk menutupi semua kebutuhan rumah tangganya.

"Tapi saya yakin, kalau Sekar juga tidak ingin meneruskan pernikahannya dengan dia!" Papa menuding ke arah Zulfan. Suara papa merendah dan tatapan tajam pun tertuju pada Sekar.

"Sekar. Kamu pasti ingin berpisah kan sama dia? Mama akan mengurus perceraian mu dengan dia, dan kamu tidak usah repot-repot. Cukup datang saja nanti bila ada panggilan dari pengadilan--"

"Bener, Mah ... Sekar tidak perlu mengurus semuanya dan kita saja yang turun tangan, Papa yang akan menghubungi pengacara biar mengurus semuanya." Katanya sambil menghela nafas yang berat.

Sekar terdiam sambil sedikit terisak dalam pelukan mama yang terus menggerakan tangannya mengusap punggung Sekar dengan lembut. Dia ingin berpisah, aslinya gedek sama Zulfan dan rasanya jijik dekat dengan dia. Akan tetapi ia memikirkan kedua anaknya yang masih kecil-kecil yang masih membutuhkan perhatian dari kedua orang tua nya.

Zulfan menatap ke arah Sekar dan berharap kalau Sekar mengatakan yang bertolak belakang dengan omongan orang tua nya. Sebab dia yakin kalau Sekar itu sangat sayang dan cinta juga padanya.

"Iya, Pa. Mah ... aku ngikut saja!" Sekar mengangguk. Membuat Zulfan terkaget-kaget mendengarnya. Jauh dari harapan dan ekspetasinya.

Zulfan menggeleng, mengarahkan pandangannya pada Sekar. "Tidak, kita tidak boleh terpisah sayang. Kasihan anak-anak dan kita sangat saling mencintai, kita bisa bicarakan ini dengan baik-baik dan jangan terburu-buru! aku mohon sayang."

Seiring dengan tangan mengusap wajahnya, mengeringkan bekas air mata yang terus berjatuhan. Sekar menatap tajam ke arah.

.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status