"Oke, saya akan terima lamaran kalian. Dengan satu syarat ... jangan pernah kamu menyakiti anak saya mau fisik maupun hati, karena jika itu terjadi. Saya tidak ada ampun dan tiada maaf," ucap papa setelah duduk di hadapan ketiga tamunya.
Ucapan dari Papa membuat hati Sekar merasa lega, begitupun dengan Zulfan. Keduanya saling pandang nan mesra, dengan sorot mata yang berbinar bahagia.
"Kalian pasti masih ingat apa yang Papa katakan dulu kalau kamu Zulfan, menyakiti hati maupun fisik anak saya! saya tidak ada maaf untuk kamu, dan saya sekarang sangat kecewa karena kamu sudah menyakiti hati putri saya. Kamu nggak nyadar kehidupan kamu sekarang mapan ini karena siapa? kalau bukan karena Sekar, tapi dengan teganya kamu selingkuh dengan pengasuh anak mu sendiri. Apa kau sudah gila, ha?" bentakan suara papa membuat Sekar sadar dari lamunannya.
"Maaf saya khilaf!"
Dugh.
Bogem mentah bersarang tepat di perutnya Zulfan. Membuat Sekar terhenyak kaget dan menoleh ke arah sumber suara! sambil menghela nafas sangat panjang. Menatap dingin pada suaminya yang memang sudah sepantasnya pendapat hajaran dari papa.
"Kurang ajar banget kau, bilang khilaf segala, bukan sekali tetapi sudah berulang-ulang kali. Bukan dua kali ataupun sebentar, tapi dalam jangka waktu lama. Itu yang saya baca dari grup wa, kalau kamu sudah selingkuh dengan wanita murahan itu. Enak benar kau bilang khilaf!" tatapan Papa begitu tajam ke arah Zulfan dengan bertolak pinggang, walaupun sudah berulang-ulang menghajar wajahnya tetap aja dia belum juga merasa puas.
Dengan ucapan itu Sekar jadi mendapat kesimpulan kalau orang tuanya tahu itu dari grup W******p, tapi siapa yang menyebarkan itu? nggak mungkin mas Zulpan yang menyebarkan nya, sama aja dengan bunuh diri.
"Jujur. Saya menyesal sudah menikahkan kalian, selama ini saya sudah membuka hati untuk menerima kamu sebagai mantu saya, tapi kenyataannya kamu malah seperti ini mengkhianati putri saya menyakitinya!" ucap Mama dengan suara lantang, sembari menatap ke arah Sekar yang tampak berderai dengan air mata.
Sekar pun tidak tahu harus berkata apa kepada orang tua nya, harus minta maaf. Menyesal, karena sudah menikah dengan Zulfan ataukah hanya bisa meratapi nasib. Yang jelas air matanya terus saja berjatuhan tanpa dapat ia mendung, hatinya terlalu hancur membayangkan perselingkuhan suami dengan Mbak Fitri. Orang yang setiap bulan dia gaji, setiap minggu dia perhatikan dengan gaji tambahan. Karena dia sudah menjaga kedua Putra dan putrinya.
"Mama heran, kok kamu bisa kuat! bisa diam saja, jelas-jelas suami kamu berbuat begitu dengan wanita lain, kayak orang yang gak punya agama saja. Apa nggak nyadar itu seperti perbuatan bina ta-ng!" Mama mendelik kan mata ke arah Zulfan lalu melihat ke arah Sekar yang terus mengusap air mata dengan tisu yang sudah banyak menumpuk di meja, bekasnya.
"Aku juga tidak menyangka, Mah ... sumpah sungguh aku tidak menyangka kalau mas Zulfan tega berbuat itu sama aku, hik-hik-hiks!" pada akhirnya Sekar bersuara juga. "Yang sangat menyakitkan hati, kenapa harus wanita itu yang menjadi selingkuhan mu Mas? Wanita yang setiap hari kita jumpai di rumah ini, wanita yang setiap hari menjaga anak kita. Wanita yang aku gaji Mas dan yang sangat paling paling-paling menyakitkan dan tidak masuk akal dia itu punya suami, Mas. Apa sih mau kamu Mas?" Sekar mengalihkan pandangan yang tajam ke arah Zulfan! dengan suara bergetar hebat.
Zulfan hanya melirik sekilas lalu dia tertunduk kembali. Dia bingung harus berkata apa lagi, merasakan di muka dan perut aja terasa sakit banget. Papa tidak kira-kira menonjok dan memukulnya bahkan tendangannya pun mendarat di selangkangannya, ketika tadi sebelum datangnya Sekar.
"Sebaiknya, kamu ceraikan saja laki-laki keparat itu. Tak ada gunanya kamu pertahankan laki-laki macam dia, yang nggak setia enggak bisa apa! kebahagiaan kamu dapatkan dari yang lain!" ucap papa dengan sangat sinis dan mengerling ke arah Zulfan. Membuat laki-laki itu langsung mendongak menatap hiba ke arah Sekar dan papa, kepalanya sedikit menggeleng.
"Bener, Pah. Itu bener banget, mendingan kamu cerai aja Sekar. Buat apa mempertahankan laki-laki yang gak punya perasaan seperti laki-laki itu. Jangan takut menjadi janda! masih banyak pria lain yang mau sama kamu, yang mau tanggung jawab dan akan membahagiakanmu. Begitupun dengan anak-anak kamu jangan takut! bahkan dengan materi pun kamu sudah mampu menghidupi anak-anak, ngapain kamu takut menjadi janda!" tambah mamanya yang dengan menggebu-gebu setuju dengan perkataan dari suaminya.
"Assalamualaikum!" Suara dari ayah dan ibu Zulfan. Mereka datang karena ditelepon oleh orang tuanya Sekar dan sebelumnya mereka sama sekali tidak tahu tentang berita perselingkuhan putranya. Maka dari itu mereka sangat kaget dan tidak percaya dengan yang dijabarkan oleh mamanya Sekar di telepon tadi.
"Wa'alaikum salam ..." jawab Papa dan Mamanya Sekar berbarengan. Sekar hanya menggerakkan bibirnya tidak sampai keluar suara dan menatapi kedua mertuanya tersebut.
Ayah dan ibu duduk di dekat Zulfan dan menatap putranya yang tampak meringis dan kesakitan, mukanya pun bonyok dan ada titik darah di ujung bibirnya. Wajah Ayah tampak keberatan jangan kondisi Zulfan, lalu beliau menatap ke arah besan dan dia merasa pasti besan lah yang melakukan semua ini.
"Kenapa putra saya bonyok begini? bukankah semua masalah bisa diselesaikan dengan baik-baik, bukan memakai kekerasan." Ayah menatap tajam ke arah papa yang dibalas lebih tajam dari itu.
"Sakit yang dirasakan dia itu, tidak seberapa dengan rasa sakit yang dirasakan oleh putri saya, Sekar. Dia berselingkuh di rumah ini, di dalam rumah tangganya sendiri. Dengan wanita pengasuh anaknya! coba kalian bayangkan, gimana sakitnya perasaan Sekar! jangankan Sekar. Saya pun sakit, sungguh sakit!" Sergah Papa yang juga ditimpali oleh Mama yang menunjuk-nunjuk dadanya sendiri, yang mengungkapkan gimana rasa sesaknya dada seorang ibu yang mendapatkan berita bahwa putrinya diselingkuhi oleh sang suami.
"Tapi bukan gini caranya. Lihat wajah anak saya bonyok begini, ya ampun kamu sakit, Nak?" Ibu menangkupkan kedua tangannya di wajah Zulfan yang tidak berani menatap ibunya dan juga Ayah.
"Tanya, sama anak kesayangan mu itu, bisa-bisanya selingkuh. Apa kurangnya anak saya ha?" Papa menuding pada Zulfan yang menggeleng.
Bagi Zulfan. Tidak ada yang kurang dari Sekar, dia sangat sempurna sebagai seorang istri yang selama ini mendampinginya. Tidak ada yang kurang sedikitpun dia selalu menjadi istri yang baik, yang manut dan menerima apa adanya. Begitu pun dengan hal materi, dia tidak pernah menuntut walaupun tidak dikasih uang belanja sekalipun oleh suami, dia yang hanya sebagai kuli bangunan di kala ada. Dan nganggur di saat sepi kerjaan, Sekar tidak pernah menuntut.
"Tuh, kan ... dia nggak bisa menjawab apa kurangnya anak kita apa! Sebagaimana kita tahu kau Sekar selalu menerima dia apa adanya, tidak banyak menuntut sekalipun nggak dikasih duit. terus yang digunakan adalah duit pribadi Sekar untuk menutupi kebutuhan rumah juga dan isinya. Dan dia sama sekali tidak bersyukur punya istri seperti Sekar, bisa-bisanya selingkuhi dia," kini Mama yang menuding-nuding ke arah Zulfan yang tidak berani untuk mengangkat wajahnya. Dengan suara yang bergetar.
"Sekarang jelaskan sama ayah. Apa benar berita itu? kalau memang benar ... kenapa kamu sampai tega menyakiti istrimu? kamu lupa, kalau kamu itu sudah punya dua anak darinya!" suara ayah malah sangat lirih kepada Zulfan.
Tubuh pria itu melorot ke lantai.
Bersambung ....
Pria itu melorot ke lantai, hatinya sungguh menciut dan tidak pernah terbayangkan olehnya bila berpisah dengan istri dan anaknya. Dia sangat mencintai Sekar dang juga anak-anak, dia tidak mau ada perceraian di antara mereka berdua. Dia sangat mengakui kesalahannya sangat sadar kalau dia sudah tergoda dengan wanita lain yang berstatusnya istri orang. Tapi di sisi lain dia pun sangat mencintai istrinya. Zulfan bersimpuh di kaki papa mertua. "Pah tolong, tolong maafkan aku, Pa! aku tidak pernah ada niat untuk menyakiti hati Sekar. Aku sangat mencintai Sekar dan jangan suruh aku dan Sekar berpisah--" Kedua orang tua Zulfan menatap putranya yang bersimpuh di kaki papa mertua, sesekali keduanya saling bertukar pandangan karena dalam hatinya ada rasa belum percaya kalau Zulfan tega pada istrinya, berselingkuh. "Apa, kamu cinta? cinta sama anak saya. Tidak salah! kalau kamu cinta ... tidak mungkin kamu berselingkuh, dengan wanita lain dan mengkhianati istrimu sendiri Kamu itu bicara pakai
Sekar menatap tajam ke arah Zulfan dengan perasaan jijik yang menyelimuti hati. "Aku ingin kita berpisah, Mas!"Diibaratkan suara petir yang menyambar, membuat Zulfan terkesiap! merasa tidak percaya kalau sang istri dengan mudahnya meminta cerai. "Tidak sayang, aku tidak ingin menceraikan mu. Aku tidak ingin kita berpisah, kasihan anak-anak! mereka masih kecil!" Kepala Zulfan tampak menggeleng pelan."Terserah, Mas mau menceraikan aku atau tidak! yang jelas ... aku ingin kita berpisah, kalau Mas merasa kasihan sama dan anak-anak. Kenapa, Mas tidak berpikir dulu sebelum, Mas berbuat sesuatu!" timpal Sekar sambil terus menyeka air matanya."Mas, sudah bilang Mas khilaf--""Mas, khilaf itu sekali dua kali. Kalau berulang-ulang! itu bukan khilaf namanya, keenakan! apa sih kurangnya aku, Mas? Oke tidak perlu kamu jawab dan aku nggak butuh jawaban. Saat ini aku inginkan adalah kita berpisah! itu saja!" Sekar kembali terisak Rasanya apa yang diucapkan dan apa yang dia inginkan, berbeda dengan
"Mama, Papa mana? kok gak ada, sudah ku cari juga di mana-mana tidak ada!" suara Ridho sambil memegang tangan adiknya Shasa.Sekar buru-buru menyeka air matanya yang sedari tadi berjatuhan dan juga mengusap wajahnya mengeringkan dengan tisu. "Papa sudah tidak tinggal di sini lagi.""Kenapa, Mah? kenapa Papa tidak di sini lagi?" Ridho menatap heran dan melepaskan tangan Shasa yang berhambur ke pelukan mamanya."Sayang, suatu saat nanti Abang akan pahami. Mengerti kenapa Papa nggak tinggal lagi di sini!" Sekar pun bingung harus menjelaskan seperti apa dan bagaimana."Papa dan Mama berpisah ya? kan sudah Abang bilang, kalian tidak boleh berpisah--""Abang Sayang, sini duduk di sini sama Mama!" Sekar menepuk kasur yang berada di sampingnya sembari menggendong Shasa dam Ridho pun menuruti lantas duduk di samping sang Bunda. "Abang tolong dengarkan Mama, seiring berjalannya waktu ... Ridho akan mengerti kenapa semuanya terjadi, dan secara tidak langsung Mama yakin Ridho pun tahu kesalahan p
"Untuk sekarang ini, tolong berikan saya ruang. Untuk sendiri dulu, saya pusing dengan keadaan yang ada." Zulfan menyingkirkan tangan Fitri dari wajahnya."Terus gimana dong? Kita gimana Mas ..." Fitri tampak risau menatap wajah manisnya Zulfan yang bikin ia selalu rindu pada pria itu."Saya kan sudah bilang, berikan saya ruang dulu di saat masalah saya ini belum selesai." Zulfan pun beranjak dan lantas pergi meninggalkan Fitri yang tampak kebingungan."Mas, jangan pergi dulu!" panggil Fitri sambil hendak menyusul Zulfan yang kini sudah menaiki motornya. Hatinya merasa kesal, belum selesai bicara sudah pergi saja tuh orang.*****Sekar Andini, usia 28 tahun tengah duduk di atas sofa sambil menatapi foto pernikahannya dengan sang suami yang bernama Zulfan.Lalu dia beranjak dari duduknya, meraih tas kerja lalu berpamitan pada sang suami dan kedua buah hatinya yang sudah dia mandikan terlebih dahulu, agar pengasuh nya datang itu kedua buah hati sudah wangi dan rapi."Aku pergi dulu, Mas
Sekar tidak mau memikirkan itu lebih lanjut, dia langsung tersenyum ke arah kedua buah hatinya, Shasa dan Ridho yang baru saja bangun tidur."Hei ... Shasa, Ridho ... baru bangun ya? Mama sudah ada di rumah nih ... jadi kalian bermain lagi sama Mama." Sekar mencium kening kedua buah hatinya bergantian."Mama-Mama aku laper!" kata Ridho sembari mengusap-usap wajahnya yang masih terasa ngantuk. Lalu menyentuh perutnya yang bersuara."Ridho laper? Nanti Mama masakin ya? dan sekarang kalian mandi dulu, biar wangi. Nanti malam kita jalan-jalan oke?" ucap Sekar sambil mengendong Shasa yang masih bermuka bantal."Ita, Ma ... jajan eskrim ya!" kata Ridho wajahnya berubah senang."Kalau begitu ... saya mau pulang dulu ya? Sekar. Lagian semua pakaian sudah beres kok," kata Mbak Fitri dari tempatnya."Oh iya, Mbak ... terima kasih ya? oh ya, untuk gajian bulan ini, em ... mau transfer atau cas aja?" tanya Sekar kepada Mbak Fitri karena kadang-kadang Mbak Fitri minta gajinya di transfer."Untuk se
"Aku tuh ... cuman nongkrong doang, kaya orang apa aja!" Merepet kaya petasan." Zulfan menggeleng."Bagaimanapun kamu itu sudah menjadi Bapak dari dua anak, jadi harus berusaha dan belajar untuk merubah diri dari sesuatu yang tidak perlu itu dilakukan, ya kecuali bekerja atau sesuatu yang bermanfaat. Aku pun tidak akan melarang kok," tambahnya Sekar dengan nafas yang terengah."Aku itu udah berusaha mengurangi nongkrong, kan kalau lagi kerja apalagi kerjanya jauh! apa ada aku nongkrong? nggak ada, kalau lagi di sini dan itu pun tidak menganggu pekerjaan ku, kan," Zulfan membela diri."Aku tahu, memang aku tahu itu tapi. Bukankah di rumah menemani istri dan anak lebih penting dari pada nongkrong sama orang. Sudah jelas-jelas kalau siang anak-anak di asuh sama orang lain, kalau malam ya temani anak-anak sebelum mereka tidur gitu." Ucap Sekar kembali."Hah, sudahlah malas aku berdebat! mendingan tidur, capek!" kata Zulfan dengan nada males lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur
Sebenarnya anak itu tetap kepikiran apa yang dilakukan oleh papanya sama Mbak Fitri tadi, apa iya mbak Fitri terpeleset? sehingga terjatuhnya ke atas tempat tidur dan akhirnya berguling-guling di sana bersama papanya sehingga saling peluk."Mbak Fitri jagain Shasa ya?" pintanya Zulfan kepada Fitri yang mengikuti langkahnya ke ruang tengah."Iya, Mas. Tentu saya akan menjaganya!" kata Fitri sembari mengangguk. Kemudian memangku Shasa yang mulai merengek minta ditemenin bermain.Zulfan mendudukan Ridho di atas motornya bagian depan, kemudian setelah menggunakan helm dia pun langsung menyalakan motornya mengantarkan Ridho ke sekolah.Tidak lama di perjalanan, akhirnya mereka tiba juga di sekolahan Ridho. Zulfan menurunkan Rhido dari motornya sembari berpesan. "Belajar yang bener ya! yang rajin biar pintar, oh iya ingat! tidak perlu bicara apa-apa sama mama! karena Papa Dan Mbak Fitri tidak melakukan apa-apa cuman jatuh doang!" Ridho hanya menganggukan kepalanya, Sebenarnya bukan mengert
Sekar meneruskan kembali makan siangnya dan walau sedikit bengong, jadi kepikiran apa yang diomongkan temannya barusan."Tapi sudahlah! ngapain juga dipikirkan." Sekar menghela nafas dengan panjang.Selesai makan, Sekar pun kembali ke ruangan kerjanya dan pekerjaan sudah menunggu uluran dari tangannya Sekar.Setelah beberapa saat dia berkutat dengan pekerjaan yang menumpuk di meja, datanglah seorang pria yang bernama Alex wajahnya tampan dan berkulit putih, dia juga seorang staf di perusahaan yang sama dan dia keturunan opa-opa Korea jadi wajahnya nggak bisa diragukan lagi gimana tampannya."Halo, selamat siang? boleh mengganggu waktunya sebentar! Ibu Sekar yang terhormat." Ucapnya sambil berdiri di depan pintu serta mengulas senyumnya yang manis.Sekar mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke arah pintu di mana berdiri seorang opa-opa Korea memegangi beberapa berkas dan memandangi ke arah dirinya. "Ya silakan masuk! ada yang bisa saya bantu?"Pria itu berjalan menghampiri tempat