"Mama, Papa mana? kok gak ada, sudah ku cari juga di mana-mana tidak ada!" suara Ridho sambil memegang tangan adiknya Shasa.
Sekar buru-buru menyeka air matanya yang sedari tadi berjatuhan dan juga mengusap wajahnya mengeringkan dengan tisu. "Papa sudah tidak tinggal di sini lagi.""Kenapa, Mah? kenapa Papa tidak di sini lagi?" Ridho menatap heran dan melepaskan tangan Shasa yang berhambur ke pelukan mamanya."Sayang, suatu saat nanti Abang akan pahami. Mengerti kenapa Papa nggak tinggal lagi di sini!" Sekar pun bingung harus menjelaskan seperti apa dan bagaimana."Papa dan Mama berpisah ya? kan sudah Abang bilang, kalian tidak boleh berpisah--""Abang Sayang, sini duduk di sini sama Mama!" Sekar menepuk kasur yang berada di sampingnya sembari menggendong Shasa dam Ridho pun menuruti lantas duduk di samping sang Bunda. "Abang tolong dengarkan Mama, seiring berjalannya waktu ... Ridho akan mengerti kenapa semuanya terjadi, dan secara tidak langsung Mama yakin Ridho pun tahu kesalahan papa sama Mama dan tolong juga fahami ke adaan ini.""Tangan Sekar mengusap rambut sebelah sisi Ridho dengan penuh kelembutan. Ia sangat berharap kalau putranya yang sudah lebih dewasa dari sang adik dapat mengerti keadaan nya.Perlahan Ridho pun mengangguk sembari menatap wajah sang Bunda yang tampak pucat dan terlihat habis menangis. Sedikit banyaknya ia cukup mengerti walaupun tidak berharap sebuah perpisahan. Lalu anak itu memeluk erat mamanya dengan perasaan pilu.Keesokan harinya, orang tua Sekar ke pengadilan agama dengan membawa berkas atau semua dokumen untuk keperluan pengajuan perceraian putrinya, Sekar.***Setelah keluar dari rumah Sekar. Tidak ada yang Zulfan lakukan selain melamun di rumah kedua irang tua nya. Penampilan tidak karuan, paling makan. Tidur lantas melamun, membuat geram yang melihat khususnya ayah dan ibu."Kau ini, jangan terus terpuruk, bangkit. Semua ini karena ulah mu sendiri dan biarpun berpisah. Kamu itu punya tanggung jawab, makanya cari duit bukan berdiam diri saja di rumah." Kata ibu dengan lirih dan menahan rasa kesal di dadanya.Zulfan menoleh pada sang ibu, menghela nafas dalam-dalam lalu ia menghembuskannya dengan sangat perlahan. "Rasanya aku tidak bersemangat, Bu ... aku tidak pernah menginginkan perpisahan ini, sungguh sangat menyakitkan!""Kamu merasakan begitu sangat menyakitkannya sebuah perpisahan. Terus kenapa kamu tidak berpikir sebelumnya? kalau apa yang kamu lakukan itu akan menghancurkan segalanya, jujur ibu sangat kecewa sama kamu. Apa sih kurangnya sekar ha? dia istri yang baik dan tanggung jawab, akan keperluan rumah tangga kalian dan dengan mudahnya kamu persiakan!" ujar ibu sambil menggeleng, jatinya begitu nyelekit mengingat itu."Bu ... aku tahu itu sebuah kesalahanku, dan aku sudah menyesalinya. Semua orang sama sekali tidak memberiku kesempatan! kesempatan untuk memperbaiki diri, kesempatan untuk mempertahan rumah tangga ku." Zulfan penuh frustasi dengan kedua mata yang menghangat, saat ini dia harus melepaskan wanita yang sangat dia cintai serta keluarga kecil yang penuh bahagia mulanya."Sudah, terima saja semuanya dengan ikhlas, jika kamu sadar dan menyesalinya. Tunjukan, rasa sesal mu tidak akan berarti bila kamu hanya berdiam diri saja." imbuh sang ibu.Lagi-lagi Zulfan menarik nafas panjang lantas bangkit dari duduknya, berjalan ke kamar mengambil kunci motor."Kamu mau ke mana?" tanya ibu saat melihat Zulfan kembali membawa kunci motor."Mau keluar, mencari angin dan siapa tahu dapat pekerjaan." Jawabnya sambil berjalan cepat menuju motor Vixion kesayangannya."Mau ke mana, katanya dia, Bu?" tanya sang suami sambil menatap punggung Zulfan yang sudah berada di atas motornya."Entah ya, Ibu juga nggak tahu! daripada di rumah bengong aja nggak ada kegiatan sama sekali, tidur. Makan, bengong. Tidur, makan bengong!" jawabnya dengan nada datar kemudian ngeloyor ke dapur untuk memasak.Tidak lama di perjalanan Zulfan pun berhenti di tempat dia nongkrong. Di depan sebuah cafe. Menghampiri beberapa pria yang menjadi teman nongkrongnya."Wih ... ke mana aja, Bos? baru kelihatan! apa ngeloni istri agar gak ke mana-mana! ha ha ha ....""Apa kabar semuanya?" Zulfan mengulurkan tangannya kepada mereka semua, yang langsung menyambut dengan ramah."Kebetulan kita ketemu di sini Mas!" tiba-tiba suara itu membuat Zulfan menoleh ke arah sumber suara yang baru saja mau duduk."Kita harus bicara, Mas! nomor, Mas nggak bisa aku hubungin!" tambah wanita yang berpenampilan menarik dan usianya memang lebih dari Sekar dan dia adalah Fitri seorang wanita yang sudah punya anak dua. Yang tiada lain adalah wanita selingkuhannya."Mau bicara apa?" suara Zulfan begitu datar dia masih merasa kesal pada Fitri yang justru menguar aibnya sendiri. Sehingga terjadilah kehancuran rumah tangganya bersama Sekar."Sebaiknya kita bicara di tempat yang nyaman, Mas. Di sini nggak enak!" yang kemudian Fitri mengajak untuk duduk di sebuah kursi yang panjang di bawah pohon yang besar.Zulfan pun mengikutinya lantas duduk di samping. "Bicaralah! Sebenarnya saya kecewa, kenapa kamu sendiri malah menguar aib kita berdua, bukannya ditutupi. Bukankah kita sudah berjanji bahwa apa yang sudah kita lakukan untuk menjadi rahasia kita berdua?""Mas, aku cinta sama kamu Mas. Aku ingin memiliki kamu, aku tidak ingin hanya dijadikan pelampiasan nafsumu saja. Aku ingin menjadi istrimu memilikimu seutuhnya!" Fitri menyentuh tangan Zulfan lalu di elusnya serta tatapan yang lembut penuh cinta terhadap pria yang berada di sampingnya itu."Apa kamu cinta sama saya? cinta itu hanya untuk kita simpan dalam hati, karena bagaimanapun kita sudah punya pasangan masing-masing. Bukan untuk saling memiliki seutuhnya!" kata Zulfan sambil menggeleng."Mas, aku sudah pisah dengan suamiku. Aku sudah tidak kuat hidup bersamanya, kan kamu tahu itu, Mas. Dia tidak pernah memberikan nafkah. Sekarang aku sudah resmi bercerai dengannya. Aku juga tahu kalau kamu dan Sekar akan berpisah, milik aku seutuhnya, Mas ... aku sangat mencintaimu dan kita akan membuka lembaran baru.""Apa ini yang kamu mau? ini yang kamu inginkan? membuat rumah tangga kita hancur berantakan dan akhirnya kita berdua bersatu, begitu? licik juga ya kamu." Zulfan menarik tangannya dari genggaman Fitri."Terserah kamu bilang aku licik atau apa karena aku tidak peduli, Mas. Sekalipun kamu hina aku, aku tidak peduli! yang jelas kita harus mengenang apa yang sudah kita lakukan berdua. Mas, kita melakukannya suka sama suka dan itu bukan satu kali. Bukan sebuah kekhilafan tapi sudah menjadi kebiasaan, hampir setiap hari kita melakukannya, Mas!" Fitri bersikukuh.Zulfan terdiam. Kalau dia menghina dan mengumpat Fitri. Apa bedanya dengan dirinya? kan yang dikatakan Fitri adalah benar. Kalau mereka melakukan itu bukan sekali dua kali saja, tapi hampir setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama. Keduanya suka saling menggoda sehingga terjadi pergumulan yang tidak peduli di mana saja."Mas, kita lanjutkan kebahagiaan kita dengan yang lebih baik, kita akan membina rumah tangga yang bahagia dan melupakan masa-masa bersama pasangan kita masing-masing! kamu pun sering bilang kalau aku lebih baik dari Sekar, aku lebih menggoda darinya. Dan aku menjadi candu bagimu Mas!" lirih Fitri yang terus meracuni pikiran Zulfan.Zulfan tetap terdiam dan menatap wajah wanita yang selama ini cukup menggoda di matanya, benar kata pepatah kalau rumput tetangga akan terlihat begitu hijau, sementara rumput di rumah sendiri terlihat kering dan usang, tak menggairahkan.Kedua tangan Fitri memegang kedua pipi pria yang berkulit hitam manis yang kedua rahangnya dihiasi bulu-bulu halus, hidungnya mancung, tidak sedikit wanita yang suka dan tergila-gila padanya termasuk Fitri. "Mas aku sayang sama kamu, Mas. Aku nggak bisa jauh darimu, Mas!" tatapannya dengan bara cinta yang berkobar.Kejadian itu terlihat jelas di pandangan mata seorang wanita cantik yang berada di dalam mobil, dia tidak sengaja melewati jalan tersebut dan menyaksikan dengan kepalanya adegan mesra yang diperankan oleh pria yang masih status suaminya. Ya dialah Sekar, dia baru saja pulang kerja dan entah kenapa dia malah berputar-putar mencari jajanan buat kedua buah hatinya di rumah."Keputusanku untuk berpisah itu lebih baik, sekalipun harus mengorbankan kedua Putra putri kita! aku tidak sanggup jika kamu begitu terlena dengan dosa." Suara gumaman Sekar yang terdengar bergetar.Sekar berusaha menahan perasaannya yang bergemuruh, pemandangan itu begitu menyakitkan. Membuat kedua matanya terasa panas dan tak kuasa air bening pun menetes melewati pipinya yang halus. Hatinya begitu sakit. Sungguh menyesakkan dada, dengan cepat sekali memutar kemudi dan meninggalkan tempat tersebut.Bersambung."Untuk sekarang ini, tolong berikan saya ruang. Untuk sendiri dulu, saya pusing dengan keadaan yang ada." Zulfan menyingkirkan tangan Fitri dari wajahnya."Terus gimana dong? Kita gimana Mas ..." Fitri tampak risau menatap wajah manisnya Zulfan yang bikin ia selalu rindu pada pria itu."Saya kan sudah bilang, berikan saya ruang dulu di saat masalah saya ini belum selesai." Zulfan pun beranjak dan lantas pergi meninggalkan Fitri yang tampak kebingungan."Mas, jangan pergi dulu!" panggil Fitri sambil hendak menyusul Zulfan yang kini sudah menaiki motornya. Hatinya merasa kesal, belum selesai bicara sudah pergi saja tuh orang.*****Sekar Andini, usia 28 tahun tengah duduk di atas sofa sambil menatapi foto pernikahannya dengan sang suami yang bernama Zulfan.Lalu dia beranjak dari duduknya, meraih tas kerja lalu berpamitan pada sang suami dan kedua buah hatinya yang sudah dia mandikan terlebih dahulu, agar pengasuh nya datang itu kedua buah hati sudah wangi dan rapi."Aku pergi dulu, Mas
Sekar tidak mau memikirkan itu lebih lanjut, dia langsung tersenyum ke arah kedua buah hatinya, Shasa dan Ridho yang baru saja bangun tidur."Hei ... Shasa, Ridho ... baru bangun ya? Mama sudah ada di rumah nih ... jadi kalian bermain lagi sama Mama." Sekar mencium kening kedua buah hatinya bergantian."Mama-Mama aku laper!" kata Ridho sembari mengusap-usap wajahnya yang masih terasa ngantuk. Lalu menyentuh perutnya yang bersuara."Ridho laper? Nanti Mama masakin ya? dan sekarang kalian mandi dulu, biar wangi. Nanti malam kita jalan-jalan oke?" ucap Sekar sambil mengendong Shasa yang masih bermuka bantal."Ita, Ma ... jajan eskrim ya!" kata Ridho wajahnya berubah senang."Kalau begitu ... saya mau pulang dulu ya? Sekar. Lagian semua pakaian sudah beres kok," kata Mbak Fitri dari tempatnya."Oh iya, Mbak ... terima kasih ya? oh ya, untuk gajian bulan ini, em ... mau transfer atau cas aja?" tanya Sekar kepada Mbak Fitri karena kadang-kadang Mbak Fitri minta gajinya di transfer."Untuk se
"Aku tuh ... cuman nongkrong doang, kaya orang apa aja!" Merepet kaya petasan." Zulfan menggeleng."Bagaimanapun kamu itu sudah menjadi Bapak dari dua anak, jadi harus berusaha dan belajar untuk merubah diri dari sesuatu yang tidak perlu itu dilakukan, ya kecuali bekerja atau sesuatu yang bermanfaat. Aku pun tidak akan melarang kok," tambahnya Sekar dengan nafas yang terengah."Aku itu udah berusaha mengurangi nongkrong, kan kalau lagi kerja apalagi kerjanya jauh! apa ada aku nongkrong? nggak ada, kalau lagi di sini dan itu pun tidak menganggu pekerjaan ku, kan," Zulfan membela diri."Aku tahu, memang aku tahu itu tapi. Bukankah di rumah menemani istri dan anak lebih penting dari pada nongkrong sama orang. Sudah jelas-jelas kalau siang anak-anak di asuh sama orang lain, kalau malam ya temani anak-anak sebelum mereka tidur gitu." Ucap Sekar kembali."Hah, sudahlah malas aku berdebat! mendingan tidur, capek!" kata Zulfan dengan nada males lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur
Sebenarnya anak itu tetap kepikiran apa yang dilakukan oleh papanya sama Mbak Fitri tadi, apa iya mbak Fitri terpeleset? sehingga terjatuhnya ke atas tempat tidur dan akhirnya berguling-guling di sana bersama papanya sehingga saling peluk."Mbak Fitri jagain Shasa ya?" pintanya Zulfan kepada Fitri yang mengikuti langkahnya ke ruang tengah."Iya, Mas. Tentu saya akan menjaganya!" kata Fitri sembari mengangguk. Kemudian memangku Shasa yang mulai merengek minta ditemenin bermain.Zulfan mendudukan Ridho di atas motornya bagian depan, kemudian setelah menggunakan helm dia pun langsung menyalakan motornya mengantarkan Ridho ke sekolah.Tidak lama di perjalanan, akhirnya mereka tiba juga di sekolahan Ridho. Zulfan menurunkan Rhido dari motornya sembari berpesan. "Belajar yang bener ya! yang rajin biar pintar, oh iya ingat! tidak perlu bicara apa-apa sama mama! karena Papa Dan Mbak Fitri tidak melakukan apa-apa cuman jatuh doang!" Ridho hanya menganggukan kepalanya, Sebenarnya bukan mengert
Sekar meneruskan kembali makan siangnya dan walau sedikit bengong, jadi kepikiran apa yang diomongkan temannya barusan."Tapi sudahlah! ngapain juga dipikirkan." Sekar menghela nafas dengan panjang.Selesai makan, Sekar pun kembali ke ruangan kerjanya dan pekerjaan sudah menunggu uluran dari tangannya Sekar.Setelah beberapa saat dia berkutat dengan pekerjaan yang menumpuk di meja, datanglah seorang pria yang bernama Alex wajahnya tampan dan berkulit putih, dia juga seorang staf di perusahaan yang sama dan dia keturunan opa-opa Korea jadi wajahnya nggak bisa diragukan lagi gimana tampannya."Halo, selamat siang? boleh mengganggu waktunya sebentar! Ibu Sekar yang terhormat." Ucapnya sambil berdiri di depan pintu serta mengulas senyumnya yang manis.Sekar mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke arah pintu di mana berdiri seorang opa-opa Korea memegangi beberapa berkas dan memandangi ke arah dirinya. "Ya silakan masuk! ada yang bisa saya bantu?"Pria itu berjalan menghampiri tempat
"Kenapa sayang?" tanya Sekar tatkala menatap putranya yang sepertinya tampak ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu."Oh enggak, Mah! tadi kami bermain sama-sama!" Bohong anak itu padahal usianya baru 6 tahun tapi sudah pandai berbohong menyembunyikan sesuatu yang termasuk penting."Sekar, kamu sedang apa di situ bukannya keluar malah melamun!" Suara mama yang seketika membuyarkan semua lamunan Sekar."Oh iya, Mah! aduh aku capek banget!" sahutnya sembari keluar dari dalam mobilnya dan menjinjing makanan buat anak-anak."Hore ... Mama udah pulang!" Sambut Ridho yang langsung menghampiri dan mengambil belanjaan mamanya."Kamu jangan melamun dan jangan banyak pikiran! semuanya akan selesai dengan baik-baik saja, semuanya sedang berjalan dan ikuti saja prosesnya!" Kata Mama sembari menuntun tangan Sekar diajak jalan tuk masuk."Iya, Mah Shasa di mana ya?" Sekar mengangguk sambil berjalan dengan gontai, wajahnya tampak pucat."Shasa ada di dalam sedang bermain, kamu nggak usah khawatir! kamu
Terkadang ada rasa dendam, marah. Benci dan dirasakan Lulu pada kakak iparnya tersebut dan sekarang kakak iparnya malah terbukti berselingkuh dengan pengasuh keponakannya sendiri. Membuat hati Lulu semakin merasa getir dan juga prihatin pada sang kakak dengan kelakuan suaminya yang kurang ajar itu. Kejadian yang sudah menimpanya tidak pernah ia utarakan pada siapapun, termasuk pada Sekar! biarlah itu menjadi rahasia dirinya sendiri.Lulu tersadar dari lamunan, dengan suara sang Bunda yang memanggil-manggil namanya. Beberapa kali ia menggercapkan kedua manik matanya dan mengedarkan pandangan ke arah sumber suara."Lu, bisa bantu Mama! Lu ... bantu Mama masak ya!" Pekik mama."Oh iya, Ma ... sebentar sebentar aku datang!" balas Lulu dengan gerak cepat menghampiri sang Bunda yang berada di dapur.Setelah selesai membersihkan diri, Sekar bermain dengan kedua buah hatinya. "Gimana es krimnya sudah dimakan belum? kalau sudah dimakan Besok Mama belikan lagi maunya rasa apa?""Abang merasa st
Geph.Zulfan menangkap tangan Sekar. Sekar menatap tangan yang di pegang Zulfan dan memberi reaksi tidak suka sehingga Zulfan pun melepaskannya."Kamu tidak bisa begini, Dek ... kamu jangan egois sendiri. Rumah tangga yang selama ini kita bina tidak bisa dihancurkan dengan secepat itu, kamu coba pikirkan anak-anak! dia butuh sosok ayah yaitu aku." Kata Zulfan dengan frustasi.Sekar hanya terdiam, tanpa berkata-kata dan dia tidak mau menatap wajah Zulfan yang tampak kusut terpuruk dan frustasi.Kemudian Zulfan berlutut di hadapan Sekar, bersimpuh dan meminta maaf dengan tulus. "Aku minta maaf yang sebesar-besarnya atas semua kesalahanku. Aku lebih baik kamu marah, kamu mencaci. Kamu memukul, menghina aku silahkan! tapi jangan diam seperti ini dan mengambil keputusan untuk kita bercerai, kita harus pikirkan anak-anak," ucap Zulfan sembari berlutut dan menundukkan wajahnya.Sekar menggelengkan kepalanya kemudian dia mundur dan berusaha membuka pintu mobil yang terhalang oleh tubuh Zulfan