Home / Rumah Tangga / Selir Hati Sang Penguasa / Chapter 7: Ancaman Dari Irene

Share

Chapter 7: Ancaman Dari Irene

Author: ARCELYOS
last update Last Updated: 2024-09-27 11:05:12

Kiara duduk di tepi ranjang, menggenggam gaun tidur sutra yang melekat di tubuhnya. Malam pertama yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan malah berakhir dengan rasa sakit fisik dan emosi yang menggelegak. Air matanya telah habis, tetapi luka di hatinya tetap terasa dalam. Dalvin, pria yang baru saja menikahinya, tidak lagi berada di sisinya. Sejak pagi, pria itu pergi ke Amerika untuk sebuah pertemuan penting dengan koleganya, seperti yang sudah sering ia lakukan sebelumnya. Ternyata, ini semua bayaran mahal bagi keinginan Kiara mengubah hidupnya.

Kiara mencoba menghibur dirinya sendiri. Dia mengingat bahwa Dalvin selalu mengatakan bahwa pekerjaan adalah segalanya, tetapi tetap saja, ada perasaan yang tak bisa diabaikan. Rasa diabaikan. Lebih lagi, malam pertama mereka terasa berlalu cepat, tak ada kehangatan yang tersisa kecuali rasa sakit yang membakar tubuhnya. Kiara belum tahu pasti, apakah hanya sebatas itu perasaan setelah berhubungan badan?

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka pelan. Dimas, asisten Dalvin, memasuki ruangan dengan hati-hati.

“Nona Kiara,” sapanya lembut. “Apa kau butuh sesuatu? Aku di sini jika kau ingin bicara.”

Kiara menoleh padanya, melihat wajah Dimas yang selalu ramah dan perhatian. Dimas memang sering berada di sisi Dalvin, terlebih dalam urusan yang melibatkan Kiara. Ia selalu hadir untuk membantu, mungkin karena Dalvin tahu Dimas dapat dipercaya.

Kiara mencoba tersenyum, meskipun rasa sakit masih terasa di tubuhnya. Dimas, pria itu menatapnya dengan penuh kekhawatiran.

“Terima kasih, Dimas. Aku baik-baik saja. Aku hanya perlu istirahat.”

Dimas mengangguk. Ia menghela napas panjang dan mengulas senyum.

"Aku mengerti. Tapi kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk memanggilku. Aku di sini untukmu."

Kiara menghela napas panjang setelah Dimas keluar. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang ia coba abaikan. Malam ini terlalu sunyi, terlalu banyak ruang bagi pikirannya untuk mengembara, dan ia tahu bahwa tak semuanya indah di balik pernikahannya dengan Dalvin.

Ya, ia hanya istri kedua. Tidak lebih.

**

Pagi berikutnya, Kiara memutuskan untuk berjalan-jalan di taman. Udara pagi yang sejuk sedikit membantu menghilangkan beban di dadanya. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang wanita duduk dengan kursi roda di dekat air mancur. Sosoknya elegan dengan pakaian yang mewah, matanya tajam dan berkilau dingin.

Wanita itu adalah Irene, istri pertama Dalvin. Ia menggunakan kursi rodanya menghampiri Kiara, tatapannya penuh kesedihan tapi juga penuh amarah. Perasaan Kiara mulai tak karuan.

“Kiara, kan?” sapa Irene dengan senyum yang tipis dan penuh arti. Ada sesuatu dalam caranya berbicara yang membuat Kiara merasa tidak nyaman.

“Ya, saya Kiara,” jawabnya ragu.

Irene mendekat dengan perlahan, penuh keyakinan. Asistennya membantu kursi roda itu agar mendekat ke arah Kiara.

"Aku sudah lama ingin bicara denganmu, tapi kurasa sekarang adalah saat yang tepat. Maaf jika pertemuan pertama kita buruk."

Kiara meneguk ludahnya, merasakan ketegangan di udara. Seperti inikah berhadapan dengan seseorang yang jauh lebih berhak atas suaminya?

“Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?”

Irene tersenyum lagi, kali ini lebih sinis. Jantung Kiara terasa sangat sakit.

"Kau mungkin berpikir bahwa kau telah menikahi Dalvin dan mendapatkan semua yang kau inginkan. Tapi, aku perlu memberitahumu sesuatu."

Kiara menahan napas, tak yakin apa yang akan dikatakan Irene.

"Dalvin tidak menikahimu karena cinta. Dia menikahimu karena dia ingin keturunan," Irene mengucapkan kata-kata itu dengan tegas dan penuh kepastian. "Dalvin telah mengejarku selama tujuh tahun. Dia mencintaiku, bukan dirimu."

Kata-kata itu menghantam Kiara seperti tamparan keras. Ia mencoba menolak kenyataan yang baru saja disampaikan Irene, tetapi ada rasa perih yang tak bisa diabaikan. Mata Irene tak menunjukkan tanda-tanda keraguan.

“Dia hanya melihatmu sebagai alat, Kiara. Alat untuk memberinya anak, sesuatu yang tidak bisa kuberikan padanya,” lanjut Irene dengan nada dingin. "Jadi, jangan terlalu berharap bahwa Dalvin akan mencintaimu. Cinta itu milikku, bukan milikmu."

Kiara terpaku. Air mata mengalir tanpa ia sadari. Kata-kata Irene menghancurkan setiap harapannya, setiap impiannya tentang pernikahan bahagia. Ia tak tahu harus berkata apa. Dalam sekejap, semua terasa runtuh. Pernikahannya, kebahagiaan yang diimpikan, semuanya seolah berubah menjadi kebohongan.

Irene menatapnya sejenak sebelum berbalik pergi, meninggalkan Kiara yang terguncang di sana, sendiri di tengah taman yang sepi. Kiara sempat terlena dengan segala yang Dalvin janjikan, tapi ternyata semua hanya hampa. Menjadi istri kedua adalah kebodohan yang telah ia pilih untuk sebuah harta semata.

**

Saat Kiara kembali ke kamar, Dimas sudah menunggu. Wajahnya langsung berubah khawatir ketika melihat Kiara masuk dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.

“Nona Kiara, ada apa?” tanya Dimas cemas, mendekati Kiara dengan cepat.

Kiara mencoba bicara, tetapi suaranya tersendat oleh isakan. Ia hanya bisa menangis. Dimas menarik kursi dan duduk di sampingnya, membiarkan Kiara menangis di pundaknya. Ia menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut, memberikan dukungan tanpa banyak berkata.

“Apa yang terjadi?” Dimas bertanya lagi, suaranya penuh perhatian.

Kiara mengangkat wajahnya yang basah, mencoba berkata di antara tangisannya.

“Irene… Dia bilang… Dalvin tidak mencintaiku. Dia hanya menikahiku karena ingin anak.” tutur Kiara lirih. "Aku menyadari hal itu sepenuhnya, tapi saat dikatakan entah mengapa hatiku sakit sekali."

Dimas terdiam sejenak, terlihat merenung. Kemudian, dengan nada lembut, ia berkata, "Kiara, aku tidak tahu pasti apa yang ada di hati Dalvin. Tapi yang aku tahu, kau tidak boleh membiarkan perkataan Irene menghancurkanmu. Dalvin memilihmu. Itu yang penting."

“Tapi bagaimana jika benar? Bagaimana jika aku hanya alat baginya?” Kiara berkata dengan suara parau. “Aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan dengan semua ini.”

Dimas menghela napas panjang, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Tidak ada yang mudah dalam cinta, Kiara. Tapi kau harus ingat satu hal: cinta itu tidak selalu datang secepat yang kita inginkan. Kadang, butuh waktu. Dalvin mungkin tidak menunjukkan cintanya sekarang, tapi bukan berarti itu tidak mungkin. Irene sudah sakit selama beberapa tahun, mereka juga sudah pisah ranjang. Kurasa Irene hanya tengah mengancammu karena rasa takutnya.”

Kiara menatap Dimas dengan mata yang penuh kesedihan. Lelaki itu, ia benar-benar menenangkannya.

“Kenapa kau selalu ada di sini untukku, Dimas?”

Dimas tersenyum lembut. Tatapan seorang lelaki muda yang bertanggung jawab dan sangat perhatian.

“Karena kau layak untuk diperjuangkan. Aku percaya pada kekuatanmu. Dan aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi.”

Kiara merasakan sedikit kelegaan dalam hatinya. Meski hatinya masih terluka, setidaknya ia tahu ada seseorang yang peduli padanya, meskipun itu bukan Dalvin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 84: Dalvin dan Dimas

    Ruangan rumah sakit penuh dengan kesibukan. Dokter dan perawat berseliweran, membawa berbagai peralatan menuju ruang operasi. Di tengah suasana panik itu, Dimas berdiri di lorong dengan wajah tegang. Sementara itu, Dalvin berdiri tidak jauh darinya, rahangnya mengeras dan matanya tak pernah lepas dari Dimas.Dalvin bisa melihat cinta di mata Dimas. Tatapan mata yang belum pernah Dalvin lihat sepanjang hidupnya bersama Dimas. Karena itulah batin Dalvin berteriak, ia tidak mau melihat Dimas seperti itu.Dokter keluar dari ruang persalinan dengan langkah cepat, menghampiri mereka berdua. "Kami akan segera melakukan operasi caesar. Detak jantung bayi melemah, dan kami harus bertindak cepat," jelas dokter dengan nada serius."Dokter, tolong selamatkan mereka," ujar Dalvin tanpa ragu.Dimas mengangguk tegas. "Lakukan apa pun yang diperlukan. Jangan biarkan istriku atau bayinya terluka."Tatapan Dalvin berpindah ke Dimas, penuh kemarahan. Kata-kata dokter seolah tak terdengar, tenggelam ole

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 83: Dalvin Datang

    Di ruang kerjanya yang megah, Dalvin duduk termenung. Di hadapannya, segelas kopi yang sejak tadi tak tersentuh mulai mendingin. Sebuah laporan tebal tergeletak di atas meja, tak menarik perhatian Dalvin sama sekali. Pikirannya dipenuhi oleh satu nama—Kiara.Seorang pria berjas hitam berdiri di hadapannya, wajahnya tegas tapi penuh keraguan. Beliau adalah ajudan sekaligus Sekretaris yang kini menggantikan Dimas. Dalvin memutar bola mata, menatap pria itu saksama."Tuan Dalvin, laporan terakhir dari tim kami. Nona Kiara sudah dibawa ke rumah sakit di Amsterdam. Dari informasi yang kami dapat, kemungkinan besar beliau akan melahirkan dalam waktu dekat."Dalvin mengangkat wajahnya, tatapannya tajam. "Amsterdam? Jadi mereka benar-benar pergi sejauh itu..." gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri."Benar, Tuan. Tim kami memastikan Dimas masih mendampingi Nona Kiara. Mereka terlihat cukup hati-hati, tapi kami berhasil mengawasi pergerakan mereka," pria itu melanjutkan.Dalvin menghela napas

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 82: Tenangkan aku, Dimas

    Kiara terkulai lemah di atas ranjang hotel, matanya setengah terpejam karena kelelahan. Sejak beberapa hari terakhir, ia merasa gelisah dengan kontraksi-kontraksi palsu yang datang silih berganti. Setiap kali rasa sakit itu datang, tubuhnya menggigil dan perutnya terasa kencang. Meski begitu, ia tahu itu bukan tanda bahwa persalinan akan segera terjadi, tapi tetap saja, rasa tidak nyaman itu cukup membuatnya kelelahan."Aduh... Dimas..." Kiara mengeluh, memegangi perutnya yang semakin membesar.Kiara merasa sesak, dan kali ini rasa sakit itu seakan lebih kuat dari sebelumnya.Dimas yang berada di sampingnya, segera duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan Kiara dengan lembut. Sejak hari-hari terakhir di Amsterdam, ia tak bisa lagi menahan kekhawatiran melihat Kiara yang semakin menderita. Apalagi kalimat Dalvin, semua itu akan menjadi sebuah ancaman bagi Dimas dan Kiara ke depannya."Ada apa, sayang? Apakah rasa sakit itu semakin menjadi?" Dimas bertanya khawatir, matanya memandan

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 81: Dalvin Mengetahui Semuanya

    Dalvin duduk di ruang kerjanya yang luas, dikelilingi oleh tumpukan berkas dan file penting yang menanti untuk ditandatangani. Namun, hari itu pikirannya teralihkan oleh laporan yang baru saja ia terima. Di meja kerjanya, ponsel bergetar, menandakan panggilan masuk. Dalvin mengangkat telepon dengan wajah serius."Tuan Dalvin, saya punya kabar penting," suara suruhan Dalvin terdengar dari ujung telepon. "Kami telah melacak keberadaan Kiara dan Dimas. Mereka berada di Amsterdam."Dalvin terdiam sejenak, terkejut mendengar berita itu. Jantungnya berdebar kencang, dan seketika rasa cemas menyelubunginya. Amsterdam? Kiara dan Dimas? Tak pernah terlintas di pikirannya bahwa mereka akan pergi sejauh itu."Amsterdam?" Dalvin bertanya, berusaha tetap tenang meski hatinya berkecamuk. "Apa mereka melakukan perjalanan bersama? Ah ya tentu saja, maksudku apa mereka tinggal bersama?""Ya, Tuan," jawab suruhannya dengan nada hati-hati. "Mereka pergi bersama, dan yang lebih mengejutkan, mereka sudah

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 80: Diawasi

    Kiara duduk di sofa ruang keluarga dengan tangan memegangi perutnya yang semakin membesar. Wajahnya pucat, dan keringat dingin membasahi dahinya. Ia sering mengeluh mulas belakangan ini, dan rasa itu kian hari semakin intens. Dimas yang duduk di sampingnya tampak gelisah, mengawasi Kiara dengan tatapan cemas.“Kiara, kita harus pergi ke dokter sekarang,” desak Dimas, suaranya tegas namun penuh perhatian. "Ini dekat dengan HPL bukan?"“Tapi aku takut, Dimas,” jawab Kiara lirih. “Aku dengar prosedur pemeriksaan untuk pembukaan itu menyakitkan. Aku tidak tahu seperti apa, tapi katanya akan sakit.”Dimas menggenggam tangan Kiara dengan lembut. “Aku ada di sini. Apa pun yang terjadi, aku akan menemanimu. Ini demi kesehatanmu dan bayi yang kamu kandung. Jika nanti sakit, kamu boleh meremas tanganku dengan keras."Kiara menatap mata Dimas yang penuh keyakinan. Akhirnya, ia mengangguk meski hatinya masih dipenuhi kecemasan. Dengan sigap, Dimas membantu Kiara berdiri dan mengenakan mantel. Mer

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 79: Ambisi Cecilia

    Pagi itu, Dimas sedang sibuk di dapur. Ia mengaduk adonan pancake dengan cekatan sambil sesekali melirik ke arah Kiara yang duduk di sofa ruang tamu. Wanita itu tampak sibuk membaca buku tentang persiapan melahirkan, sesekali mengusap perutnya yang semakin besar. Dokter mengatakan bila menunggu dua minggu kedepan untuk melahirkan.“Kiara,” panggil Dimas dari dapur. “Kamu mau tambahan cokelat atau sirup maple di pancake-nya? Atau mau ditambahi ciuman dari aku?” imbuhnya.Kiara menoleh dan tersenyum kecil. Ia gemas pada Dimas yang sudah mulai gombal terhadapnya.“Sirup maple saja. Aku sedang mengurangi yang manis-manis. Kata Dokter berat badanku cepat naik, aku harus menjaganya supaya tidak sulit melahirkan."Dimas mengangguk, menuangkan adonan ke penggorengan. Suara desis adonan bertemu dengan wajan panas memenuhi ruangan, menciptakan aroma manis yang membuat suasana pagi terasa hangat.Namun, di tengah kehangatan itu, ponsel Dimas yang tergeletak di meja makan bergetar. Nama yang tert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status