Share

Harapan

Dalam perjalanan pulang Dayana berfikir untuk pergi sebuah tempat dan menyuruh sopir taksi memutar jalan. Tak lama ia telah sampai tempat yang ia tuju, sebuah padepokan tempat oranng belajar menari.

Penari handal seperti dirinya dulu pernah belajar di padepokan ini, tempat dirinya di bina dengan berbagai macam tarian, tradisional jawa, modern, maupun tarian klasik barat.

Dilihatnya banyak sekali anak kaula muda yang sedang belajar menari tradisional jawa yang khas. Dayana kembali teringat akan masa-masa dulu saat belajar keras disini, mulai dari usianya tujuh tahun sampai tujuh belas tahun baru ia keluar untuk meniti karirnya.

Saat ini ia tengah berkeliling sambil melihat mereka yang belajar menari. Di suatu waktu ia terpaku dan tersenyum lebar saat melihat guru tari yang sangat ia rindukan.

Guru tari itu melihatnya dan menyapanya dengan senyum. Dayana memutuskan untuk melihat dan menunggu sampai kegiatan selesai. Tak lama menunggu akhirnya sang guru mendatanginya.

“Dayana,”

“Salam, Ci’,” sapa Dayana kembali.

Mereka berdua berpelukan untuk melepas rindu.

“Ayo, kita duduk disana.” Kata Ci Aline seorang keturunan tionghoa yang berbakat dengan seni tari tradisional jawa sejak dulu.

Akhirnya mereka duduk di bawah pohon beringin yang rindang dengan terpaan angin alus yang menenangkan.

“Apa kabar kamu, Na?” tanya Ci Aline.

“Baik, Ci’, Ci’ gimana, padepokan gimana?”

“Baik, sangat baik. Banyak anak muda sekarang belajar menari, dan padepokan tidak pernah sepi.” Jawab Ci Aline.

Dayana senang mendengarnya, “Dayana seneng dengernya,” ungkap Dayana.

“Ah iya, gimana karir tari kamu, apa lancar?” tanya Ci Aline lagi.

“Lancar, Ci’, Dayana sering dapat job tari di banyak acara, di jalanan juga dan Dayana sering ikut kontes menari.” Jawab Dayana lugas.

“Ah, bagus itu. lalu gimana dengan keluarga kamu, Ci dengar-dengar kamu udah punya anak, ya,” ungkap Ci Aline penasaran.

“Ah, itu, emmm... udah, Ci’, umurnya baru masuk dua tahun.” Jawabnya.

“Ehhh... sudah besar ternyata, kenapa tidak dibawa, apa lagi sama suami kamu?”

“Kami sudah cerai, Ci’, anak saya juga dibawa sama suami saya.” Ucap Dayana memberitahu dengan sendu.

Ci Aline kejut mendengarnya, ia terdiam beberapa detik lalu menempatkan tangannya pada punggung Dayana untuk mengusapnya memberikan kehangatan serta kekuatan pada Dayana. Dayana tersenyum sendu melihat tatapan Ci Aline yang memberinya kekuatan.

Setelah selesai di padepokan tari, Dayana memutuskan untuk pulang karena hari mulai gelap.

“Hati-hati dijalan, Dayana.” Ucap Ci Aline yang mengantar kepergian Dayana.

Dayana menyikapi Ci Aline dengan anggukan dan lambaian tangan.

Sudah pukul tujuh malam, Dayana baru sampai di kontrakannya, disana ia merebahkan badan dengan nyaman karena hari yang melelahkan. Tiba-tiba deringan ponsel mengganggunya, ia mengambilnya dengan malas dan menjawabnya.

“Iya,” jawabnya dengan nada malas.

“Day, ternyata mereka pindah ke Inggris!” suara Bondan memberitahu membuat Dayana kejut bukan main. Rasa lelahnya bahkan hilang dan terlonjak kaget dari kasurnya.

“Apa!”

“Ternyata mereka sekarang di Inggris, Day!” ucap Bondan mengulangi perkataannya.

“Ini serius, kan? Mereka di Inggris?” Dayana tidak percaya. “Kamu tau dari mana, Dan?” tanya Dayana penasaran.

“Aku pergi kerumah si cewek dan berlagak jadi temennya dia dan yah, pembantunya mereka bilang kalau cewek itu ada di Inggris sama calon suaminya untuk nikah dan akan tinggal disana.” Ungkap Bondan detail.

“Oh, shit, kenapa jauh banget, sih,” desah Dayana.

“Jadi gimana keputusan kamu sekarang, apa kamu mau kesana dan cari Kelly atau gimana?” tanya Bondan.

Dayana terdiam tentu saja karena ketidakmungkinan yang ada disaat hidupnya cukup sulit disini dan tabungannya pun belum banyak, bagaimana ia bisa bertahan di negara orang.

“Aku pikirkan nanti,” kesahnya tak bersemangat.

Tut...

Dayana memutuskan sambungan sepihak membuat Bondan berdecak kesal karena belum mendengar keputusan apa yang akan Dayana ambil.

Dayana kembali berbaring dan meneggelamkan wajahnya dalam selimut. Ia membukanya lagi karena tidak bisa berfikir jerniih. Ia tidak bisa pergi sekarang karena tabungannya tidak cukup banyak, ia hanya harus mengumpulkann banyak uang lalu memutuskan pergi mencari keberadaan Kelly.

Sampai akhirnya ia memutuskan untuk membuka jalan pada dirinya dengan mencari uang sebanyak-banyaknya untuk pergi ke Inggris. Tidak peduli seberapa lama dan lelah dirinya, ia akan berusaha mencari  sampai terkumpul banyak.

Di pagi harinya, Dayana bergegas ke acara pernikahan di salah satu keraton jawa yang digelarkan dengan meriah. Bondan dan Dayana sedang berada diruang ganti, sambil bersiap dengan pakaian adat dan sanggul, mereka berbincang masalah tadi malam.

“Jadi gimana, kamu mau pergi?” tanya Bondan.

Dayana mengangguk.

“Kapan?”

“Aku gak bisa kesana sekarang, Dan, aku harus cari uang yang banyak dulu dan aku nggak bisa cari di kerjaan ini aja, aku harus cari sampingan yang lain,” bingung Dayana.

“Bener juga, sih,” Bondan mengerti dan tertegun mencari jalan keluar, “Day, kamu mau kerja di Bar, nggak?” tanya Bondan ragu.

Dayana langsung tertarik dan menoleh ke belakang, “Mau,” angguknya setuju.

“Tapi,”

“Tapi?” Dayana penasaran dibalik kata tapi.

“Kamu harus berpakaian seksi, pake tanktop dan semacamnya, dan, yah, kamu nggak bisa nolak kalau ada yang goda kamu,” beritahu Bondan ragu dan tak enak hati.

“Ha?”

“Jangan, deh, itu terlalu...”

“Aku mau!” Acung Dayana cepat tanpa pikir panjang. Bondan bahkan kejut dibuatnya. “Gajinya tinggi, kan?” tanya Dayana penasaran.

Dengan khawatir Bondan mengangguk,

“Ok, aku akan kerja  disana, kirimin aja alamatnya.” Kata Dayana lugas dan berbalik lagi ke cermin untuk melihat riasannya.

“Kamu serius, Day?” Bondan tak percaya.

Dayana mengangguk seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. “Seratus persen, kerja di Bar bikin kita cepat dapet uang, kan.”

“Iya, sih, tapi...”

“Udahh tenang aja, aku bisa jaga diri, kalau mereka macem-macem ya, ladenin aja, hehe” cengir Dayana membuat Bondan menoyor kepalanya.

“Hahahah....” Dayana tertawa puas.

Setelah tugas menari di pernikahan itu selesai, Dayana dan Bondan memutuskan untuk pulang setelah pamit dengan salah satu panitia acara disana. Dayana menyuruh Bondan untuk langsung mengajaknya ke Bar agar esok malamnya bisa bekerja.

“Ini nih tempetnya,” kata Bondan menujukkan gedung Bar itu pada Dayana setelah sampai.

“Wow, tempatnya ramai juga, Dan.” Gumam Dayana melihat pintu Bar yang dimasuki banyak orang.

“Ayok”

Bondan mengajak Dayana keluar dan masuk dalam Bar untuk menemui manager Bar disana. Di belakang Bondan, Dayana menelisik sekelilingnya tempat yang akan menjadi tempat kerja barunya saat di malam hari.

Suara bass dan musik disco mengocok perutnya. Ia jarang manapaki tempat seperti ini kecuali dengan suaminya dulu. Sekarang ia berniat kerja disini.

“Alex” sapa Bondan pada seorang laki-laki berjas hitam yang memliki tampang cukup antagonis..

“Bondan” sapa Alex balik.

Keduanya berjabat tangan, Dayana pun menyapa Alex.

“Dayana.” Ucap Dayana memperkenalkan diri.

“Alex”

“Alex, aku ingin memasukkan Dayana kerja disini,” ucap Bondan.

Alex lalu melirik Dayana mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala Dayana yang terbilang memliki tubuh proporsional yang cantik.

“Good, ok, aku setuju.” Kata Alex membuat Dayana senang.

“Terima kasih, Pak,” ucap Dayana.

“Panggil Alex saja.” Seloroh Alex.

“Oh, ok, thank you, Alex.”

“It’s ok,”

“Thanks, Alex, dan aku minta tolong dengan sangat buat jaga dia, ok!” kata Bondan.

“Yah, pengunjung ku tidak terlalu kasar, kok, hahaha...” kata Alex tertawa membuat keduanya ikut tertawa.

“Ok, kalau gitu Dayana bisa kerja besok malam,”  Ucap Alex.

Dayana mengangguk, “Sekali lagi, thank Alex.” Ungkapnya senang.

“Ok, Alex, aku harus pergi, bye!” pamit Bondan.

“Tidak bersenang-senang dulu?” tawar Alex.

“Tidak, lain kali saja.”

“Ok.”

“Ayo, Day,” ajak Bondan pada Dayana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status