Home / Romansa / Semakin Red Flag Semakin Cinta / Lebih Baik Menikah Dengan Buaya

Share

Lebih Baik Menikah Dengan Buaya

last update Last Updated: 2025-03-25 06:50:53

Lady baru saja menyadari sesuatu. Dompet serta segenap isinya termasuk kartu identitas diri miliknya raib tanpa ia sadari.

‘Astaga! Di mana dia? Di mana dompetku?’

Dalam keadaan badannya yang tidak nyaman Lady yang panik berusaha keras mencari dompet tersebut. Ia membongkar apa pun yang berada di kamarnya, namun tetap tidak menemukan apa-apa.

Lady semakin cemas. Uang yang berada di dalam dompet tersebut mungkin tidak seberapa. Namun ia tidak akan bisa apa-apa tanpa kartu tanda pengenal yang turut hilang.

Lama mencari dan mulai putus asa, Lady merebahkan tubuhnya ke pembaringan. Seakan deritanya belum cukup, kini ia harus diberi ujian lain. Kenapa cobaan bertubi-tubi datang menimpanya? Seolah hidupnya memang ditakdirkan untuk menderita.

Air matanya hampir menetes lagi ketika ia mendengar suara ketukan di pintu rumah. Ada seseorang di depan sana. Tapi siapa? Nia sudah berangkat kerja sejak tadi setelah membelikan obat sakit kepala untuknya. Apa mungkin teman serumahnya itu balik lagi?

Ketukan di depan pintu yang semakin intens membuat Lady tidak bisa tetap tinggal diam. Dengan tertatih ia keluar dari kamar menuju ruang depan.

“Iya, sebentar!” Lady menyahut, meredam ketidaksabaran sang pengetuk pintu.

Lady memutar knop. Dan…

Begitu mengetahui yang datang mengunjunginya adalah lelaki yang hampir saja memerkosanya, membuat rasa benci dan kemarahannya kembali mengubun-ubun.

”Jangan ditutup. Gue mau ngomong sama lo,” larang Rain sembari menahan daun pintu agar tetap terbuka.

“Saya nggak sudi bicara sama orang sebejat anda. Saya nggak mau bertemu lagi dengan pemerkosa seperti anda.”

“Apa? Lo bilang gue pemerkosa?” balas Rain tidak terima. Seenaknya saja perempuan itu menudingnya. “Lo jangan asal tuduh. Maksud gue ke sini tuh baik. Biar lo nggak salah paham. Justru sekarang gue yang mau tanya sama lo, kenapa lo bisa ada di kamar itu? Jangan-jangan bener lagi kalau lo open BO!”

“Jaga mulut anda. Jangan sembarangan kalau bicara. Saya ini perempuan baik-baik,” balas Lady atas tuduhan Rain padanya.

Rain mendengkus dan memandang sinis. “Perempuan baik-baik tempatnya bukan di sana. Kalau lo memang perempuan baik-baik, jam segitu seharusnya lo ada di rumah. Bukan di kelab malam, apalagi sampai di kamar hotel. Apa pantas perempuan baik-baik ada di sana?”

“Tuan pembalap yang terhormat, anda jangan melecehkan saya. Saya hanya melaksanakan pekerjaan saya sebaik mungkin. Jadi jangan pernah merendahkan saya.”

”Gue akan maklumin kalau lo kerja jadi pelayan yang kerjanya cuma mengantar minuman. Tapi ternyata lo emang pelayan plus-plus! Heran gue sama Bunda, masa cewek kayak gini mau dijodohin ke gue.” Rain geleng-geleng kepala sembari tetap memandang Lady dengan sinis.

“Anda terlalu merendahkan saya. Saya sama sekali tidak sama seperti yang ada di pikiran anda.”

Rain tersenyum miring pada Lady yang terus mencoba membela diri. Mengingat kejadian kemarin malam menumbuhkan dugaan di benaknya bahwa itu adalah kali pertama Lady menjual diri, buktinya perempuan itu masih virgin.

“Sebelum anda menuduh saya yang bukan-bukan seharusnya anda berkaca dulu. Justru apa yang anda lakukan pada saya jauh lebih bejat.”

Rain melipat tangan di depan dada. Ia menatap lurus-lurus pada perempuan di hadapannya. “Kalau gue memang bejat, jadi perempuan yang menjual diri kayak lo apa namanya?”

Mendengar tudingan Rain yang semakin menjadi-jadi, Lady tidak mampu lagi menahan emosi. “Saya tidak menjual diri! Saya ke sana karena disuruh mengantar cocktail!”

Rain berjengit mendengar nada suara Lady yang meninggi. “Siapa yang menyuruh lo?”

“Saya tidak tahu, tapi orang itu ada bersama anda waktu di kelab.”

“Maksud lo Bobby?”

Lady mengedikkan bahu. Mana urusannya menanyakan nama orang itu. Yang menjadi pekerjaannya adalah melaksanakan segala sesuatunya menurut permintaan pengunjung dengan sebaik mungkin.

”Sekarang lo bilang ke gue dan ceritain kronologinya baik-baik,” pinta Rain tegas.

“Ada tamu yang minta saya untuk mengantar cocktail ke kamar 301. Dia keburu pergi sebelum saya sempat menjawab.”

“Orangnya gimana?”

Lady kemudian menjelaskan semampu yang ia bisa mengenai laki-laki tersebut, yang membuat Rain menjadi tahu bahwa pria tersebut adalah Bobby. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala.

”Sekarang lo dengerin gue baik-baik,” ucap Rain tegas agar Lady tidak berpikiran macam-macam mengenainya. “Lo tahu sendiri kan kalau lo tuh bukan tipe gue? Amit-amit gue mau nidurin lo. Yang ada ntar gue bisa kena sifilis. Soal kejadian kemarin malam lo jangan salah paham. Gue dikerjain temen sampe mabuk. Gue nggak tahu kalau cewek itu adalah lo. Gue kasihan sama lo. Kalau hidup lo memang susah, tapi nggak sampe jual diri juga dong. Sekarang lo butuh berapa?” Rain buru-buru mengeluarkan dompet dan mengambil uang dari sana. “Cukup segini?”

Lady menahan amarah sekuat yang ia bisa. Laki-laki di depannya ini benar-benar sudah menghina dan menjatuhkan harga dirinya. Ingin rasanya memplaster mulut tanpa filternya. Berapa pun uang yang diberikan Rain tidak akan mampu menggantikan rasa sakitnya malam itu. Saat Rain melecehkannya, mengikat tangannya, lalu… menjamah tubuhnya hingga mereka nyaris saja bercinta. Lady benci membayangkan saat Rain menyesap bibirnya dan melumatnya dengan penuh gairah. Tidak hanya bibir, namun laki-laki itu meninggalkan jejak di setiap inci bagian tubuhnya. Andai saja bisa, Lady ingin menghapus bekas laki-laki itu di sana. Dari sekian banyak hari-hari buruknya, malam itu adalah malam paling naas dan menyakitkan dalam hidupnya.

”Simpan kembali uang anda, saya tidak butuh. Satu hal yang harus anda ingat, tidak semua bisa dibeli dengan uang!” geram Lady menolak mentah-mentah berlembar-lembar uang pemberian Rain.

Rain tertegun. Sedangkan tangannya menggantung di udara dengan uang dalam genggaman. “Sombong banget sih lo! Apa duit segini masih belum cukup? Jadi lo maunya berapa?”

Lady menahan napas. Mencoba kuat agar tetap bisa bersabar. Dugaannya ternyata benar. Rain tidak lebih dari laki-laki kaya yang arogan dan berpikir bahwa semua bisa diselesaikan dengan uang. Lady tidak butuh semua itu. Ia hanya ingin Rain meminta maaf dan mengakui segala kesalahannya malam itu meskipun menurut lelaki itu ia dikerjai temannya. Tapi Rain bukanlah tipe orang yang mudah mengeluarkan kata maaf. Baginya kata maaf itu mahal. Ajaib jika ia sampai meminta maaf apalagi pada perempuan seperti Lady. Sampai lebaran monyet juga nggak bakal kejadian.

“Sekarang saya minta anda segera pergi dari sini, saya mau istirahat,” usir Lady tegas.

“Oke, gue akan pergi. Lo pikir gue ke sini dengan sukarela? Waktu gue terlalu berharga buat ngunjungin orang nggak penting kayak lo. Asal lo tahu ya, gue ke sini cuma buat balikin ini.” Rain menyimpan kembali uangnya dan memberikan dompet dan kartu tanda pengenal milik Lady.

Lady terperangah. Ini dia yang dicarinya dan membuat pusing kepalanya. “Kenapa KTP dan dompet saya bisa ada sama anda?”

Bukannya menjawab, Rain malah tersenyum asimetris. “Kalau lo memang cewek baik-baik dan bukannya cewek nggak bener, lo buktiin. Tinggalin pekerjaan lo di sana. Terlalu berisiko.”

Kemudian Rain pergi begitu saja, meninggalkan Lady yang berdiri terpaku di depan pintu.

Baru saja kakinya bergerak beberapa langkah, Rain memutar tubuh. “Lo denger ya, lo jangan geer. Gue bukannya peduli sama lo. Dan sekali lagi gue ingetin, gue nggak akan membiarkan perjodohan nggak masuk akal ini terjadi. Lo bukan tipe gue. Catet!”

Astaga. Ini entah untuk keberapa kalinya Rain mengucapkan hal yang sama. Andai saja laki-laki itu tahu jika dia juga bukan tipe Lady. Biar saja seribu perempuan mengelu-elukannya dan berebut ingin tidur dengannya, tapi bagi Lady meskipun makhluk berjenis laki-laki punah dan binasa dari muka bumi ini dan hanya Rain satu-satunya yang tersisa, ia tidak akan pernah memberikan dirinya pada laki-laki itu andai tidak terpaksa. Ya, terpaksa. Seperti saat ini.

Kanayya sudah terlalu banyak membantunya, terutama dari segi finansial. Bahkan pernah menyelamatkannya dari debt collector yang hampir saja menganiayanya. Tapi tetap saja warisan utang dari kedua orang tuanya tidak ada habisnya. Lady juga tidak habis pikir bagaimana mungkin wanita berhati malaikat seperti Kanayya bisa memiliki anak seperti iblis. Wajahnya saja yang baby face, namun kelakuan nggak ada bedanya sama devil. Dari Rain Lady jadi tahu bahwa tidak selamanya bentuk wajah berbanding lurus dengan karakter.

“Dibilangin malah bengong, denger nggak sih lo?” Suara Rain mengejutkan Lady, membuyarkan lamunan singkatnya.

Perempuan itu lalu memandang lurus pada Rain dan berucap dengan suaranya yang tegas, “Kalau pun harus menikah, aku lebih memilih menikah dengan buaya daripada laki-laki buaya seperti kamu.”

What the heck!

Rain melongo mendengar perkataan Lady. Sebelum ia sempat membalas apa-apa, perempuan yang di matanya menyebalkan itu sudah keburu masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Kecewa

    “Lin, Mami juga udah ngomong sama Tante Alana tentang masalah kalian. Tante Alana menyerahkan semua sama Mami kapan pun kita mau kasih tahu keluarga David.”Celine mengangkat kepalanya yang tertunduk, lantas memandang tepat pada Ririn yang juga sedang menatap padanya. Jika sebelumnya ia dan Giandra sepakat untuk segera mengatakannya, dan Ririn yang melarang dengan alasan menunggu waktu yang tepat. Tapi sekarang justru pikiran lain melintas di benaknya.“Mi, tahan dulu, tolong jangan bilang sama keluarga David.””Lho, kenapa?” Ririn berkerut heran.”Soal aku, Giandra dan Baby bukanlah masalah yang kecil. Aku baru kepikiran sekarang soal konsekuensinya, Mi. Kalau keluarga David tahu pasti kabar ini akan beredar ke luar. Apalagi sebelumnya hubungan Tanya sama band Giandra yang dulu nggak begitu baik. Aku takut kalau nanti Tanya bakal nyebarin soal ini. Aku nggak mau reputasi Giandra jadi rusak gara-gara masalah ini. Lagian saat ini bandnya Gian lagi ada kontrak yang mewajibkan mereka sem

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Jika Waktu Bisa Diulang

    Terdengar helaan napas Giandra sesaat sebelum menjawab pertanyaan Raia. Giandra menganggap Raia adalah salah satu dari orang terdekatnya. Maka Giandra pun menceritakan kondisi hubungannya dengan Celine.“Aku masih sayang dia banget, Rai. Aku pengen balikan sama Celine. Aku pisah sama Celine sebenarnya hanya karena salah paham.”Raia menegakkan duduk dan mulai menyimak dengan baik setelah mendengarkan keterangan awal Giandra.“Salah paham gimana?””Kamu ingat nggak waktu kita baru pulang tur? Waktu itu aku langsung ke rumah Celine. Ternyata di sana aku ketemu dia lagi sama cowok dan hanya berdua. Jadi gimana aku nggak emosi?”“Mereka lagi ngapain? Selingkuh? Ketemunya di dalam kamar? Lagi nggak pake baju?”Dugaan demi dugaan Raia membuat Giandra bergidik. Sungguh sangat ngeri membayangkannya.“Bener, Gi? Mereka ketangkap basah sama kamu lagi gituan?” kejar Raia lagi.“Bukan, Rai, bukan! Nggak kayak gitu!” Giandra menyahut cepat, menyangkal dugaan perempuan di sebelahnya.“Jadi mereka b

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Maaf Aja Dulu

    Max berdecak kesal menghadapi Giandra yang begitu ringan menyikapi masalah mereka. Lebih tepatnya bukan masalah mereka tapi masalah pribadi Giandra yang sudah jelas akan melibatkan mereka semua.Membawa rasa jengkelnya, Max bangkit dari duduk, lantas berlari mengejar Raia.“Rai, tunggu dulu, Rai!”Raia menggegas langkah menjauhi Max. Tidak peduli meskipun laki-laki itu terus mengejarnya.”Rai, jangan ngambek gitu donk! Dengerin dulu pejelasan Gian!”Raia akhirnya berhenti ketika Max berhasil menggapai lengannya.“Ck! Lepasin aku, Max!” Raia memberontak, namun cekalan Max terlalu kuat sehingga ia terkunci dan tidak bisa ke mana-mana.“Jangan pergi dulu, Rai, kita dengerin dulu penjelasan Gian baik-baik.”“Mau baik apa nggak hasilnya akan tetap sama. Dia udah ngerusak semuanya. Dia udah mengkhianati kita. Apa dia nggak pernah mikir konsekuensinya kalau pihak Digital Seluler tahu tentang fakta ini? Apa dia nggak pernah mikir kalau para stakeholders tahu tentang ini semuanya? Ini namanya

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   No More Secret

    “Jadi ceritanya waktu lagi nonton konser Coldplay, Raia tiba-tiba nangis, kaget dong aku. Ditambah lagi dia langsung nyandar di pundakku. Katanya tiap kali nonton konser bikin dia ingat sama mantan pacarnya, soalnya katanya lagi Raia ngeliat pacarnya itu selingkuh waktu di acara konser. Terus soal aku meluk dia itu nggak bener, Lin. Seingatku aku cuma ngerangkul dia keluar dari stadion karena mau ngelindungin dia biar nggak jatuh atau kena senggol penonton lain. Tahu sendiri kan kalau penontonnya ribuan? Lagian aku ngerangkul dia juga dalam konteks sebagai temen biasa, sebagai temen satu band, bukan sebagai someone special. Buat aku yang special tuh cuma kamu, Lin. Gini deh, aku mungkin pernah ngerangkul dan pegangan tangan sama dia, tapi tetap aja lepas perjakanya sama kamu.”Seakan penjelasannya di apartemen tadi belum cukup, saat ini ketika mereka sedang berada di dalam perjalanan ke rumah orang tua Celine Giandra kembali menceritakannya dengan lebih detail.“Aku juga bingung waktu

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Ketahuan

    Hari ini berbeda dari biasa. Jika pada hari-hari sebelumnya Giandra bangun saat matahari sudah tinggi, maka kali ini ia bangun lebih pagi. Bukan apa-apa, tapi sejak kemarin ia sudah berniat di dalam hati akan mengunjungi Baby dan menemui orang tua Celine. Mereka akan bicara baik-baik dan berterus terang.“Tumben bangunnya pagi?” sapa Alana ketika putra sulungnya ikut gabung bersama mereka di meja makan.“Aku mau ketemu Baby, Ma.””Mau ketemu Baby apa mamanya?”Ale yang menyindirnya membuat Giandra mengulum senyum.“Ya sekalian, Pa. Nggak mungkin juga kan aku ketemu Baby tapi nggak ketemu sama mamanya?”“Halaa, dasar modus kamu.”Giandra tertawa lalu segera menghabiskan sarapannya dan berpamitan.Baru saja akan masuk ke mobil, Giandra dikejutkan oleh kedatangan Raia. Perempuan itu melangkah cepat setelah turun dari taksi.‘Ngapain juga si Raia pagi-pagi udah ke sini,’ bisik Giandra di dalam hati. Ia tidak ingin kemunculan perempuan itu menggagalkan rencana yang sudah ia susun dengan ma

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Jangan Hukum Aku Lama-Lama

    “Aku tahu pasti nggak mudah mengurus bayi yang baru lahir, apalagi kamu sendiri dan baru aja selesai operasi. Sekuat apapun kamu tapi tetap butuh orang lain buat membantu.”Celine mendengarkan kata-kata Giandra dengan seksama dan sepenuhnya menyadari bahwa apa yang diucapkan laki-laki itu tidak salah. Sayangnya Celine merasa untuk saat ini ia lebih baik sendiri tanpa siapa-siapa.“Makasih ya, Gi, aku hargai niat baik kamu, tapi nggak enak sama tetangga kalau kamu nginep di sini. Kita kan bukan suami istri lagi.” Celine mengingatkan kalau saja Giandra lupa.Jika Celine mengira Giandra akan menyerah dan menerima alasannya begitu saja, maka pikirannya salah.“Kalau memang itu alasannya mending kamu balik tinggal di apartemen kita dulu. Di sana nggak akan ada orang yang bisa ngerecokin kita.”“Nggak usah, Gi, aku di sini aja, di sini lebih dekat dengan tempat kerjaku.” Celine beralasan. Tapi rupanya laki-laki di hadapannya ini benar-benar keras kepala.“Iya, memang bener kalau di sini leb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status