Share

Semua Demi Bunda

last update Last Updated: 2025-03-27 17:53:26

Menyetir sendiri, Rain pergi meninggalkan rumah kontrakan Lady. Perempuan itu meninggalkan begitu banyak kesan. Jika selama ini banyak wanita yang berebutan ingin tidur dengannya dan menggadaikan harga diri mereka, maka tidak dengan Lady. Malah dia terang-terangan menolak uang pemberian Rain.

“Udah susah, masih sombong,” kecam Rain kesal. Tapi Rain bersyukur karena keadaan Lady baik-baik saja setelah kejadian malam itu. Setidaknya perempuan itu masih sehat walafiat dan masih bernapas hingga saat ini.

“Lo di mana, Rain?” tanya Ale, sahabat sekaligus manajernya begitu Rain menerima telepon darinya.

“Gue on the way, mau balik. Lo ke mana aja sih, nyet? Kenapa ninggalin gue semalem?” Rain balas bertanya. Hingga saat ini ia masih kesal pada ketiga temannya, terutama pada Bobby yang sudah menjebaknya.

“Heh, lo duluan yang ngilang, malah bilang ninggalin.”

“Ck! Kampret ya lo pada. Gue nggak ninggalin tapi--”

“Udah, udah, ntar aja ceritanya. Gue mau kasih tahu, ada job buat lo, mau terima nggak?”

“Job apaan?”

“Iklan.”

“Iklan apa?”

”Iklan sabun pengilat sepeda motor.”

”Apa? Yang bener aja lo, Le. Masa gue dikasih iklan sabun. Gue nggak mau,” tolak Rain mentah-mentah.

“Hei, Man, biar kata cuma sabun tapi ini cuannya gede. Ayolah Rain, terima aja,” bujuk Ale dari seberang sana.

“Lo kayak yang baru kenal gue kemarin sore. Gue nggak peduli cuannya gede atau cuma seiprit. Gue mau iklan yang prestise.”

“Rain, tapi kan--”

“Nope, gue nggak mau. Gue ke sana sekarang,” tukas Rain mengakhiri panggilan.

Sebagai seorang idol, Rain paling tahu cara membuat kualitasnya tetap terjaga. Ia tidak akan mau membintangi iklan komersial sembarangan. Bagi Rain, prestise lebih berharga daripada uang. Rain sudah menentukan kelasnya sendiri.

***

”Rain, akhirnya lo dateng juga,” sambut Ale saat Rain tiba di camp.

“Apa lagi, Le? Gue nggak mau iklan sabun,” sahut Rain mengira Ale akan membicarakan masalah itu lagi.

”Lo suudzon banget ya sama gue, kan gue cuma nyapa lo doang.”

Rain menjatuhkan diri di sofa dan merentangkan kedua kaki ke atas meja. Ia mulai menyalakan rokok dan mengisapnya dalam-dalam. “Schedule gue apa aja?”

“Bulan ini kosong. Kompetisi kan baru mulai bulan depan. Kalau lo mau, banyak iklan yang antri, lo tinggal pilih mau yang mana.”

“Coba lo sebutin apa aja.”

”Ada iklan rokok, tapi ini gue skip, nggak bagus buat image lo. Terus ada iklan bank, baju-baju cowok, snack, sama helm SNI. Terus, ada iklan parfum juga.”

“Kalau iklan parfum gimana? Ini bukan yang kaleng-kaleng kan?” Rain tampat tertarik.

”Bukanlah. Yang ini limited edition, tapi gue nggak yakin lo bakal terima.”

”Kenapa?” Rain mengembuskan asap rokok ke udara.

”Scene-nya di ranjang sama cewek cuma ditutupin selimut doang. Lo dan dia harus naked. Gimana?” Ale menatap Rain ragu-ragu.

“Hmm…naked ya? Nggak deh. Nyokap gue bisa hipertensi kalau sampai tahu.”

Ale mencibir. “Gimana kalau nyokap lo tahu kalau lo dan Sydney living together?”

Rain mengibaskan tangan. Membuang jauh-jauh pikiran buruk dari kepalanya. Selama ini yang bundanya tahu adalah bahwa ia dan Sydney memang berpacaran, tapi tidak tahu sama sekali seperti apa persisnya gaya pacaran mereka.

‘Pokoknya Bunda nggak boleh tahu seperti apa gaya hidup aku sebenarnya,’ batin Rain. Selama ini ia cukup beruntung karena Kanayya selalu percaya padanya. Setiap kali Kanayya datang ke apartemennya kebetulan tidak ada Sydney di sana.

Rain kemudian mengembuskan napas berat yang membuat Ale jadi bertanya.

“Kenapa lagi? Ada masalah?”

”Lo percaya nggak kalau zaman sekarang masih ada yang namanya perjodohan?”

”Percaya aja sih, malah makin marak kalau menurut gue. Lo dijodohin?”

“Hmmm.”

”Serius?” Ale menatap Rain lebih lekat.

”Iya. Gue nggak ngerti sama Bunda, bisa-bisanya menjodohkan gue sama cleaning service? Dipikir gue OB apa!”

“Apa?” Ale yang terkejut kemudian tertawa.

”Jangan ngakak lo, nyet. Ini gue lagi curhat.”

”Oke, oke, gimana ceritanya?” Lelaki dengan nama lengkap Alexander Lee itu menyimpan tawa dalam-dalam.

“Jadi di rumah sakit tempat kerja Bunda tuh ada cewek yang kerja jadi cleaning service. Bunda bilang dia baik banget, beda sama cewek-cewek di sekitar gue yang katanya cuma manfaatin gue doang.”

”Terus lo mau?”

Rain menggeleng kuat-kuat. Sampai kapan pun dia tidak akan rela berjodoh sama perempuan itu.

“Ya udah, lo tinggal bilang ke nyokap, clear kan?”

“Nggak segampang itu, Le.”

“Nggak gampang gimana?”

“Gue nggak mau bikin Bunda sedih dan kecewa. Dari zaman gue masih dalam kandungan gue cuma punya Bunda. Bahkan Bunda rela nggak nikah lagi demi membesarkan gue. Padahal gue nggak masalah andai pun Bunda mau nikah lagi. Dari dulu tuh banyak banget yang pengen ngelamar Bunda, tapi ditolak semua. Jadi bisa lo bayangin kan gimana sayangnya gue ke Bunda? Gue nggak mau bikin Bunda kecewa. Gue cuma mau Bunda bahagia. Cuma itu.”

”I see…” Ale merasa ikut prihatin. “Tapi tuh cewek penampakannya gimana?”

“Lo inget nggak pelayan yang anter minuman waktu kita lagi di Romantic?”

”Hmmm… yang 36B?”

”Yup.”

“Jadi dia?” Ale terkejut. “Kok bisa?”

Lalu meluncurlah cerita panjang dari bibir Rain mengenai sepenggal kisah Lady dan kehidupannya. Tapi tidak ada solusi apa-apa yang bisa diberikan sang manajer karena semuanya tergantung pada Rain.

***

Sudah beberapa hari ini yang dilakukan Rain hanya tidur-tiduran. Selain jadwalnya kosong, Sydney juga lagi liburan dengan keluarganya ke luar negeri.

Rain terkejut ketika siang itu bundanya datang. Tidak hanya sendiri, tapi berdua dengan perempuan menyebalkan itu lagi. Rain langsung menunjukkan muka tidak suka saat melihat Lady.

“Astaga, Rain, ini kamar atau kandang kambing?” Kanayya geleng-geleng kepala melihat kamar Rain yang berantakan.

Rain menyeringai sambil garuk-garuk kepala. ”Maklum, Nda, namanya juga bujangan,” ia beralasan.

”Biar saya yang bersihin, Dok.” Dengan inisiatif sendiri, Lady langsung mengambil sapu dan mulai membersihkan ruangan itu.

”Nggak usah, Dy, kamu bukan pembantu di sini,” larang Kanayya.

Lady tidak peduli dan tersenyum singkat. “Nggak apa-apa, Dok.” Ia melanjutkan kegiatannya.

’Susah emang kalau jiwa babu, nggak bisa ngeliat berantakan dikit langsung ngerasa terpanggil,’ cibir Rain di dalam hati.

“Rain, Bunda mau ajak kamu nyekar ke makam Ayah. Kamu bisa ikut?” ujar Kanayya.

”Sekarang, Bund?”

Kanayya menganggukkan kepala. Puluhan tahun berlalu. Tapi ia masih rutin mengunjungi pusara mendiang suaminya. Cintanya memang tidak pernah mati pada laki-laki itu meskipun sang pemilik jiwa sudah lama berpulang.

“Aku ikut kalau gitu, kebetulan aku nggak lagi ngapa-ngapain.”

“Kita tunggu Lady dulu kalau begitu.”

Rain melirik pada Lady yang masih sibuk bersih-bersih. “Dia ikut juga?” tanyanya kurang senang.

”Iya.”

“Tapi untuk apa, Nda?”

“Apa salahnya, Rain? Suatu saat Lady kan bakal jadi istri kamu.”

Istri? Perempuan itu? Hiii… Rain bergidik jijik.

Meninggalkan Kanayya sendiri, Rain berjalan ke belakang. Dilihatnya Lady sedang memasukkan pakaian kotor ke dalam keranjang. Perempuan itu menoleh padanya saat mendapati sebuah bra.

”Ini punya anda?”

”Gila lo ya! Lo pikir gue cowok setengah mateng pake bra segala,” desis Rain separuh berbisik sambil merebut pakaian dalam tersebut dari tangan Lady. Jangan sampai Kanayya melihatnya.

“Jadi punya siapa?” Lady keheranan.

“Bukan urusan lo. Paham?” Rain bergegas pergi ke kamar mandi membawa bra tersebut.

Lady tinggal sendiri. Ia masih sangat marah pada Rain atas kejadian malam itu. Tapi sungkan menunjukkannya pada Kanayya. Kalau saja tadi Kanayya tidak mengajaknya ke sini, ia tidak akan mau.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Finally Found You

    Mobil yang membawa Rain serta Chris dan seorang lagi kawannya yang bernama Daniel terus melaju.Kondisi jalan yang mulus dan tidak padat adalah hal yang mereka temui pada awal perjalanan sepanjang New England Highway. Lalu mereka melewati hutan eucalyptus dan pepohonan lain khas Australia, daerah-daerah kecil, peternakan domba dan sapi, hingga perkebunan anggur.Setelah sekitar empat jam perjalanan dari Sydney akhirnya mereka tiba di Tamworth. Tapi perjalanan belum berakhir di sana. Tempat tinggal Ney berada di pedesaan. Sedangkan Tamworth adalalah kotanya.Tamworth menyambut mereka dengan dingin yang menusuk. Pusat keramaian dan jalan di sana sangat sepi. Hanya sedikit kendaraan dan orang yang tampak di sana. Toko-toko pun banyak yang tutup. Di bagian kotanya pohon-pohon peneduh berjejer rapi di trotoar yang terhampar di kedua sisi jalan. Masing-masing tampak nyaris selebar jalanan kendaraan di tengahnya. Walaupun tidak begitu lebar, jalannya terdiri dari dua arah serta terdapat are

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Mencari Sydney

    (S2) Niat Baik Qey Dan Rencana Mencari Sydney Part 2Rain dan Lady tidak langsung menjawab. Keduanya saling pandang meningkahi keinginan anak mereka.“Ma, Pa, aku bersedia. Kalau sumsum tulangku cocok dan sesuai dengan Kak Brie pake punyaku aja.” Qey menyatakan kesungguhan tekadnya pada kedua orang tuanya. Qey tidak main-main dengan niatnya.Rain dan Lady saling diam, tidak langsung memberi keputusan. Banyak hal yang mereka pikirkan saat ini.“Ayolah, Ma, Pa, katanya waktu Kak Brie udah nggak lama lagi. Katanya Kak Brie hanya bisa selamat dengan transplantasi itu. Jadi apa lagi yang ditunggu?” Qey mendesak menyadarkan Rain dan Lady yang termangu.“Qey, kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?” tanya Rain mengonfirmasi sebelum melakukan tindakan tersebut.”Yakin, Pa, yang penting Kak Brie bisa selamat,” jawab Qey tanpa ragu. Segala rasa sedih dan merasa tersisihkan akibat perhatian orang-orang di sekitarnya yang berlebihan pada Brienna perlahan memudar saat Qey menyaksikan sendiri

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Niat Baik Qey & Rencana Mencari Sydney

    “Eh, Qey, tumben ke sini?” Alana terkejut ketika pagi itu Qeyzia datang ke rumahnya. Saat itu Alana baru saja akan berangkat kerja dan langsung turun dari mobil ketika melihat Qeyzia datang.Qey tersenyum tipis. “Aku mau ketemu Gian. Gian-nya ada, Tante?”“Ada tuh di kamarnya masih belum bangun. Bangunin gih. Sekalian kalau mau sarapan langsung sarapan aja ya.”“Iya, Tante.”“Tante tinggal dulu nggak apa-apa kan? Mau ke kantor.”“Nggak apa-apa, Tante.”Qey menunggu sejenak, melepas Alana pergi. Begitu mobil bergerak dan Ale membunyikan klakson sambil meninggalkan halaman barulah Qey masuk ke dalam rumah.Qey langsung gerak cepat menuju kamar Giandra. Iseng memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci. Dengan langkah perlahan Qey masuk ke dalam.Giandra tampak berbaring di atas tempat tidur sambil memeluk guling. Tampak nyenyak dan tidak terusik oleh apa pun.Qey lalu duduk di tepi ranjang. Ia termangu sesaat sambil memindai wajah Giandra inci demi inci. Wajah itu tetap terlihat g

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Berpura-pura Itu Melelahkan

    Giandra memandangi Celine yang sedang tidur di pelukannya. Celine terlihat sangat pulas dalam lelap. Akan tetapi tidak sepicing pun Giandra bisa memejamkan mata. Berbagai pikiran kini memberati kepalanya.Sudah sejak kemarin mereka berada di sini dan yang keduanya lakukan hanyalah tidur-tiduran, jalan-jalan menikmati pemandangan lalu kembali lagi ke hotel.Dan… sejak berada di sini juga Giandra tidak pernah menyentuh Celine dalam hal yang lebih intim. Giandra khawatir jika apa yang akan dilakukannya nanti bisa memengaruhi kehamilan Celine.Giandra hanya berani menyentuh Celine sebatas memeluk dan menciumnya. Tidak lebih.Baru saja Giandra mencoba memejamkan mata, suara notifikasi terdengar berdenting dari ponselnya. Masih dengan posisi berbaring, Giandra menjangkau ponsel dengan sebelah tangan. Ada pesan dari Haris.Mas Haris: Lo lagi di mana, Gi?Giandra mengembuskan napas lelah. Ternyata ia lupa mematikan ponselnya.Giandra: Di luar kota, Mas.Mas Haris: Ngapain?Giandra: Lagi nuli

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   We’re Hubby And Wifey Now

    “Papa dulu sama Mama nikah umur berapa?” Pertanyaan itu meluncur dari bibir Giandra yang membuat Ale menoleh padanya. Saat iitu mereka baru saja selesai duet membawakan lagu lawas It Must Have Been Love. Ale yang memetik gitar dan Giandra yang bersenandung.”Kira-kira pertengahan dua puluh empat masuk dua puluh lima. Kenapa, Gi, kok nanya gitu sama Papa, udah mau nikah kamu?”Giandra nyengir kuda. “Ya mana bisa, Pa, kan aku masih ada kontrak.””Terus tadi tiba-tiba nanya gitu ke Papa kenapa?””Iseng aja sih. Tapi untuk ukuran laki-laki umur segitu kan lumayan cepat. Gimana sih, Pa, rasanya nikah muda?”Ale menyandarkan punggung ke dinding bersama dengan menarik mundur pikirannya ke masa lalu. Terlalu banyak hal menyakitkan yang terjadi kala itu. Sebenarnya Ale belum pernah menceritakan tentang sisi gelap hidupnya pada Giandra serta anak-anak yang lain. Ale bahkan tidak ingin lagi mengingatnya. Semuanya cukup menjadi rahasia kelamnya dengan Alana.“Rasanya bahagia karena ada yang mend

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Rencana Nikah Siri

    Hanya sesaat. Celine segera memalingkan muka dari Giandra dan lebih memilih melihat ke arah lain, lebih tepatnya menundukkan kepala dalam-dalam. Sedangkan Tanya masih memeluk Giandra.“Tanya, aku ikut berduka, sorry, aku nggak tahu kalau abang yang kamu maksud ternyata David.” Giandra berbisik di telinga Tanya.“Nggak apa-apa, Gi, makasih ya udah datang.” Suara Tanya terdengar serak akibat kebanyakan menangis.Giandra mengurai pelukan. Lalu matanya berlarian mencari-cari sosok personil Let It Be serta manajer mereka.“Mas Haris sama yang lain tadi udah ke sini, tapi mereka baru aja pulang sekitar sepuluh menit yang lalu,” beritahu Tanya seakan bisa membaca apa yang ada di pikiran Giandra.Lalu Giandra dan Tanya berjalan bersisian menuju pusara David.“Ma, Pa, ini Giandra, temen satu band aku, dia gitarisnya.” Tanya mengenalkan Giandra pada kedua orang tuanya.Giandra menjabat tangan keduanya bergantian. “Saya ikut berduka, Om, Tante.” Giandra menyampaikan rasa belasungkawa.“Terima ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status