Share

Feeling Guilty

last update Last Updated: 2025-03-25 06:38:10

Terbangun pagi itu, Rain menemukan dirinya di sebuah ruang asing. Ia merasa belum pernah berada di sana sebelumnya. Rain juga tahu persis bahwa ini bukanlah kamar di apartemennya, apalagi kamar di rumah bundanya.

Sembari memegang kepalanya yang terasa berat, Rain mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi sehingga ia berada di tempat itu. Begitu nyawanya terkumpul, Rain segera terduduk.

”Oh, shit! Gue ngapain semalam?”

Pelan tapi pasti Rain berhasil mengumpulkan serpihan ingatannya. Sial. Ternyata tadi malam ia hampir saja meniduri seorang perempuan.

Rain tidak ingat siapa perempuan itu karena blackout. Yang jelas bukan Sydney. Karena perempuan yang akan ditidurinya masih virgin. Rain batal menidurinya. Bagi Rain, ia tidak akan pernah meniduri perempuan yang masih perawan. Perempuan perawan adalah wanita yang akan dijadikannya istri suatu saat nanti. Bukan untuk teman tidur.

Bobby. Nama itu adalah orang kedua yang melintas di benaknya. Di sela-sela ingatannya yang samar, Rain berhasil mengingat bahwa lelaki itu adalah orang terakhir bersamanya sebelum ia berada di kamar ini.

Bangkit dari ranjang dan bermaksud untuk ke kamar mandi. Langkah kaki Rain tiba-tiba terhenti ketika mendapati sesuatu di lantai.

“Kartu ATM?” Rain mendesis pelan.

Rain membungkuk untuk memungutnya. Oh tidak. Ini bukan kartu ATM, melainkan Kartu Tanda Penduduk.

"Lady Queenara."

Rain mengernyit ketika membaca rangkaian kata yang tertera di sana. Nama tersebut mengingatkannya pada seseorang. Lady, perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Perempuan yang tadi malam mengantar minuman ke hadapannya dan teman-teman satu gengnya. Kalau kartu pengenal tersebut ada di sini, apa mungkin perempuan tersebut adalah wanita yang hampir saja ditidurinya tadi malam? Jika iya, berarti Lady adalah perempuan baik-baik. Bukan seperti dugaannya.

Mungkin Rain terlalu picik menilai. Namun menurutnya perempuan yang mampu memelihara keperawanannya adalah perempuan yang pandai menjaga diri dan kehormatan.

Rain kembali terduduk di tepi ranjang. Tidak habis pikir kenapa semua ini bisa terjadi. Yang bisa memberi penjelasan adalah Bobby, dan juga perempuan itu. Lady.

***

”Lo, Rain, masuk yuk!” Bobby yang membuka pintu apartemennya agak terkejut saat melihat kedatangan Rain yang tiba-tiba.

“Kenapa gue bisa ada di kamar hotel?” tanya Rain to the point begitu baru saja melangkahkan kakinya ke dalam.

Bobby tertawa lebar.

”Jangan ketawa lo, Bob. Gue butuh penjelasan dari lo. Kalau gue nggak salah inget kemarin lo kan yang anter gue ke kamar itu?”

”Lo kok jadi ngegas gini? Calm down, Man! Minum dulu gih.” Bobby mengambil bir kalengan dari lemari pendingin, memberi pada Rain.

“Gue ke sini nggak mau minum. Gue cuma mau minta lo buat jelasin semuanya.” Nada suara Rain meninggi.

”Hey, dude, lo kenapa jadi emosi begini? Tuh cewek nggak oke mainnya? Dia udah ngecewain lo?”

”Bukan itu masalahnya, tapi justru karena dia masih virgin.”

“Wowww, seriously?” Bobby ikut terkejut.

Rain mendengkus kesal. “Kenapa lo kasih dia ke gue?”

“Kan semalem gue udah janji mau kasih lo gift, ya dia gift-nya.”

“Gift my ass! Gue kan udah bilang sama lo kalau nggak bakal main sama cewek random kayak gitu. Gue kan udah punya Sydney.”

“Sorry deh, sorry.”

”Ck!”

***

Di sebuah rumah kontrakan sederhana.

“Dy, hari ini kamu lagi off ya?” tanya Nia, teman serumah Lady karena tidak biasanya jam segini Lady masih tidur-tiduran.

“Bukan off, tapi aku izin, kepalaku agak pusing,” jawab Lady yang masih meringkuk di bawah selimut.

Nia yang awalnya bertanya sambil berdiri di depan pintu kamar Lady memajukan langkah mendekati gadis itu.

”Kamu sakit, Dy?” tanyanya sembari meraba kening Lady. “Nggak panas,” sambungnya setelah merasakan suhu badan Lady normal dan biasa saja.

“Aku nggak demam, cuma sedikit pusing.”

”Kalau gitu aku beliin obat di warung depan ya? Kamu tunggu sebentar.”

Lady termenung sendiri sepeninggal Nia. Kejadian yang dialaminya kemarin malam melekat dengan kuat di benaknya. Membuatnya trauma luar biasa. Ia hampir saja diperkosa oleh orang yang tak pernah ia sangka. Bahkan orang itu melakukan kekerasan padanya dengan mengikat kedua tangannya.

Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan di pipi Lady. Ia teringat kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Andai saja mereka masih ada mungkin hidupnya tidak akan sengsara begini. Mungkin ia tidak akan bekerja serabutan demi tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan kuliah. Apalagi sampai bekerja di kelab malam yang begitu penuh risiko. Lady memang masih memiliki saudara. Namun mereka semua menjauh dan tidak ingin mengenalnya lagi. Mereka tidak ingin menanggung warisan utang yang ditinggalkan oleh orang tua Lady.

***

Rain berusaha keras melupakan apa yang terjadi kemarin malam. Namun bayang-bayang Lady terus melintas di depan matanya. Rain tidak bisa mengabaikan begitu saja. Semestinya ia bersikap biasa-biasa saja. Toh, mereka gagal melakukannya. Nyatanya ada sekelumit rasa bersalah yang diam-diam menyelinap di hatinya.

Merasa ingin tahu tentang keadaan Lady sesudah kejadian itu, setelah pulang dari apartemen Bobby, Rain langsung menuju rumah sakit. Banyak yang ingin ia ketahui dari bundanya mengenai Lady. Perempuan yang hampir ditidurinya malam itu.

”Lho, Rain, tumben ke sini?” Kanayya sedikit kaget saat Rain menemuinya di rumah sakit.

”Aku mau bicara sebentar sama Bunda, itu kalau Bunda lagi nggak sibuk,” ucap Rain serius.

Kanayya sempat mengerutkan kening. Pasti ada hal penting yang ingin disampaikan Rain hingga mengejarnya ke rumah sakit.

“Mau bicara apa, Rain?”

”Ini tentang cewek itu, Nda.”

”Cewek? Cewek mana?”

”Cewek yang mau Bunda jodohkan sama aku.”

“Maksud kamu Lady?”

“Iya, dia.”

“Kenapa dengan Lady?”

”Sebenarnya siapa dia? Aku ingin tahu tentang dia yang sesungguhnya tanpa ada yang Bunda sembunyikan.”

Kanayya membetulkan duduk sebelum menjawab pertanyaan Rain. Ia memandangi muka anaknya itu lekat-lekat. “Bunda kan sudah bilang sebelumnya kalau Lady kerja di sini sebagai cleaning service.”

“Tapi kemarin malam aku ketemu dia di kelab malam. Dia kerja di sana. Aku nggak ngerti gimana mungkin dia bisa pura-pura polos dan baik di hadapan Bunda.”

“Dia nggak pura-pura, Rain. Lady anaknya memang baik. Soal kerja di kelab malam, itu pekerjaan sampingan dia. Pekerjaan utamanya tetap di sini,” urai Kanayya memberitahu. Ia mengambil jeda sesaat untuk mengamati ekspresi Rain, kemudian meneruskan penjelasannya. “Lady itu tinggal sebatang kara setelah kedua orang tuanya meninggal. Dia harus memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, termasuk untuk membiayai kuliahnya. Dia juga menanggung banyak utang yang ditinggalkan orang tuanya.”

Cukup lama Rain terdiam setelah mendengarkan penuturan Kanayya. Jadi cewek itu kuliah sambil kerja dan tidak punya orang tua lagi. Kasihan juga kalau begitu.

“Memang keluarganya yang lain nggak ada, Nda?”

“Ada, tapi udah nggak mau peduli. Jadi semua dia yang menanggung.”

“Oh.”

“Sekarang kamu mengerti kan? Itulah sebabnya Bunda ingin menjodohkan kamu dengan dia. Selain baik, dia nggak punya siapa-siapa lagi. Kasihan dia, Rain…”

Rain tersenyum samar. Di dalam hatinya merasa kasihan juga. Tapi ia masih menolak mentah-mentah perjodohan itu. Namun lebih baik ia tidak memperlihatkannya pada Kanayya.

“Hari ini dia nggak masuk, katanya lagi sakit.”

“Sakit apa, Nda?” Suara Rain terdengar antusias. Bukan apa-apa. Jangan-jangan ada hubungannya dengan kejadian tadi malam. Sedikit yang melekat di ingatan Rain, ia mengikat kedua tangan Lady saat itu.

”Bunda kurang tahu. Dibesuk gih, kan calon jodoh,” goda Kanayya sambil tersenyum.

”Apa sih, Nda!” Rain mendelik.

“Udah, kamu ke sana aja dulu, kasihan dia sendiri.” Kanayya menulis alamat rumah Lady di secarik kertas dan memberikan pada Rain.

‘Bodoh amat, dia mau sakit juga bukan urusan gue,’ cetus Rain di dalam hati. Namun anggota tubuhnya berkhianat. Rain menyetir mobilnya menuju rumah Lady.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Rainy Day

    Agha yang duduk di sebelah Celine dari tadi memerhatikan Celine yang tidak melepaskan pandangannya dari arah panggung. Agha tahu persis siapa sosok yang mengambil atensi perempuan itu. “Bagus ya suaranya, main gitarnya juga oke.” Celine refleks menolehkan kepala ke sebelahnya. Ia terlambat menyadari bahwa Agha memerhatikannya. Entah sejak kapan.Dilengkungkannya bibir membentuk senyuman. “Gian memang multitalenta. Dari kecil dia udah suka musik, jago main gitar, bahkan udah bercita-cita mau jadi anak band.” Celine menceritakannya dengan berbinar-binar.Agha ikut tersenyum menimpali perempuan itu. Ia mengerti bahwa Celine masih menyimpan perasaan pada Giandra. Jika tidak, mana mungkin ada binar di matanya.Senyum di bibir Celine tiba-tiba memudar yang kemudian berganti dengan ringisan.”Kenapa, Lin?” tanya Agha kala melihat perubahan di wajah Celine.”Gha, aku mules banget.” “Braxton hicks lagi?””Kayaknya sih. Tapi ini mulesnya nggak kayak biasa, Gha.””Kita pulang aja ya?”Celine

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Rasa Yang Tak Bertepi

    “Mbak, obat yang ini ada?” Raia menunjukkan secarik kertas pada penjaga apotik.Penjaga apotik menerima kertas berisi resep tersebut kemudian menekurinya selama beberapa detik. Ia kemudian kembali berbicara dengan Raia.“Mbak, karena ini obat racikan Mbak bersedia menunggu sebentar? Kebetulan apotekernya sedang ke luar.”“Duh, kira-kira lama nggak ya? Soalnya saya lagi buru-buru, Mbak.””Mungkin sebentar lagi, Mbak.”Raia memandang ke arah Giandra yang sedang duduk di kursi tunggu pembeli. Meminta pendapat laki-laki itu.”Gimana, Gi?””Ya udah, tunggu aja, kan obatnya ada.”“Tapi kalau lama gimana?”“Nggak apa-apa, daripada muter-muter nyari ke apotik lain ternyata zonk.”“Ya udah deh.” Raia terpaksa sepakat dengan Giandra lalu ikut duduk di sebelahnya.Penjaga apotik memberi mereka dua gelas air mineral sembari menunggu, lalu melayani pembeli yang lain.“Pinjam bahunya ya, Gi, ngantuk banget.” Raia menutup mulut yang menguap dengan telapak tangan lalu sebelum Giandra menjawab ia suda

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Setelah Bercerai

    Celine tidak tahu apa Giandra mengerti apa itu talak tiga beserta konsekuensinya. Yang Celine tahu Giandra sedang emosi saat mengatakannya. Ketika Celine memutar tubuh untuk masuk kembali ke dalam rumah, ia menemukan Agha sudah berdiri di belakangnya. Entah sejak kapan. Bisa jadi laki-laki itu sudah lama di sana mendengar dan menyaksikan pertengkarannya dengan Giandra tadi.”Jadi dia bukan sepupu kamu?” Belum sempat Celine bicara Agha sudah berkata.Tidak ada lagi jalan bagi Celine untuk mengelak apalagi lari. Satu-satunya pilihan baginya adalah mengaku dan berterus terang saat ini juga, terlebih ketika mendengar kelanjutan ucapan laki-laki itu.”Aku udah dengar semuanya, Lin, tapi aku nggak ngerti gimana keadaan sesungguhnya. Kalau kamu nggak keberatan aku siap mendengarkan.”Celine mengangguk, lalu masuk ke dalam rumah. Agha mengikuti dari belakang. Laki-laki itu siap mendengarkan apa yang akan Celine sampaikan padanya meskipun tadi ia merasa syok menyaksikan pertengkaran Celine da

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Aku Ceraikan Kamu

    “Nggak usah dijawab sekarang, pikirin aja dulu.” Lalu Qey berdiri, pergi dari kamar Giandra.Giandra termangu memikirkan kata-kata Qey. Semestinya tadi ia bisa menjawab tanpa perlu memikirkan apa-apa. Nyatanya kini ia meragukan perasaannya sendiri pada Celine. Tapi kalau Giandra tidak memiliki rasa apa pun pada perempuan itu ia tidak perlu marah kan saat melihat atau tahu Celine pergi dengan Agha?Suara pintu yang dibuka serta derap langkah yang mendekatinya membuat Giandra tersentak. Lamunannya memudar dan kemudian buyar seketika.“Bau parfum cewek.” Max mengendus-endus membaui seisi kamar. “Tadi Qey ke sini ya?” sambungnya sambil menatap ke arah Giandra. Max langsung bisa menebak kalau itu Qey karena ia sudah hafal aroma gadis itu saking mencintainya dengan sepenuh hati.“Kok lo tahu?”Max tersenyum jumawa. “Apa sih yang nggak gue tahu tentang Qey? Kalo lo nanya ukuran branya juga gue bakal jawab sekarang.””Jangan macam-macam lo, Max!” Giandra tidak suka pada gurauan Max. Max boleh

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Kehilangan

    Satu hari berlalu sejak pertengkaran dengan Celine.Sudah sejak tadi Giandra melihat bolak-balik ke layar gawai hanya demi meyakinkan diri bahwa Celine memang tidak menghubunginya. Tidak ada pesan apalagi panggilan telepon di deret notifikasinya. Yang tidak berhenti dari tadi adalah notifikasi dari grup Anonim. Raia sibuk mengoceh tentang persiapan keberangkatan mereka besok. Berkali-kali gadis itu me-mention memanggil Giandra, namun Giandra tidak peduli. Ada yang lebih penting saat ini melebihi keberangkatan tur mereka. Apa lagi kalau bukan Celine.Alih-alih akan menelepon, mengirim pesan singkat pun tidak.‘Harusnya aku yang marah sama kamu, Lin, bukan kamu.’Semalaman Giandra memikirkan lagi perdebatannya dengan Celine. Merunut kembali kronologi kejadian tersebut beserta kata-kata yang ia ucapkan pada perempuan itu. Giandra mengernyitkan dahi saat mengingat ucapannya pada kalimat terakhir, tepat sesaat sebelum ia pergi meninggalkan apartemen itu. Apartemen yang ia beli untuk Celin

  • Semakin Red Flag Semakin Cinta   Jalan Terbaik

    Giandra membanting pintu mobil dengan keras. Ia mengusap mukanya setelah menjatuhkan diri di jok pengemudi. Ini adalah untuk kedua kalinya Giandra merasakan rasa kecewa yang mendalam pada perempuan. Dulu Swabitha, dan sekarang Celine. Hanya saja pada mantannya dulu mungkin ucapan Giandra tidak sekeras seperti yang diucapkannya pada Celine. Giandra menjadi leluasa pada Celine karena perempuan itu adalah istrinya, pasangannya yang sah, perempuan halal miliknya.“Aku paling benci yang namanya pengkhianatan,” gumamnya sambil memukul setir. Dengan sekali sentakan kasar Giandra menyalakan mesin lalu menekan pedal gas dalam-dalam, pergi dari tempat itu.Giandra menyetir tanpa kendali, tidak peduli jika pengguna jalan lain merasa terganggu saat ia mengklakson keras-keras atau pun ketika dirinya menyalip dari kiri. Yang penting emosinya tersalurkan.***Sudah lebih dari setengah jam yang lalu Giandra pergi, tapi hingga detik ini Celine masih duduk melamun. Bukan di kursi ataupun sofa, melain

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status