Hamil?
"Ck! Kau cerewet sekali! Hendi dengarkan aku! Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Hendi!" ucap Dion mengalihkan pembicaraan dan menatap tajam ke arahhnya."Ada apa, Pak?" tanya Hendi sedikit keheranan."Jelaskan padaku! Mengapa tadi malam Aruna menyusulku?" kata Dion mengintimidasi."Loh, apakah Aruna tidak memberitahu semuanya dengan Bapak? Semalam itu saya ada urusan mendadak sekali, Pak! Ketua Dewan Direksi menghubungi untuk segera mengambil beberapa dokumen di PT Gold, jadi saya tak bisa berangkat dan saya meminta Aruna untuk menggantikan tugas saya sebagai Personal Asisten, Bapak. Apa ada yang salah?" sahut Hendi."Hanya itu saja?" tanya Dion menatap Hendi."Memangnya ada apa lagi, Pak? Apa ada yang salah?" tanya Hendi dengan wajah polosnya."Lupakan!" perintah Dion."Sepertinya ada yang ingin menyabotaseku! Ada seseorang yang tak suka dengan jabatanku sekarang ini atau lawan tanderku dalam berbisnis," gumam Dion."Sialan! Menggunakan cara murahan seperti ini," batin Dion dalam hati."Hendi," panggil Dion lagi."Iya, Pak!" sahut Hendi yang sedari tadi duduk di meja samping Dion sambil mengatur jadwal acara hari ini."Tolong kau carikan rekaman semalam, mulai saat aku masih berada di klub itu, di hotel dan semuanya. Lalu selidiki wanita yang mengajakku di hotel. Sepertinya ada yang tak suka dengan posisi ku saat ini dan memanfaatkan saat aku lengah. Semua seperti sudah terata, kau dii jauhkan dariku! Dia seperti sudah merencanakan semua. Siapa dalang di balik ini semua," ujar Dion sambil berdiri memandang langit biru, Matanya menerawang jauh di sana, mempertahankan nama baik perusahaan dan integritasnya yang hendak di gulingkan lawan."Serahkan semua, termasuk data artis yang harusnya menemuiku tadi malam! Kalau bisa cari gelas bekas wine ku! Aku yakin ada sesuatu yang tak beres," perintah Dion melemparkan tatapan tajam ke arah Hendi yang membuatnya sedikit panik dengan permintaan yang begitu mendadak."Harus sekarang, Pak?" tanya Hendi. Dion langsung di balas tatapan murka dan tak suka dari Dion. Hendi langsung menabok mulutnya sendiri, dia lupa jika presiden direkturnya itu sangat tak suka diganggu terkait hal-hal yang sangat privasi. Dia akan bercerita sendiri jika nanti waktunya sudah tiba. Selama ini hanya Hendi lah orang yang kerasan bekerja pada Dion hampir dua puluh tahun yang lalu. Di mulai dari saat Dion masih menjabat sebagai kepala bagian, dia sudah menjadi personal asistennya. Di susul dengan Aruna sebagai karyawan terlama."Bedebah mana yang mencoba menggulingkan kekuasaanku! Aku benar-benar tak akan melepasnya. Obat apa yang dia pakai? Wine apa yang dia tuangkan sampai aku tak bisa mengontrol diriku sendiri," ujar Dion sambil mengusap wajahnya dengan kasar."Arrrgggg!" Erang Dion tertahan sambil memegang bagian dadanya yang sedikit ngilu karena menahan emosi. Untunglah tak butuh waktu lama bagi Hendi memperoleh semua rekaman CCTV itu. Tepat saat selesai makan siang Hendi kembali dengan membawa sebuah flash disk hitam kecil berisi semua rekaman CCTV sepanjang lorong hotel yang terhubung dengan salah satu club malam di daerah Kemang. Dion segera mengusir Hendi untuk meninggalkan ruangan. Dia ingin memastikan semua sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Seperti dugaannya diawal, ternyata seorang wanita yang tak dikenal datang menghampiri Dion. Wanita itu jelas bukan orang yang membuat janji temu dengan dia. Setelah minum di meja, wanita itu jelas membawa Dion dengan memapahnya ke lift hotel. Padahal hanya satu sloki kecil yang di minum Dion. Namun mampu membuatnya kehilangan kesadaran.[Cari wanita ini! Segera!] Send. Perintah Dion sambil meng-screen capture foto wanita itu dan mengirimnya kepada Hendi. Dion baru menyadari kecerobohonnya, minuman itu memang sengaja di siapkan di meja VIP. Padahal biasanya Hendi yang menyiapkannya."Ck! Murahan!" hardik Dion menggebrak meja. Dion terus memantau rekaman itu, Dion melihat Aruna terus membuntutinya dari club sampai ke lift. Meski berpura- pura tak mengenal saat Dion di papahnya, tak lama kemudian saat menutup pintu kamar hotel Aruna merangsek masuk. Aruna juga yang mendorong wanita tersebut hingga terperosok keluar kamar hotel dan tiba-tiba pintu hotel tertutup. Kamar itu terus tertutup sampai pagi tiba. Hanya Aruna lah yang pergi keluar kamar sambil mengenakan jas hitam nya. Itu adalah pagi hari saat Dion menemukan dirinya bertelanjang di sofa."Sepertinya Aruna memang mengatakan hal yang jujur," batin Dion dalam hati.*** Waktu terus berlalu, mereka saling melupakan tanpa pernah ingin membahas kejadian malam itu lagi. Dion dan Aruna kembali beraktivitas seperti biasa. Layaknya seorang sekretaris dengan atasannya. Aruna sendiri mencoba berdamai dengan keadaan meskipun dirinya harus mendapati lelaki bajingaan itu sebagai atasannya. Aruna sekarang membatasi pertemuan dengan Dion, dia tak lagi gila kerja seperti biasa. Dia hanya rela membuat notulen di meja Dion setiap hari, berangkat lebih pagi asal tak bertemu dengannya. Semua jadwal penting Dion lewat Hendi langsung sebagai personal asistennya. Sebenarnya Dion menyadari perubahan kinerja Aruna. Tetapi dia juga tak ingin menegurnya, dia membiarkan Aruna berlaku sesukanya saja, yang penting tak menuntut sesuatu hal yang di luar batas. Toh selama ini tak ada bukti nyata di antara keduanya. Jujur sana, ada perasaan tak biasa di hati Dion. Namun ego dan gengsinya sebagai lelaki masih sangat tinggi."Apakah ada acara meeting untuk pagi ini?" tanya Dion kepada Aruna yang secara tiba-tiba muncul di depannya. Aruna mencium aroma yang tak sedap menguar dari tubuh Dion, dan bau itu seketika membuat perutanya bergejolak.'Hoek, Hoek' Aruna mencoba menahan mualnya dengan menutup kedua tangannya dan menggelengkan kepala kepada Dion. Tetapi Dion tak menyadari hal itu, tanpa berpikir panjang Aruna langsung berlari ke arah kamar mandi dan memuntahkan semuanya isi perutnya sampai keluar cairan bening yang menandakan bahwa semua sudah terkuras habis."Pak Dion memakai minyak wangi apa sih sebenarnya. Mengapa aku mendadak mual sekali ya? Padahal dulu aroma tubuh Pak Dion adalah wangi kesukaanku," gumam Aruna. Aruna segera berkumur dan mencuci muka lalu kembali bekerja karena pekerjaan minggu ini sangat padat."Aku membawakan pesananmu! Kau ini aneh sekali, siang- siang minta makanan seperti ini. Untung saja ada," keluh Hendi sambil membawakan bungkusan kresek di hadapan Aruna."Ah, terima kasih Hendi. Kau memang terbaik," puji Aruna menerima makanan itu. Aruna memang sengaja memesan bubur madura siang hari, bukan karena apa- apa. Akhir- akhir ini perutnya sangat sensitif sekali, dia gampang mual dan muntah. Mungkin karena penyakit asam lambung yang di deritanya mulai naik. Dia sudah bertekad pulang kerja nanti akan memeriksakan diri ke dokter. Dia tak bisa bertahan bekerja dengan kondisi seperti ini. Ternyata rencana itu tak sesuai dengan ekspektasinya. Karena terlalu sibuk dan tak sempat ke dokter Aruna akhirnya memutuskan untuk membeli minyak kayu putih, freshcare, dan Antangin saja. Dia akan mengerik tubuhnya sendiri saat berada di kos nanti. Maklumlah dia sekarang sedang ngekost di salah satu kos elite ibukota. Karena rumahnya sangat jauh dari sini, dia merantau sendiri dan hidup mandiri."Saat seperti ini aku merindukan kerikan Ibu," batin Aruna mengerik sendiri bagian depan tubuhnya dan mengoleskan minyak kayu putih ke perut, leher, serta telapak kakinya sebelum dia tidur. Ternyata pengobatan ala desa itu cukup mujarab, terbukti keesokan harinya Aruna sudah merasa lebih baik. Badannya lebih segar daripada semalaman. Dia bertekad bekerja dengan lebih rajin agar semua cepat selesai. Sesampainya di ruangan dia segera mengerjakan beberapa tugas. Sampailah pintu lift itu terbuka, ternyata Dion sedang masuk ke dalam ruangan. Aroma aneh dari tubuh Dion selalu menguar lagi dan mengusik penciuman Aruna. Jujur saja Aroma itu selalu berhasil membuat Aruna menahan mualnya. Dion mengernyitkan keningnya heran melihat tingkah Aruna yang seolah-olah jijik kepadanya setiap kali bertemu. Ketika Dion melewatinya Aruna langsung berari ke kamar mandi. Dia muntah sejadi- jadinya. Diandra salah satu teman devisi kerjanya yang sedang merapikan make up di kamar mandi, terkejut melihat Aruna keluar dengan wajah pucat pasi."Kau kenapa, Bu Aruna? Pagi-pagi sudah muntah- muntah! Kau tak hamil kan?" ejek Diandra. Pernyataan Diandra tersebut membuat Aruna terdiam seketika. Sepersekian detik dia membeku karena ucapan Diandra menyadarkan sesuatu hal yang luput dari perhatiannya."Hamil?" gumam Aruna lirih nyaris tak terdengar, dia baru ingat satu hal penting meskipun dia dan Dion hanya melakukan sekali tak menutup kemungkinan bisa terjadi sesuatu yang mengerikan. Apalagi Aruna amat sangat yakin bahwa Dion tak memakai pengaman dan mengeluarkannya di dalam. Ya, Aruna teringat erangan Dion penuh kenikmatan saat ejakulasi makin menancapkannya di dalam. Aruna meneguk ludahnya kasar, secara otomatis dia langsung menghitung kapan terakhir kali dia datang bulan dan dia baru menyadari bahwa sudah dua bulan ini dia tidak mendapatkan menstruasi."Asataga Tuhan! Jangan! Jangan sampai ini terjadi," ucap Aruna sambil berlari kecil meninggalkan Diandra yang memandangnya dengan penuh tanda tanya. Aruna segera pergi ke meja kerjanya, dia melihat HP. Di ponselnya Aruna selalu menandai kapan dia menstruasi untuk memastikan kelancaran haidnya. Karena dia saat kulian dulu pernah mengalami gangguan siklus menstruasi karena gangguan hormon, dokter menyuruhnya selalu menandai tanggal mestruasi memastikan hormon itu kembali normal. Kebiasaan itu terbawa hingga sekarang. Mata Aruna membelalak, benar dugaannya dia belum mendapatkan mestruasi dua bulan ini. Aruna langsung meraih tasnya tanpa berpamitan kepada Dion. Dia segera pergi menuju apotek terdekat. Sepanjang jalan Aruna hanya bisa melafalkan doa berharap dia terkena gangguan hormon saja. Setelah sampai apotik Dia lalu membeli tiga buah tespek. Aruna segera kembali ke kantornya. Dia berniat menespek pagi itu juga dengan diam- diam di kamar mandi kantor."Ayo habiskan Aruna!" batin Aruna sambil menghabiskan satu botol tanggung air agar segera bisa buang air kecil. Saat sudah terasa, dia segera ke kamar mandi. Mengambil alat tes itu, menampung urine nya dan mencoba mencelupkan tespek itu. Tangan Aruna dingin dan gemetar, jantung nya Aruna berdetak sangat keras. Tak lama garis itu pun terlihat, awalnya hanya satu namun samar- samar saat urine mulai naik maka satu lagi garis juga kelihatan. Sekarang dua terpampang di tespek yang di pegangnya. Tubuh Aruna seketika luruh terduduk di atas kloset. Dia menatap nanar ke arah tespek yang sedang di pegangnya dengan mulut ternganga. Rasanya masih seperti mimpi saja, Aruna masih terdiam sambil mengamati tespek itu, benar-benar jelas menggambarkan garis dua yang menandakan bahwa dirinya hamil. Aruna langsung menggigit bibirnya dengan keras sampai terluka menahan tangisnya di dalam kamar mandi sendiri."Ini pasti salah! Ya! Bisa saja salah, bukankah harusnya di lakukan urine pertama pagi hari? Ini salah!" batin Aruna berkali-kali tak terima pada kenyataan yang ada di hadapannya sekarang ini. Aruna ingin marah kepada Tuhan mengapa harus dia menerima kenyataan sepahit ini dalam hidupnya. Luka yang selama ini berusaha di obati sekarang terbuka. Rasa perihnya berkali-kali lipat dari pada kejadian malam menyakitkan itu, namun dirinya masih mencoba untuk tidak percaya. Aruna memsukkan hasil tes ini dalam kloset dan menyiramnya dengan flash."Apakah mungkin sekali melakukannya bisa hamil?" batin Aruna dalam hati.APAKAH YANG AKAN TERJADI DENGAN HASIL PEMERIKSAAN ARUNA? APAKAH ARUNA BENAR- BENAR HAMIL? PADAHAL DIA BARU MELAKUKAN PERTAMA KALI HUBUNGAN BADAN ITU.BersambungKEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg