Share

Pulang ke Rumah

Rose menatap jalanan dari balik kaca mobil. Selepas insiden tak menyenangkan yang menimpanya tadi malam, Reega memutuskan untuk membawanya pulang sebab dirasa rumah sakit tak lagi aman.

"Kau membawaku ke mana?" Rose mengernyit, merasa bahwa jalan yang mereka lalui bukanlah jalan ke rumahnya, bukan pula jalan ke rumah Reega.

"Ke rumahku," jawab Reega sambil memainkan ponselnya.

"Rumahmu? Tapi ini bukan jalan ke rumahmu, kan?"

"Aku sudah membeli rumah sendiri sejak jauh-jauh hari. Rumah yang rencananya akan kutinggali dengan Padma setelah kami menikah," jelas Reega. Ia memasukkan ponselnya ke saku jaket.

"Kalau begitu kenapa kau membawaku ke sana?"

"Memangnya kau mau tinggal bersama orang tuaku kalau aku tidak membawamu ke sana?" Reega balik bertanya, membuat Rose menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Tapi barang-barangku masih ada di rumah," ujar Rose.

"Kita bisa menyicilnya sedikit demi sedikit. Kalau perlu, aku bisa membelikanmu pakaian beserta tokonya sekaligus. Tidur saja, perjalanan kita masih lumayan jauh."

Rose tidak lagi menjawab, ia memalingkan wajahnya ke samping dan memilih memejamkan mata untuk pergi ke alam mimpi.

***

"Ini kamarmu, kamarku di sebelah sana." Reega menunjuk daun pintu di sisi yang berlawanan.

Rose mengangguk tanpa bertanya apa-apa. Dia menyadari bahwa pisah kamar berarti lebih dari sekadar tidur di ruangan berbeda, melainkan juga sebuah tembok batasan atas urusan masing-masing. Suatu batas untuk tidak saling mengusik, sesuai dengan kesepakatan mereka di awal.

"Tidak perlu repot-repot untuk membersihkan rumah, menyiapkan makanan, atau pekerjaan rumah tangga yang lainnya. Aku sudah meminta Felix untuk mencarikan asisten rumah tangga," jelas Reega.

Kali ini Rose mengernyit. "Bagaimana kalau dia tahu kita tidur di kamar yang terpisah?"

"Aku memintanya datang di pagi hari dan pulang sore harinya. Aku berada di kantor dan kau berada di toko kue, pastikan kamar selalu dalam keadaan terkunci."

Rose mengangguk. Baru saja tangannya hendak menyentuh gagang pintu, Reega tiba-tiba menepuk pundaknya pelan.

"Kurasa, aku juga perlu menyewa bodyguard untuk mengawalmu," katanya.

"Kau gila? Memangnya aku ini anak presiden?"

"Surat ancaman, kebakaran di gedung pernikahan, percobaan pembunuhan di rumah sakit, kau pikir nyawamu ada berapa?" Reega bersedekap.

"Tapi itu terlalu berlebihan!"

"Dengar, Rose. Pernikahan kita mungkin hanya di atas kertas, tapi aku menikahimu dengan mahar yang kubayar lunas. Aku ini suamimu, jadi menurutlah padaku dan jangan banyak membantah. Lagipula ini demi kebaikanmu, kok," ujarnya.

Rose menghela napas. Ia tidak bisa mengelak sebab apa yang dikatakan Reega adalah benar. Meski pernikahan mereka hanyalah sebuah status, tetapi Reega adalah suaminya sekarang. Itu juga tertulis di surat kontrak yang terbubuh tanda tangannya.

"Aku tidak mau terlihat mencolok," ucap Rose.

"Kau bisa diskusikan itu dengan mereka nanti." Reega melirik arloji di pergelangan tangannya. "Sekarang istirahatlah, kita punya banyak pekerjaan sore nanti."

"Apa?"

"Unboxing kado pernikahan."

****

Aroma manis dari adonan kue yang diolah memenuhi penjuru rumah. Rose yang tengah fokus memotong-motong almond, total tidak menyadari kehadiran Reega yang kini berjalan ke arahnya.

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak perlu memasak?" Reega mencolek krim cokelat yang ada di mangkuk.

"Aku memperbarui beberapa resep untuk tokoku, bukan memasak untukmu," balas Rose. "Ngomong-ngomong, aku masih penasaran dengan orang yang menolongku dari kebakaran. Mustahil kau tidak mengetahuinya." Rose mengungkit kembali kejadian tersebut.

"Sudah kubilang, aku tidak tahu. Memangnya apa pentingnya bagimu? Toh kau juga pasti tidak mengenalnya." Lagi-lagi Reega mencolek krim cokelat tanpa rasa bersalah.

"Tentu saja untuk berterima kasih. Aku tidak mengerti bagaimana bisa terjadi kebakaran secara tiba-tiba, padahal semua terasa aman-aman saja sejak pagi." Rose menggumam, tangannya bergerak menuang adonan ke dalam loyang persegi.

"Rose, surat ancaman itu kau letakkan di mana?"

"Ada di rumah, di dalam lemariku. Kenapa? Kebakaran kemarin, apa ada hubungannya dengan itu?"

Reega menggeleng. "Jangan sampai siapa pun tahu soal surat itu, jadikan ini rahasia antara kita berdua," katanya.

Rose hanya mengangguk, lanjut memasukkan adonan ke dalam oven dan mengatur suhunya.

"Padma benar-benar tidak datang di acara kemarin?" Rose mengalihkan pembicaraan. "Aku tidak melihatnya."

"Dia sedang berada di luar kota, tapi aku meninggalkan pesan untuknya."

"Pesannya dibaca, tapi tidak dibalas." Keduanya berjengit saat tiba-tiba suara Felix ikut menimpali percakapan mereka. Laki-laki itu datang dengan setelan celana jeans sobek dan kaos polos berwarna hitam.

"Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Reega.

"Aku punya kunci cadangan." Felix memperlihatkan kunci di tangannya. "Aku kemari untuk mengantar kado pernikahan kalian. Kalian sedang apa? Memasak bersama? Romantis sekali."

"Aku ingin sekali menyumpal mulutmu," dengus Reega.

Yang dikatai hanya tertawa. "Penyelidikan soal kebakaran kemarin mulai menemui titik terang, sepertinya itu memang benar disengaja."

Reega menganggukkan kepala. "Kejadian tadi malam di rumah sakit bagaimana? Pelakunya sudah ditemukan?"

"Belum." Felix menggeleng. "Sedikit sulit mengungkap pelakunya karena CCTV rumah sakit ternyata disabotase."

Hening sesaat sebelum terdengar suara teriakan orang di depan rumah. Felix menoleh ke arah pintu. "Oh, mereka sudah sampai. Cepat, ada banyak kado yang menunggu untuk dibuka."

"Kalian duluan saja, aku masih harus membereskan dapur," ujar Rose yang lantas diangguki oleh Reega dan Felix.

Baru saja tangannya hendak meraih kain lap untuk membersihkan tepung-tepung yang berceceran, ponselnya tiba-tiba berdering. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Rose mematung sejenak sebelum memutuskan untuk menelepon si pengirim pesan. Tetapi sayangnya nomor tersebut sudah tidak lagi aktif.

"Rose, kemarilah!"

Seruan dari Reega membuatnya menoleh. Cepat-cepat ia melepas apron yang dikenakannya sebelum bergegas keluar. "Iya, iya, aku datang."

Rose meletakkan ponselnya begitu saja dalam posisi menyala, tanpa menyadari ada satu lagi pesan masuk dari nomor tak dikenal lainnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status