Share

Bab 52

Author: Mita Yoo
last update Last Updated: 2025-12-01 21:00:21

Getaran ponsel Rendra yang tiba-tiba terasa seperti alarm yang memecah ruang hangat antara mereka. Dara membuka mata, melihat Rendra mengambil ponsel dari saku celananya. Wajahnya berubah saat melihat layar.

“Halo, Dek,” sambutnya, suaranya tiba-tiba lembut dan penuh perhatian, sangat berbeda dari nada menggoda yang baru saja ia gunakan pada Dara.

Dara mendengar suara perempuan di seberang telepon. Suara yang diduganya adalah Riani, istrinya. Rendra berbalik sedikit, berbicara dengan nada yang hangat dan akrab, bertanya tentang harinya, seolah tidak ada ketegangan seksual yang baru saja menggantung di antara mereka.

Saat itulah realitas menghantam Dara dengan keras. Dia baru saja hampir menyerah pada godaan seorang pria yang dengan mudahnya beralih dari menggoda wanita lain ke menanyakan kabar istrinya dengan suara penuh kasih.

Rasa malu dan jijik pada dirinya sendiri segera membanjiri dirinya. Dia bukan hanya hampir mengkhiana
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sentuh Aku Lagi, Sayang!   Bab 112

    Ponsel di tangan Arkha bergetar, menampilkan notifikasi pesan masuk. Sebuah foto. Saat dia membukanya, dunia seolah runtuh dan kemudian menyala dalam api amarah yang bisa membakar dirinya. Foto itu diambil dari jarak cukup jauh, tetapi cukup jelas. Sangat jelas menampilkan wajah orang yang dikenalnya. Sosok Rendra yang tak salah lagi, menarik seorang wanita masuk ke dalam sebuah ruangan. Siluet wanita itu, gaya rambutnya, bentuk tubuhnya—Arkha mengenalinya bahkan dalam mimpi buruk sekalipun. Dialah istrinya. Dara. Dan pintu yang terkunci. Dia yang semula ingin menyerah oleh sikap dingin dan keheningan Dara di rumah, seketika mendidih. Rasanya seperti tenggorokannya terbakar. Foto itu bukan lagi kecurigaannya. Foto itu juga bukan lagi pertengkaran mulut antara mereka. Foto itu adalah sebuah bukti visual. Rendra tidak hanya melanggar batas, dia menginjak-injaknya den

  • Sentuh Aku Lagi, Sayang!   Bab 111

    Hari itu di klinik Rendra terasa seperti hari biasa. Konsultasi dengan pasien, catatan medis, lalu ruang kerja yang dipenuhi keheningan. Hingga, saat dia hendak mengambil dokumen dari ruang kerjanya yang terletak di ujung koridor, matanya tertumbuk pada pemandangan yang membuat jantungnya berhenti berdetak sejenak.Dara.Berdiri di depan pintu ruang kerjanya, tubuhnya terlihat lebih kecil dan rapuh dalam jaket denim sederhana. Wajahnya pucat, mata yang masih menyimpan bayangan kesedihan, tetapi ada sesuatu yang berbeda di matanya. Seperti sebuah ketegasan, atau mungkin keputusasaan, yang memancar darinya.Refleks Rendra lebih cepat bergerak dari pikirannya. Tanpa memeriksa sekeliling, tanpa memperhatikan lorong kosong atau sudut-sudut yang mungkin menyimpan pengintai, tangannya meraih lengan Dara dengan lembut namun pasti. Dengan gerakan cepat, dia menariknya masuk ke dalam ruangan yang aman, menjauh dari pandangan antrean pasien lainnya.

  • Sentuh Aku Lagi, Sayang!   Bab 110

    Kalimat terakhir yang diucapkan Dara terdengar seperti cambuk. Arkha tersentak, seolah baru tersadar bahwa selama ini ia hanya menjadi hakim dan penuntut, tanpa pernah mengerti posisi Dara yang selalu disalahkan dalam rumah tangganya sendiri.Arkha menarik napas pelan. Akhirnya, dia bersuara, meski lemah dan terpojok. “Aku ... aku cuma berusaha jadi yang terbaik untuk kita ….”Dara menyela, lalu tertawa getir. “Yang terbaik menurut kamu, Arkha! Bukan menurut aku! Yang terbaik itu kalau kita berdua bahagia, bukan cuma kamu yang merasa semuanya sudah beres! Aku nggak bahagia! Sudah lama aku nggak bahagia! Dan kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri sampai nggak bisa lihat!”Setelah mengucapkan semuanya, energi Dara seolah terkuras habis. Dia terduduk lemas di lantai, punggungnya bersandar pada dinding dapur, menangis tersedu-sedu. Tangisan yang melelahkan.Arkha masih terduduk di kursinya, namun kini wajahnya tidak lagi hanya p

  • Sentuh Aku Lagi, Sayang!   Bab 109

    Kalimat Dara meluncur begitu saja. Tajam, dan penuh dengan ungkapan sakit hati yang selama ini dipendam. Dia bukan lagi sedang menggumam. Dia mengungkapkan ledakan kemarahan yang tertunda. Setelah hari-hari berjalan dalam perang dingin mereka, setelah kematian ibunya, dan setelah semua ketegangan dengan Rendra membuka mata hatinya, Dara akhirnya berbicara.Arkha hanya bisa terdiam. Mulutnya terbuka sedikit, tetapi tak ada suara yang keluar. Setiap kata Dara seperti pukulan telak yang menghantam semua pembelaan yang selama ini ia bangun dalam benaknya. Dia kehabisan kata-kata karena kebenaran di balik tuduhan itu tak terbantahkan.Suaranya semakin lantang, bukan berteriak, tetapi penuh tekanan emosi yang terpendam. “Selama ini aku cukup bersabar untuk semuanya, Mas. Sabar dengan prioritasmu yang selalu mengutamakan pekerjaan. Sabar dengan mood kamu yang naik turun kayak roller coaster. Sabar dengan caramu lebih percaya omongan Tari daripada kata-kataku sen

  • Sentuh Aku Lagi, Sayang!   Bab 108

    Matahari pagi menyelinap melalui celah tirai, menyapu wajah Arkha yang masih membekas kelelahan dan sisa kemarahan semalam. Kepalanya berdenyut-denyut, sebuah rasa sakit yang cocok dengan kekacauan di pikirannya. Secara langsung, tangannya meraba sisi ranjang yang seharusnya diisi Dara.Kosong.Tempat itu dingin.“Yang ,...” panggilnya, suaranya serak. Tidak ada jawaban. Dadanya sesak dengan dugaan-dugaan buruk. Apakah Dara meninggalkannya? Apakah dia pergi dengan Rendra?Dengan jantung berdebar kencang, Arkha turun dari ranjang. Dia memeriksa kamar tamu. Kosong, hanya selimut berantakan di sofa. Ruang keluarga, sepi. Lalu, dia mendengar suara dari dapur. Bunyi spatula menyentuh wajan, bunyi desis minyak di penggorengan, aroma bawang putih yang digoreng.Arkha berhenti di ambang pintu dapur. Di sana, Dara berdiri dengan piyama sederhana, rambutnya diikat sembarangan, sedang membalik telur mata sapi di atas kompor.

  • Sentuh Aku Lagi, Sayang!   Bab 107

    Ketukan di pintu kamar tamu itu pelan, hampir ragu-ragu, namun terdengar nyaring di tengah kesunyian malam di rumah itu. Rendra yang sedang bersiap untuk tidur, tertegun. Bukan gaya Riani untuk mendatanginya, apalagi setelah pertengkaran mereka.Dengan hati berdebar karena kejutan dan sisa amarah yang belum sepenuhnya reda, Rendra membuka pintu. Dan apa yang disaksikannya membuat napasnya tersangkut di tenggorokan.Riani berdiri di sana. Cahaya lampu lorong yang redup menerpa tubuhnya. Tangan-tangannya yang biasanya selalu kaku, kini memegang kedua ujung kimono sutra tidur itu. Kimono mahal miliknya yang selalu ia pakai. Dan dengan sebuah gerakan yang lambat, Riani membuka kimono itu di hadapannya.Kimono itu terbuka, mengungkapkan tubuh Riani yang sebenarnya sangat anggun di balik balutan piyama biasa yang selalu ia kenakan. Namun di sana, tidak ada godaan. Tidak ada ajakan.Mata Riani tidak menatapnya dengan hawa nafsu atau c

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status