Kahfi menatap sendu gadis yang sedang duduk sendirian di kursi pelaminan. Dengan balutan gaun putihnya, gadis itu tampak sangat cantik dan memikat hati para tamu undangan yang datang. Sayang, meski sudah dirias dengan secantik mungkin, gurat sedih yang Pengantin wanita itu pamerkan membuat siapapun tahu hati gadis itu tidak sebahagia yang seharusnya ia rasakan. "Kasihan Keina, pengantin prianya kabur. Keluarganya harus menanggung malu karena perbuatan calon suaminya." Samar-samar Kahfi mendengar pembicaraan dua wanita di sebelahnya. Benar, apa yang dikatakan dua gadis itu memang benar. Alasan kenapa Keina memasang wajah sedih di kursi pelaminan sebab calon suaminya tak kunjung datang, alias kabur. Suasana di dalam rumah Keina juga sudah kacau. Dinne -Mamanya Keina, jatuh pingsan, sementara ayahnya misuh-misuh karena Keina enggan membatalkan pernikahan. Gadis keras kepala itu bersikukuh kalau calon suaminya akan datang sebentar lagi. Padahal sudah lewat dua jam lebih dari waktu ijab
Keina Arunika, gadis yang baru saja mendapatkan gelar sarjananya itu sudah mantap untuk menikah muda. Sejak pertama kali bertemu Dirgantara, Keina sudah yakin kalau pria itu yang akan menjadi teman hidupnya. Meski hubungan mereka dilarang oleh kedua orang tua masing-masing, namun pasangan muda itu tidak kehabisan akal.Jalan pintas pun Keina hadapi demi mendapatkan restu secara paksa.Iya, jalan pintasnya Keina pura-pura hamil agar mereka secepat mungkin dinikahi.Sialnya, sih calon suami yang ia perjuangkan secara mati-matian malah kabur entah ke mana tepat di hari H pernikahan mereka. Lalu kini datang masalah baru untuk Kiena; Kahfi ingin menjadi pengantin pengganti untuknya.Catat! Dia Al Kahfi Malik. Anak teman mamanya yang galak dan paling Kiena benci nomor wahid. Selain galak, Kahfi juga jutek. Pokoknya jenis manusia menyebalkan yang harus Keina hindari di dunia ini.Dengan seribu alasan kenapa Keina membenci Kahfi, apa ada kemungkinan gadis itu akan menerima lamaran dadakan da
"Kamu yakin, Bang?" Savian bertanya dengan gurat serius. Saat ini dia sedang bicara empat mata dengan Kahfi tatkala anaknya itu mengatakan keinginannya untuk menjadi pengantin pengganti untuk Keina. Savian paham betul kalau anaknya itu sudah cukup umur untuk membangun bahtera rumah tangga, secara mental dan finansial juga sudah mampu. Savian juga tidak masalah jika memang Keina yang akan menjadi menantunya. Yang membuat Savian ragu, Savian tidak yakin mereka saling mencintai. "Aku yakin, Pa." jawab Kahfi dengan tegas dan kepala terangkat yakin. Savian menghembuskan napas panjang, "Kamu mengenal Keina, kan? Kamu yakin kalau kamu sanggup membimbing dia? Papa enggak masalah jika memang Keina pilihan kamu, tapi kamu tahu latar belakang dia seperti apa?" Savian sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan Keina yang berlatar belakang dari keluarga broken home, dia mengenal baik keluarga gadis itu, makanya Savian ingin meyakinkan anaknya kalau tanggungjawab Kahfi akan sangat besar jika
Kahfi menghembuskan napas panjang melihat istrinya yang sedang memainkan sebuah drama. Ya, saat ini Keina tengah bersimpuh di kaki mamanya sambil menangis sendu. Alasannya jelas karena gadis itu tak mau diboyong oleh Kahfi keluar kota dan menetap di sana. Tapi Kahfi tahu kalau itu semua hanya air mata buaya dan kepura-puraan Keina saja.Kahfi masih ingat jelas dulu Keina pernah mengatakan bahwa mimpi terbesarnya adalah keluar dari rumah saang mama. Dan hari ini Kahfi akan mewujudkan mimpi itu. Hanya saja bukan dirinya yang diharapkan Keina untuk bisa membawanya pergi dari sini. Makanya gadis itu bersikeras membujuk mamanya untuk melarang Kahfi yang ingin membawanya pergi.“Sudah sepantasnya kamu ikut Kahfi, Na. Seorang istri harus patuh sama suami.” Untung saja Dinne paham betul dengan kewajiban seorang istri. Walaupun dia gagal mempertahankan rumah tangganya, tapi Dinne pernah berusaha untuk jadi istri yang terbaik untuk suaminya.Keina menggeleng, dia memeluk kaki mamanya erat-erat
Keina melenguh pelan, lambat laun manik cantiknya yang dinaungi bulu mata lentik itu terbuka. Sesaat dia celingukan, mencari keberadaan sang suami yang tak terlihat di sebelahnya. Kemana perginya Kahfi? Bunyi decitan pintu yang terbuka spontan membuat Keina menoleh ke sumber suara, gadis itu langsung menegakan badannya saat mendapati Kahfi yang keluar dari toilet. Pria itu mengusap wajahnya yang menitikan air ke lantai, tak hanya wajahnya yang basah, namun rambutnya juga. Apa yang habis suaminya itu lakukan di dalam sana? "Kak Kahfi habis mandi?" tanya Keina lalu menoleh ke jam dinding. Ini baru jam tiga dini hari, apa Kahfi habis mandi?Kahfi berjalan menuju lemari, dia mengeluarkan perlengkapan sholatnya dari mulai sarung sampai sejadah. "Saya mau sholat tahajud, kamu mau ikut sholat berjamaah sama saya?" tanya Kahfi sambil mengacingkan baju kokohnya usai memakai sarung dengan rapi.Keina menggaruk tengkuk, agak terkesima saat Kahfi memakai peci di kepalanya, membuat jidat paripur
Hari pertama menjadi suami istri, Kahfi sudah memiliki rencana apa yang akan dia lakukan dengan Keina hari ini. Bukan jalan-jalan atau semacamnya, malah kemungkinan besar mereka akan menghabiskan waktu seharian di dalam rumah, banyak yang akan Kahfi bicarakan dengan Keina. Salah satunya, membicarakan masa depan mereka. Walaupun pernikahan mereka terjadi tanpa perencanaa yang matang, tanpa rasa cinta, atau bisa disebut posisi yang Kahfi dapatkan hanyalah sebagai pengganti pria lain yang seharusnya menjadi suami Keina. Tapi Kahfi tak ambil pusing, dia percaya semua terjadi karena takdir yang sudah Tuhan tetapkan. Kahfi tekankan sekali lagi, dia sudah siap bertanggungjawab dengan keputusan yang diambil. Usia Kahfi memang tak lagi muda, sudah lama dia kepikiran untuk menikah. Tak disangka-sangka, Tuhan kirimkan jodoh untuknya lewat kejadian yang tak pernah Kahfi duga. Sejak kecil dia mengenal Keina, tapi beranjak dewasa mereka memiliki jalan masing-masing dan jarang bertemu. Kahfi sama
"Mau kemana, Na?" Kahfi bertanya saat berbalik badan dan mendapati istrinya itu sudah berdiri dan hendak membuka mukena. Mereka baru saja selesai melaksanakan sholat maghrib."Rebahan. Emang mau ngapain lagi?" Keina balik bertanya dengan wajah kebingungan.Hembusan napas pelan Kahfi keluarkan, dia menggerakan tangannya, memberi sinyal agar istrinya itu duduk kembali, "Kita ngaji dulu. Tolong ambilkan Al-Qur'an," perintahnya seraya menunjuk kitab suci yang terletak di atas nakas.Keina terdiam sejenak dengan kedua alis yang terangkat, dia mengurungkan niatnya untuk melepas mukena yang menutupi tubuhnya. Tungkainya lantas berjalan menuju nakas, mengambil Al-Qur'an dan memberikannya ke Kahfi."Sini duduk," ucap Kahfi sebab Keina masih setia memandangnya sambil berdiri.Keina menggaruk tengkuk, dia mengindahkan perintah sang suaminya dan segera duduk. Gadis itu masih terdiam memandang Kahfi yang membalik selembar demi selembar kitab suci itu."Kamu bisa baca Al-Qur'an, kan?" tanya Kahfi d
"Mas Kahfi, tumben sudah dua hari saya enggak lihat mas Kahfi jamaah di sini,"Kahfi yang baru saja melangkah keluar dari pintu masjid langsung menghentikan tungkainya, dia berbalik badan dan mendapati Pak Galih yang melempar pertanyaan kepadanya.Sebelum menjawab, Kahfi lebih dulu menyalami tangan pria paruhbaya itu. Dia cukup dekat dengan Pak Galih selaku ketua RT dikompleknya. Apalagi mereka sama-sama jamaah tetap di masjid, jadi setiap hari pasti bertemu."Iya, Pak, kemarin saya habis dari Jakarta," jawab Kahfi dengan senyuman di wajah teduhnya. "Oh iya, Pak, rencananya pagi ini saya mau ke rumah bapak," imbuh Kahfi sambil melangkah menuju halaman masjid. Tentu saja, tungkai Galih juga mengiringi."Ada apa, mas?" Galih bertanya sambil memakai sandal jepitnya.Kahfi menahan senyum, sebenarnya dia tidak ingin berbicara dengan situasi seperti ini, dijalan menuju arah pulang. Meskipun jalanan sedang sepi dan hanya ada beberapa orang yang juga baru keluar dari masjid selepas sholat sub