Beranda / Romansa / Sentuhan Adik Sahabatku / Bab 08. Pagi Yang Kabur.

Share

Bab 08. Pagi Yang Kabur.

Penulis: eslesta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-13 18:13:59

Alexa membuka pintu apartemen dengan langkah lelah. “Aku pulang,” ucapnya sambil melepaskan sepatu kets dan mendorongnya rapi ke rak.

Di kamar tamu, Birru langsung menegang mendengar suara kakaknya. Suara itu—terlalu dekat, terlalu cepat.

Ia menoleh ke arah Jennar yang tertelungkup di kasur, napasnya berat dan tak beraturan. Rambut perempuan itu menutupi setengah wajahnya, pipinya masih menyisakan kemerahan bekas alkohol.

“Mbak Jennar … itu Kak Alexa,” desis Birru tanpa sadar. Ia bangkit terlalu cepat, hampir tersandung, lalu dengan gugup memunguti pakaian yang tercecer di lantai dan memakainya secepat kilat.

Ia menyenggol lengan Jennar pelan. “Mbak Jennar, Kak Alexa pulang. Mbak...”

Tak ada reaksi dari Jennar. Birru menyenggol lagi, kali ini lebih keras.

“Hmm… Alexa?” gumam Jennar, nyaris tak sadar. “Bilang aja aku capek…”

Birru menghela napas pendek. Kepalanya terasa penuh. “Sial! Aku lupa,” bisiknya pada diri sendiri. “Dia masih mabuk. Aku keluar duluan saja.”

Birru menarik selimut
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 11. Harga Menjadi Anak.

    “Ma-mama bercanda, kan?” suara Jennar keluar dengan nada ragu, berharap ia salah mendengar.“Enggak, Jen.”Jennar mengerutkan kening, napasnya tercekat. “Tapi kenapa, Ma? Itu kan bukan uang Mama.”Priska menarik napas panjang, lalu meletakkan spatula dengan perlahan di atas meja dapur. Tangannya mengambil serbet, mengusapnya pelan, seolah sedang menyiapkan kata-kata yang berat untuk diucapkan. “Mama bukan nggak merasa bersalah, Jen,” suaranya akhirnya keluar dengan hati-hati. “Tapi uang segitu, kalau cuma didiemin di rekening, sayang banget. Mama pikir, mending muter biar ada hasilnya.”Jennar berdiri kaku, tubuhnya seperti membeku di tempat. Matanya tak berani menatap langsung ke wajah ibunya. “Tapi itu uang aku, Ma. Uang aku dan Daniel.”Priska menghela napas, menatap Jennar dengan tatapan lebih tegas. “Iya, Mama tahu. Tapi waktu itu rencana pernikahan kamu juga nggak jelas. Tunangan hampir setahun, tiap ditanya kapan nikah, selalu mundur. Selalu ada alasan. Mama capek nunggu kepas

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 10. Cobaan Belum Usai.

    Alexa melangkah masuk kembali ke mobil dengan langkah ringan, tiga cup kopi terselip rapi di kedua tangannya.“Sorry lama,” ucapnya santai sembari menyerahkan satu cup ke kursi belakang. “Ini buat lo, Jen. Yang less sugar.”Jennar tersenyum tipis, menerima kopi itu dengan kedua tangan. “Makasih.”Dari kaca spion, Birru menoleh sekilas pada Jennar, lalu kembali ke depan. “Kopi punyaku taruh di cup holder tengah aja, Kak.”“Oh iya,” jawab Alexa sigap, lalu meletakkan cup terakhir tepat di tempat yang dimaksud.Pintu mobil tertutup. Mesin kembali berdengung halus, lalu mobil mulai melaju meninggalkan area parkir kafe.Jennar menyesap kopinya perlahan. Wajahnya tenang, terlalu tenang, seperti seseorang yang sudah memutuskan untuk tidak merasakan apa pun lagi.Beberapa detik sunyi terhampar berat, walau diisi suara mesin.Suara Jennar tiba-tiba memecah keheningan dari kursi belakang, pelan tapi tegas. “Birru, tolong antar aku dulu, ya.”Tangan Birru mengencang di setir sesaat. Ia keberatan

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 09. Jennar Yang Menghindar.

    Jennar melangkah keluar dari kamar tamu dengan wajah yang sudah jauh lebih segar, meski sisa mabuk semalam masih meninggalkan denyut halus di pelipisnya. Kaus putih kebesaran milik Birru menggantung longgar di tubuhnya, jatuh sampai pertengahan paha, sementara celana pendek milik Alexa membuat langkahnya terasa canggung. Ia tampak seperti tenggelam di pakaian orang lain. Begitu kakinya mengarah ke dapur, pandangannya bertabrakan dengan Birru yang duduk di sofa. “B-Birru...” bisiknya hampir tanpa suara. Tatapan itu hanya sepersekian detik, tapi cukup untuk membuat langkah Jennar terhenti. Jantungnya berdegup tak beraturan. Teringat bekas kemerahan di kulitnya. Dia yakin itu ulah Birru, tapi dia terlalu naif untuk mengakui malam panas mereka dan masih menyangkal tidak ada sesuatu yang terjadi, sama seperti saat pertama kali mabuk. Birru hendak membuka mulut, tapi Jennar memilih mengalihkan pandangan dan melangkah cepat melewati ruang itu. “Fiuh…” Birru mengembuskan napas pelan, leb

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 08. Pagi Yang Kabur.

    Alexa membuka pintu apartemen dengan langkah lelah. “Aku pulang,” ucapnya sambil melepaskan sepatu kets dan mendorongnya rapi ke rak.Di kamar tamu, Birru langsung menegang mendengar suara kakaknya. Suara itu—terlalu dekat, terlalu cepat.Ia menoleh ke arah Jennar yang tertelungkup di kasur, napasnya berat dan tak beraturan. Rambut perempuan itu menutupi setengah wajahnya, pipinya masih menyisakan kemerahan bekas alkohol.“Mbak Jennar … itu Kak Alexa,” desis Birru tanpa sadar. Ia bangkit terlalu cepat, hampir tersandung, lalu dengan gugup memunguti pakaian yang tercecer di lantai dan memakainya secepat kilat.Ia menyenggol lengan Jennar pelan. “Mbak Jennar, Kak Alexa pulang. Mbak...”Tak ada reaksi dari Jennar. Birru menyenggol lagi, kali ini lebih keras.“Hmm… Alexa?” gumam Jennar, nyaris tak sadar. “Bilang aja aku capek…”Birru menghela napas pendek. Kepalanya terasa penuh. “Sial! Aku lupa,” bisiknya pada diri sendiri. “Dia masih mabuk. Aku keluar duluan saja.”Birru menarik selimut

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 07. Malam Tak Terlupakan. (21++)

    Birru kaku seketika saat bibir Jennar menyentuh bibirnya, pelan tapi pasti melumat tanpa ampun. Dunia di sekitarnya mendadak sunyi, waktu seakan berhenti. Tubuh Birru terdiam, otaknya bergolak antara melawan dan menyerah. Seharusnya dia mendorong Jennar atau bangun dari situ, tapi anehnya, ada rasa hangat yang tiba-tiba merayapi dadanya, menyelimuti segala keraguannya. “Mbak, Jennar, ini nggak benar,” bisik Birru, suaranya tercekat, berusaha menahan getaran perasaannya yang bertentangan. Bau alkohol yang pekat menyusup ke hidungnya, bercampur dengan aroma manis lipstik Jennar yang membuat pikirannya makin kabur. Ironisnya, justru hal itu meruntuhkan segala benteng yang ia pasang. “Tak ada yang benar atau salah malam ini, Birru,” Jennar menjawab diantara cecapan lembutnya di bibir Birru. Tangannya menempel hangat di pipi Birru, seperti menjaga agar pria itu tetap tinggal di sana, dalam pelukannya. Menyerah, Birru mulai menggerakkan bibirnya pelan. Jennar tersenyum, matanya terpejam

  • Sentuhan Adik Sahabatku   Bab 06. Godaan Belum Usai.

    Cantik? Apa-apaan ini? Sejak kapan ia bisa disini? Jennar berjalan pelan di samping Birru, tumit stilettonya memantul nyaring di lantai marmer lobi. Dia bisa merasakan tatapan Daniel yang masih menempel di punggungnya dari dalam kafe—tatapan yang menusuk, seolah Daniel punya hak atas hidupnya setelah semua pengkhianatan itu. Untung tadi Birru datang tepat waktu, menyudahi potensi drama murahan antara dia dan Kinanti. Dan untungnya— kenapa juga dia ada disini? “Sama-sama…” ucapan itu tiba-tiba terlepas dari bibir Birru tanpa beban. Tangan kanannya santai memegang paper cup kopi Americano milik Jennar, sementara tangan kiri masuk dalam saku celana. Jennar menatapnya dengan mata terbelalak, ragu. “Maksudnya?” suaranya pelan, seperti menunggu jawaban yang aneh. Birru melirik setengah malas. “Oh, ya ampun. Kalau gitu makasih ya, Birru,” jawab Jennar, nadanya datar, pikirannya masih tertinggal di masa lalu yang remuk itu. “Mbak memang susah banget bilang makasih, ya?”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status