Share

Bab 197 

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-25 07:57:43
“Kamu masak apa?” Nicolas memeluk Isela dari belakang. Baru ditinggal mandi sebentar saja, wanita itu sudah membuat adonan yang entah untuk apa. Nicolas tak pernah tahu proses membuat makanan, hanya siap menyantapnya saja.

Ia menurunkan sedikit kimono sang istri, menciumi bahu mulus yang masih menyisakan aroma dari tubuhnya sendiri. Nicolas begitu pongah karena mendapati jejaknya di badan Isela, ini membuatnya mengukuhkan diri sebagai pemilik seutuhnya. Tak dipungkiri, gairah kembali membakar. Gigitan kecil diberikan pada kulit kenyal itu.

“Oh … ahh, Nico jangan sekarang. Aku lagi masak. Nanti churros-nya gosong,” tegur wanita itu, sembari mencubit pinggang liat sang suami. Meskipun cubitan itu hanya formalitas, sebab jarinya tak bisa mendapat secuil pun kulit Nicolas.

Isela mengaduk adonan sambil menggigit bibir bawahnya. Tangannya cekatan, meskipun sesekali gemetar saat merasakan tatapan suaminya di punggung.

Bukannya berhenti dan membantu Isela memasak, justru pria itu mengacauk
NACL

terima kasih untuk dukungannya Teman Teman

| 5
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 240: TAMAT

    Pagi hari terasa datang lambat sekali. Suara debur ombak yang memecah bebatuan membangunkan Galtero dengan posisi tubuh yang masih kaku akibat tidur tegang semalaman. Mata biru terangnya menatap Sofia yang tersenyum di sampingnya. Di antara mereka, Ezio tidur pulas, kedua tangannya memeluk bantal asam kesayangan. Pagi-pagi sekali anak itu dipindahkan secara paksa oleh Nicholas. ​“Pagi yang indah, Mi Amor,” ucap Galtero sinis, berusaha meredakan rasa kesalnya. “Ternyata pagi ini tetap kenyataan bahwa kita diganggu oleh bocah hiperaktif dan kakak ipar yang iri hati.” ​Sofia tertawa kecil. Ia mengusap lembut pipi Galtero. “Kakak ipar yang tidur di sofa kecil, maksudmu? Kak Nico sudah dapat balasan setimpal. Sekarang, kamu masih membencinya?” ​“Bukan itu masalahnya! Intinya aku tidak punya waktu untukmu,” gerutu Galtero. “Setiap kali aku mendekat, Ezio muncul seperti hantu di mana pun. Dan sekarang aku harus berbagi vilaku pada Nicholas hanya karena dia tidak mau kalah denganku… menungg

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 239: Ternyata…

    ​Galtero menekuk wajah. Malam ini benar-benar mengesalkan baginya. Bukan lagi ketiban sial, tetapi semesta seperti membencinya. Gagal bercinta dan terpaksa menahan nafsu membuat badannya panas. Ditambah lagi, kehadiran kakak ipar. Mereka bertamu di vilanya. ​“Aku senang, Kakak ke sini. Apa mengambil cuti?” Sofia begitu antusias. Ia juga rindu pada kakaknya. ​“Iya, cuti. Aku pikir …” Nicholas menatap Isela dan putri kecil mereka. “Kami butuh liburan sesekali. Tidak baik bekerja terus,” sambungnya diiringi senyum kaku. ​Galtero yang berdiri di belakang Sofia mendengkus sebal. Jelas, ia terganggu. Momen intim bersama sang istri yang diharapkan meninggalkan memori indah, justru gagal total. ​“Dulu kamu bisa sewa vila di sebelah, kenapa sekarang menginap di vilaku?” Galtero menyembur, dan menatap sinis. ​Biarlah ia dianggap tidak menghargai ipar, yang jelas ia tidak suka berbasa-basi. ​“Ah … itu … dulu aku tidak memiliki pasangan dan keluarga. Aku hanya manusia yang terbiasa hidup sen

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 238: Ayah dan Anak Laki-lakinya 

    Suara Nicholas memang pelan, tetapi Sofia mendengarnya lantaran posisi ponsel cukup dekat dengan bibir pria itu. Sofia tersenyum geli membayangkan wajah sang kakak.​Panggilan video berakhir karena Nicholas yang iri hati melihat kehidupan adik iparnya tidak berubah drastis.​“Kakak ada-ada saja,” gumam Sofia. Ia melirik ke arah suami dan putranya yang makin besar, makin tampan. Bahkan menurut Sofia, Ezio lebih tampan daripada Galtero.​“Mi Amor, sudah selesai belum?” Galtero berteriak dari bibir pantai.​Sofia tahu jika sudah begini, suaminya itu pasti kelelahan menjaga Ezio yang sangat aktif.​“Ya, aku ke sana,” sahut wanita itu sembari berlari kecil mendekati kuda Andalusia putih.​“Papa, aku ingin ke kebun anggur lagi. Ayo, Pa! Kenapa harus pulang?” oceh Ezio dengan bibir yang menekuk kecil. Bocah itu bahkan melipat tangan di depan dada, persis seperti apa yang tengah dilakukan Sofia saat ini.​“Kenapa lagi?

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 237: Ayah dan Anak perempuannya

    ​Sudah enam tahun berlalu. Setiap hari yang dilewati oleh Isela begitu ringan seolah tanpa beban. Meskipun sejak usia Alba memasuki tiga tahun, ia mulai disibukkan dengan pekerjaan kantor. Nicholas memaksa untuk menjadi asisten pribadi lagi. Namun, tidak sekalipun ibu satu anak itu melewati masa tumbuh kembang Alba.​Tak jarang Isela membawa Alba ke kantor jika tidak ada kesibukan. Seperti sekarang ini, Isela bekerja sambil memperhatikan putrinya yang duduk di kursi kerja Nicholas. Bukan hanya duduk biasa, tetapi kedua tangan mungilnya itu memegang sisir dan jepit rambut. Ia begitu luwes menyisi rambut sang ayah. Bahkan Nicholas sampai diperintah untuk duduk di bawah.​“Apa sudah selesai salonnya, Putriku?” Nicholas menatap pantulan dirinya di depan cermin. Untung saja hari ini tidak banyak pekerjaan ataupun rapat. Kalau iya, ia bisa terlambat karena harus melepas ikat kecil yang menghiasi rambutnya.​Alba menggeleng pelan. “Belum, Papa. Papa harus diam sampai semua selesai,” celoteh

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 236: Benci Tapi Tidak Tega

    ​Abel berbaring miring sambil memegangi dadanya yang terasa sesak. Malam makin pekat dan sunyi, suhu dingin seakan menyayat kulitnya yang tipis. Cairan bening dan asin mengalir dari ekor matanya.​“Mama, Papa, kalian di mana?” gumamnya pelan. Sudah hampir satu bulan ini Abel tidak dijenguk oleh kedua orang tuanya. Wanita itu hanya bisa bersuara pada diri sendiri tanpa bisa beraksi apa pun.​“Aku merindukan kalian. Tolong ke sini, Pa, Ma.” Abel memejamkan mata, tubuhnya bergetar pelan di bawah selimut.​Ia yang terbiasa bergaul dengan teman-temannya untuk belanja, duduk di kafe, dan jalan-jalan ke luar negeri, merasa menyesal karena tak pernah memiliki waktu untuk kedua orang tuanya.​Saking sibuknya Abel, ia memercayakan jodohnya pada orang tua. Berpikir bahwa Nicholas pasti bersedia menerimanya, tanpa perlu ia berusaha meluluhkan hati kepala keluarga Marquez itu.​Sekarang rasa percaya dirinya luntur tak bersisa. Ia yakin tuan muda dari keluarga mana pun tidak akan ada yang mau mener

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   ​Bab 235

    ​Isela hanya memerlukan waktu satu hari untuk observasi di rumah sakit. Setelahnya pun ia kembali pulang ke Mansion Marquez bersama putri kecilnya yang sehat.​Sepanjang perjalanan, Isela tersenyum lebar dan manis. Matanya menatap ke samping, ke arah di mana Nicholas duduk sambil memandangi putri kecil yang ada di tengah-tengah mereka.​“Aku tidak menyangka memiliki anak secantik ini.” Nicholas terpesona memandangi putrinya. Bahkan itu menjadi kegiatan baru yang menyenangkan. Tentu saja euforia menjadi ayah sangat berbeda. Ia merasa hidupnya lebih berwarna dan ada sesuatu yang dinantikan.​“Kapan dia bangun? Kenapa dia tidur terus? Seingatku selama hamil kamu tidak mengonsumsi obat tidur.” Nicholas mengetuk-ngetuk dagunya. Ia merasa heran karena sejak bayi itu dilahirkan, ia lebih sering tidur dibanding berinteraksi dengan orang tuanya. Padahal Nicholas berharap bisa mengobrol dan membuat bayinya tertawa, ya, seperti gambar keluarga bahagia yang dilihatnya di majalah.​Isela melirik m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status