Share

Bab 6

Sudah pukul dua dini hari, Adel belum juga pulang. Gagah masih menunggu di ruang tengah. Sesibuk itukah istrinya? 

Dia tidak berniat mengekang Adel, hanya saja saat ini ada nyawa yang harus ia dan istrinya jaga. 

"Kenapa sampai selarut ini?" 

Langkah Adel terhenti saat mendapati Gagah di ruang tengah. Raut wajah wanita itu nampak sangat lelah. 

"Aku kan udah bilang sama kamu kalau aku bakal pulang telat. Kok sekarang malah ngomel, sih? Aku nggak butuh diatur-atur kayak gini."

"Nggak ada yang ngatur kamu!" Suara Gagah meninggi. "Tapi tolong ... jangan anggap remeh kondisi kehamilan kamu. Itu anak aku juga, jadi aku berhak nuntut kamu untuk lebih hati-hati dan jaga diri. Bukan keluyuran sampai tengah malam kayak begini." 

Adel tidak terima. Berani sekali Gagah mengomelinya. Dengan kasar Adel membanting tas kecil yang ia bawa. 

"Emang gini cara aku kerja. Dan maaf ya, aku nggak keluyuran seperti yang kamu bilang. Kamu kira aku wanita apaan?" 

"Secara nggak langsung kamu cap aku sebagai wanita nggak baik. Terus, ngapain nikahin aku? Aku bisa gugurin bayi kamu. Aku nggak butuh bayi ini. Capek aku!" Adel memekik sambil menangis. 

Gagah mendekati Adel dan hampir saja menamparnya. Untung saja pria itu masih bisa menahan diri. 

"Anak aku berhak hidup. Jangan mikir aneh deh kamu. Terima atau nggak, suka atau nggak, kamu akan tetap lahirin anak itu," tegas Gagah. Giginya bergemeletuk. Telinganya terasa panas mendengar perkataan Adel yang ingin menggugurkan kandungan. 

Sebenarnya Gagah tidak marah karena Adel yang pulang terlalu larut. Melainkan karena orang suruhannya membagikan sebuah video dimana dalam video itu, Istrinya bersama seorang pria yang memainkan rambut Adel dan menyentuh pipinya begitu mesra. Adel terlihat tidak keberatan sama sekali. Mereka terlihat sangat bahagia dan tertawa lepas. 

Entahlah... bagaimana bisa itu membuat Gagah sakit hati? Apa mungkin kalau dia sudah mulai mencintai Adel? Semenjak melihat Adel, Gagah memang menaruh rasa kagum pada wanita yang kini menjadi istrinya itu. Akan tetapi bukan rasa cinta. Apakah karena selalu melihatnya membuat Gagah mulai jatuh cinta? 

"Bisa gila aku," gumam Gagah, ia mengusap wajahnya frustasi. 

***

Suara piring pecah membuat Gagah terbangun. Matanya masih menyesuaikan cahaya yang masuk. Namun, suara ribut dari bawah membuatnya semakin penasaran. 

Dia terkejut saat mendapati dapur yang sangat kacau. Hampir semua kabinet dapur terbuka. Sayur ada di mana-mana. Dan yang membuat mata Gagah melotot adalah masakan yang sudah gosong di atas kompor.  

"Jangan disentuh, kamu bisa luka nanti. Udah, biar aku aja yang bersihin." Suruhan Gagah sama sekali tak diindahkan oleh istrinya. 

Adel masih kekeh memungut serpihan-serpihan beling yang berserakan. 

"Aw!" 

Gagah terkesiap dan segera menghampiri Adel. 

"Aku bilangin jangan, malah ngeyel," omel Gagah. "Sini, aku obati." 

Pelan-pelan Gagah merangkul Adel dan menuntunnya ke meja makan. Adel terus meringis karena sebuah beling menancap di telunjuknya. Gagah sedikit berlari mengambil kotak keselamatan. 

"Tahan ya. Akan terasa sedikit perih." Adel hanya diam dan mengangguk. Dia tidak mau membantah lagi. Mungkin saja telunjuknya terluka karena kualat pada suaminya. 

Dengan telaten ia merawat tangan Adel. Membersihkan dengan sangat lembut, lalu mengoleskan salep khusus. 

"Lain kali kalau suami nyuruh tuh jangan keras kepala. Kualat baru tahu rasa," sindir Gagah tanpa melihat istrinya. 

"Kamu mau masak apa memang?" 

"Ngidam nasi goreng pedas," jawab Adel dengan suara lirih. 

"Diam di sini dan jangan ke mana-mana!" Gagah beranjak pergi ke dapur. 

Tak berselang lama, pria itu kembali dengan piring berisi nasi goreng yang diidamkan oleh Adel. Tak lupa segelas susu vanila di tangan sebelah kirinya. 

"Aku nggak mau makan. Kamu aja yang makan," tolak Adel saat Gagah menyodorinya nasi goreng tersebut. 

"Makan!" suruh Gagah. Dia mulai mendekati wajah Adel hingga hampir tidak ada jarak antara wajah mereka. Lalu dengan suara beratnya Gagah berbisik, "Kalau nggak, aku bakal kunciin kamu di kamar dan aku jadiin boneka pemuas nafsu. Mau?" 

Refleks Adel menggeleng. Sebenarnya ia sangat gengsi untuk memakan masakan Gagah. Tapi, perutnya tak bisa diajak kompromi lagi. Adel kelaparan dan segera melahap makanan yang disediakan. 

"Aku mau ke atas. Lima menit lagi aku cek, nasinya harus sudah habis."  

Adel memegangi dadanya yang terasa seperti akan keluar. Aroma tubuh Gagah selalu berhasil membuatnya melayang. Bisikan pria itu terasa begitu panas dan membuat tengkuknya meremang. Adel dengan cepat menepis pikiran kotornya dan segera menghabiskan sarapan. 

Jika mendapat perlakuan genting seperti ini dari Gagah, Adel teringat godaan-godaan Sekar. "Dosa besar kalau kamu nggak kasih Gagah jatah, Del." 

"Lagian nih, Gagah keliatannya juga nungguin kamu kasih kode buat dia. Tapi kamu kayaknya lempeng bae." 

Kadang dokter itu juga berkata, "Nggak baik, Del. Kasih jatah itu suami kamu. Udah pasti bakal enak, nagih, dapat pahala pula. Kali aja dengan cara seperti itu kamu dan Gagah bisa jadi saling suka. Masa sih kamu lupa rasanya malam itu?" 

"Hati-hati loh, ya. Sekarang itu banyak pelakor. Suami kamu wah... hampir sempurna. Andai aku bukan sahabat baik kamu, udah aku embat tuh Gagah." 

Dan masih banyak lagi rentetan pesan suara lain yang Sekar kirimkan untuk sahabatnya itu. Namun, Adel yang tidak berpengalaman tentu saja tidak siap dengan semuanya. Dia tetap butuh proses. 

Sementara Gagah, pria itu juga sangat gugup. Jarak sedekat itu mengingatkannya pada malam di mana Adel menyerahkan diri padanya. Sapuan napas Adel membuat Gagah meracau tak jelas.

Masa cuti sudah berlalu. Mulai besok pagi mereka harus kembali menjalani rutinitas masing-masing. 

Setelah makan malam, Gagah memutuskan untuk istirahat lebih awal. Di luar juga sedang hujan deras. Namun, sebelum kembali ke kamar, Gagah harus menyiapkan susu untuk istrinya terlebih dulu. 

"Del, buka pintunya." 

Beberapa saat Gagah menunggu, tapi tidak ada jawaban. Ataukah Adel menjawab tapi tidak ia dengar karena suara hujan? Gagah berinisiatif membuka pintunya sendiri. 

Begitu masuk, pria itu sangat terkejut mendapati istrinya meringkuk di pojok ranjang dengan ditutupi selimut tebal. Refleks Gagah berlari menghampirinya. 

"Ya ampun, Del. Kamu kenapa?" Gagah mengguncang tubuh Adel cukup kuat. Dia sangat cemas. 

"Aku takut petir," lirih wanita itu. "Aku nggak bisa tidur. Apa kamu mau temani aku di sini?" 

Gagah berpikir sejenak... sikap dingin yang biasa Gagah lihat kini berubah 180 derajat. Yang dia lihat hanya wanita manja dan rapuh karena ketakutan. Air mata Adel membuat Gagah gemas. 

Dengan jantung berdetak lebih kencang, Gagah mengangguk. Ia memberanikan diri untuk memeluk istrinya. Awalnya, Gagah mengira Adel akan menolak keras. Nyatanya Adel hanya diam, bahkan balas memeluk dengan lebih erat. 

"Tidurlah. Aku di sini untuk jaga kamu," bisik Gagah sembari memainkan rambut istrinya. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sahemah
Bila akan di up lagi?lama menunggu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status