Share

2. Prasangka

Author: MAMAZAN
last update Huling Na-update: 2025-06-12 17:01:53

"Kak! Kak Kevin!" Teriak Angel sambil mencari-cari sosok sang kakak di rumah luas dan elegan itu. Ia sudah lama tidak bertemu dengan Kevin, kakak yang dirindukannya, setelah lama berada di luar negeri.

"Hmm... Ada apa, Dek?" Kevin yang baru saja turun dari lantai dua menatap adiknya, tersenyum kecil melihat Angel yang berlari mendekat.

"Kak, Kakak mau ke mal, kan? Angel mau nebeng, ya? Sekalian mau ketemu teman di sana," ujar Angel dengan mata berbinar, menampakkan ekspresi manja.

Kevin mengangguk. "Boleh, Kakak juga cuma mau keliling mal dulu. Hari Senin baru resmi masuk kantor dan perkenalan staf," jawab Kevin sambil mengusap lembut kepala adiknya yang manja.

"Kalau begitu, Angel siap-siap dulu ya, Kak!" Angel pun langsung berlari kecil ke arah kamarnya.

Begitu sunyi kembali, ponsel Kevin bergetar, memperlihatkan sebuah nama yang dulu ia kenal sangat baik. Wajah Kevin langsung berubah dingin. Ia memandangi layar, lalu menolak panggilan itu. Namun panggilan berulang, dan Kevin pun akhirnya menjawab.

“Hm, kenapa?” suaranya dingin.

“Vin, aku mohon maaf. Itu cuma salah paham. Beri aku kesempatan untuk memperbaikinya... Aku masih sayang sama kamu, Vin…” ujar sebuah suara wanita dari seberang telepon.

“Habis sudah. Semua selesai di antara kita, Liliana. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan,” jawab Kevin tegas, mematikan telepon tanpa sedikit pun ragu.

Telepon itu datang dari Liliana, mantan kekasih yang pernah menjadi cinta besarnya saat di Singapura. Hubungan mereka kandas setelah sebuah pengkhianatan yang meninggalkan luka mendalam.

---

Suatu malam di Singapura, Kevin telah mempersiapkan sebuah kejutan untuk ulang tahun Liliana: cincin dan lamaran yang sudah lama ia rencanakan. Malam itu, ia sengaja membuat alasan tak bisa menemaninya, berpura-pura sedang di luar negeri. Namun, begitu ia masuk ke apartemen, Kevin terkejut mendapati Liliana bersama seorang pria, saling membelai di sofa.

“Ahh… uhh… Mark…” suara bisikan penuh gairah itu terdengar jelas saat Kevin memutar gagang pintu.

Seketika Kevin mendorong pintu dengan keras.

“LILIANA! APA-APAAN INI?!” Suara Kevin yang penuh emosi menggema di ruangan, menghentikan keduanya.

Liliana berhambur ke arah Kevin, wajahnya pucat saat menyadari situasi memalukan itu. “Vin, ini… ini cuma salah paham…” suaranya bergetar, berusaha mencari alasan.

Kevin menatapnya tajam. “Menjijikkan! Kau bukan siapa-siapa lagi buatku,” ucapnya dingin, melangkah pergi meninggalkan Liliana yang jatuh tersungkur, tersisa rasa sakit mendalam yang mengubah Kevin untuk selamanya.

---

Dalam perjalanan menuju mal, Angel sibuk bercerita dengan penuh antusias. "Kak, nanti Angel mau ketemu teman sebentar ya, habis itu kita makan siang bareng?”

Kevin tersenyum lembut. Setelah bertahun-tahun di Singapura untuk melanjutkan pendidikan dan mengurus bisnis keluarga, ia akhirnya bisa kembali menghabiskan waktu bersama adik kesayangannya.

“Tenang aja, Kakak akan menunggu. Apa pun buat adik cantik Kakak,” ucap Kevin, mengusap kepala Angel penuh sayang.

Begitu tiba di depan butik Eliza, Angel turun dengan semangat.

"Kak, jemput Angel di sini nanti ya?" ujar Angel riang.

"Ok, Dek. Kakak keliling sebentar." Kevin melemparkan senyum kecil sebelum meninggalkan Angel.

Kevin pun berjalan berkeliling di dalam mal, menatap gedung tempat kantor pusat yang akan ia pimpin. Namun, tanpa disangka, sesuatu yang lembut dan hangat menabrak dadanya.

“Maaf, Om!” suara seorang gadis terdengar serak namun lembut, dan Kevin mendapati seorang gadis muda dengan hidung merah dan wajah salah tingkah, tampak canggung di depannya.

Kevin sedikit tertegun melihat tingkahnya yang malu-malu. “Gak apa-apa. Tapi, kayaknya kamu yang kenapa-napa.” Ia merendahkan pandangannya, menyentuh ujung hidung gadis itu dengan iseng. Melihat wajah gadis itu memerah, ada sesuatu yang bergetar dalam diri Kevin—sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan.

“Ah, iya, Om. Maaf ya…” jawab gadis itu, tersenyum kecil sebelum berlalu cepat, meninggalkan Kevin yang terdiam dalam perasaan asing yang tak jelas.

---

Tak lama kemudian, Kevin menerima sebuah pesan dari seseorang di ponselnya.

“Aku sudah di VVIP Room, sayang,” demikian pesan itu berbunyi.

Kevin menuju ruang karaoke VVIP yang berada di salah satu sudut mal. Begitu ia membuka pintu, seorang wanita berpakaian minim segera menghampirinya. Tanpa aba-aba, wanita itu menyambutnya dengan pelukan erat, bibirnya menempel ke bibir Kevin, lalu melumatnya dengan panas. Kevin membalas ciuman itu sambil mengarahkan wanita itu menuju sofa yang empuk.

Dalam waktu singkat, pakaian yang dikenakan mereka berdua sudah berserakan. Wanita itu terbaring di bawahnya, sementara Kevin melumat lehernya, membiarkan tangannya menjelajah kulitnya yang lembut. Tangan Kevin mulai mengangkat rok mini wanita itu, melirik untuk memastikan ia siap.

“Kevin…” desah wanita itu serak, menikmati setiap sentuhan Kevin.

Kevin mengarahkan dirinya dengan cekatan, tubuhnya semakin dalam menjelajahi wilayah-wilayah tersembunyi sang wanita, memenuhi ruangan dengan suara napas mereka yang semakin cepat.

"Ahh… Kevin…" gumam wanita itu saat mencapai puncak kepuasan. Kevin tersenyum tipis, membersihkan tangannya, lalu segera membereskan pakaiannya.

"Transferan sudah masuk, kan?" ucap Kevin tanpa basa-basi, seraya mengambil jasnya.

Wanita itu mengangguk, tersenyum puas sambil melirik layar ponselnya yang menunjukkan saldo besar masuk ke rekeningnya. “Tentu saja, sayang.”

Kevin berlalu tanpa berkata apa-apa lagi, membiarkan wanita itu dalam ruangannya. Bagi Kevin, semua hanyalah rutinitas biasa—tanpa perasaan, tanpa makna.

---

Kevin tiba kembali di depan butik Eliza untuk menjemput Angel, namun mendapati pintu terkunci. Ia melihat Eliza tengah berbicara dengan seorang pria yang dikenalnya, Aldi. Tanpa sadar, Kevin berdiri dan mendengar pembicaraan mereka dari jauh. Tak lama kemudian, telepon Eliza berdering dan Kevin mendengar Eliza berbicara dengan nada yang membuatnya salah paham.

“Wanita macam apa ini, baru saja bersama sahabatku, sekarang sudah ada pria lain?” pikir Kevin, matanya menyipit penuh sinis. Kenangan buruk tentang Liliana muncul kembali dalam pikirannya.

“Kalau itu maumu, Eliza,” gumamnya penuh amarah. Ia berbalik dan melangkah pergi, menyusun rencana di dalam pikirannya yang penuh dendam dan godaan yang kini berubah menjadi keinginan membalas perasaannya yang tak terbalas.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Keisha Hery
yaaaa... baru juga baca udh kecewa ternyata kevin seorang pemain yg suka... celap. celup..
goodnovel comment avatar
Indri Irmayanti
laahh apaan dah. atas dasar apa kevin punya pikiran buruk ke Eliza bahkan smpe marah. lah situ aja murahan kok.. nggk jelas
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Idih alah malas banget bacanya ternyata Kevin suka celap celup sama wanita panggilan...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   186. Part Tian Nita #29

    Part 186Edward menurunkan ponselnya, matanya melotot tajam menatap Tian. Rasa takut yang nyata kini menggantikan kesombongannya. Suaranya terdengar berat, penuh kepanikan yang tertahan."Apa yang kau lakukan pada Ayahku?!" teriak Edward, tubuhnya maju satu langkah, tapi nyalinya langsung menciut saat melihat tatapan membunuh dari mata Tian.Tian tidak beranjak dari tempatnya. Ia hanya memiringkan kepala, menyeringai angkuh. "Bukankah kau tadi bilang aku tidak punya hak untuk ikut campur, Edward?" Tian melangkah perlahan, mendekat ke Edward. "Sekarang, kurasa aku sudah memiliki semua hak itu. Ayahmu... ada di tangan orang-orangku."Nita memegang lengan Tian, terkejut dengan pengakuan itu. Tian memang CEO, tapi ia tidak menyangka Tian memiliki jaringan sejauh ini."Kau... kau tidak mungkin!" Edward menggeleng tak percaya, napasnya tersengal-sengal. Ia baru sadar, pria yang ia anggap remeh ini jauh lebih berbahaya dari semua musuh ayahnya."Aku bisa melakukan apa saja, Edward," bisik Ti

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   185. Part Tian Nita #28

    Part 185Sontak semua yang ada di ruangan terpusat pada Tian. Wajah Winston tampak tegang, sementara Edward membeku di tempatnya.Nita pun tidak paham apa maksud dari pembicaraan sang kekasih. Ia melihat ponsel Tian, merasa ada yang aneh. "Tian?" gumamnya, penuh tanya.Edward yang tadinya memasang wajah arogan, sempat tersentak dan membeku beberapa detik, hingga kembali ke kesadarannya. Ia menatap Tian dengan mata penuh kebencian dan kebingungan.Tian tersenyum lembut pada Nita, ia mengusap punggung Nita. "Kamu tidak perlu khawatir. Mulai sekarang biar aku yang bereskan cecunguk ini!" katanya, suaranya meyakinkan.Kemudian, Tian melihat ke arah Winston, berjalan mendekat sambil membawa serta Nita yang mengikutinya dari belakang."Ayah," panggil Tian dengan nada hormat. "Kamu tidak perlu khawatir. Sesuai janjiku, biar aku yang mengurusnya." Tian berhenti tepat di depan Winston, menatap ayah kekasihnya itu dengan mata penuh keyakinanWinston tersenyum hangat, sepertinya ia tidak salah m

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   184. Part Tian Nita #27

    Akhirnya mereka tiba di depan sebuah gedung yang terbilang mewah, perusahaan milik Winston—ayah Nita. Dari luar saja, ketegangan sudah terasa. Dan benar saja, begitu mereka berada di lobi perusahaan, suasananya terasa begitu mencekam. Para staf hanya bisa berdiri di sudut-sudut ruangan, ketakutan, melihat beberapa petugas dari kantor pajak dan entah dari mana lagi berlalu-lalang, menggeledah setiap meja dan lemari arsip.Nita mengepalkan tangannya. "Sialan Edward!" umpatnya dalam hati."Sebaiknya kita langsung ke ruangan Ayah," usul Tian, matanya mengawasi keadaan sekitar dengan tenang. Ia tidak ingin Nita panik.Nita mengangguk, hatinya terasa sesak. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk."Tunjukkan ruangannya, sayang," sambung Tian, tangannya semakin erat menggenggam tangan Nita.Nita membalas genggaman Tian, seolah mencari kekuatan. Mereka berjalan cepat, melewati para staf yang menatap mereka dengan tatapan iba. Nita tahu, ayahnya sedang mengalami kesulitan, dan ini semua karena u

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   183. Part Tian Nita #26

    Part 183"Maaf, Tian..." Nita merasa bersalah akan pemikirannya yang picik. Ia yang terbiasa menyelesaikan segala urusannya sendiri pun tidak memikirkan perasaan Tian. Ia selalu berpikir, ia bisa mengatasi semuanya sendirian. Tapi, ia lupa, ia punya Tian sekarang.Tian tersenyum tipis, kelembutannya kembali terpancar di wajahnya. "Bukan masalah, sayang. Sekarang, apa pun yang ada di kehidupan kamu, libatkan aku. Jangan pernah merasa sendiri.""Terima kasih," Nita melingkarkan kedua tangannya di pinggang Tian, masuk ke dalam dekapan pria itu. Menyandarkan kepalanya di dada bidang yang menenangkan. Ia bisa mendengar detak jantung Tian, yang terasa begitu damai.Tian bernapas lega, ia mengusap punggung Nita. "Aku akan selalu ada untukmu, Nita. Kita akan lalui ini bersama. Aku janji.""Hmm, aku percaya Tian," bisik Nita, suaranya mantap. Ia benar-benar yakin dengan pria di depannya ini.Tian mengurai pelukannya, menatap wajah Nita lekat. "Jadi, apa yang dilakukan pria berengsek itu?" tany

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   182. Part Tian Nita #25 (21+)

    Part 182Ia memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut yang kini bergerak memainkan klitorisnya. "Ahh, sayang!" desahnya, suaranya parau karena gairah.Tubuhnya bereaksi terlalu kuat terhadap setiap sentuhan Ken. Rubi mendesah tak kuasa, "Sayang...""Iya, sayang?" sahut Ken, suaranya serak, sembari menjilati leher halus Rubi. Ia tahu, istrinya sudah berada di ambang batas.Rubi menahan tangan suaminya yang terus saja memainkan inti tubuhnya. "Tahan, sayang," ucap Rubi mendesis, suaranya penuh permohonan. Tiba-tiba tangannya merambat ke area sensitif suaminya, mengelus kejantanan Ken yang sudah menegang."Ugh, sayang!" Ken menggeram, sorot matanya penuh gairah saat jemari dan tangan lembut Rubi perlahan mengurut kejantanannya.Ken memejamkan mata, membiarkan Rubi mengambil kendali. Rubi, dengan senyum menggoda, membenamkan wajahnya. Membuka mulut dan menjulurkan lidahnya. "Uhm...""Dang! Sayang... Argghhh!" Ken menggeliat, ia menggeram menahan napas. Urat-urat di bagian bawahnya terasa

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   181. Part Tian Nita #24 (21+)

    Part 181Di Paris, pasangan pengantin baru yang seharusnya menikmati bulan madu mereka malah sedang asyik menelpon dengan Margareth. Keduanya, yang tanpa henti saling bercumbu tadi, tertawa keras mendengar cerita yang keluar dari ponsel."Seriously, Mam?" tanya Rubi tidak percaya. Ia memeluk erat Ken, suaminya."Ya, sayang. Mami juga terkejut," balas Margareth dari seberang telepon. "Mereka tidak bisa diam, saling ejek seperti dulu, tapi sekarang ada kata 'sayang' dan 'kamu' di tengah-tengahnya.""Jadi, di mana mereka berdua sekarang?" tanya Ken, yang ikut bergabung dalam percakapan itu. Ia duduk di samping Rubi dan memeluk istrinya."Lagi main rumah-rumahan dengan Celina," jawab Margareth, menahan tawa gelinya.Ken dan Rubi saling melempar pandangan tidak paham. "Maksud Mam?" tanya Ken.Margareth menghela napas, "Yah... mereka sedang gladi menjadi seorang Papa dan Mama."Seketika tawa Ken meledak. "Oh, dang! Seorang Tian? Tian?" Ia menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Pria sedin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status