Share

Sentuhan Panas Berujung Menikah
Sentuhan Panas Berujung Menikah
Author: MAMAZAN

1. Pertemuan

Author: MAMAZAN
last update Huling Na-update: 2025-06-12 17:01:29

"Mam, aku pergi dulu ya. Janji sama Angel di butik," ucap Eliza, sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Iya, hati-hati ya sayang," balas Mama dengan lembut, mengusap kepala anak gadisnya yang manis.

"Bye, Ma! Bye, Pa!" Eliza melambaikan tangan dengan senyum lebar, bergegas menuju mobil sedan merahnya di garasi.

Eliza memiliki butik kecil di salah satu mal besar di Jakarta. Ia menjual pakaian hasil desain sendiri, dilengkapi beberapa koleksi impor dari berbagai negara. Dengan nama lengkap Eliza Ishana—nama yang berarti unik, berharga, dan kuat—Eliza adalah putri bungsu di keluarganya, memiliki dua kakak laki-laki yang sudah berkeluarga. Ia gadis mandiri dengan paras oriental, kulit putih bersih, dan wajah mungil yang selalu memikat.

Menyalakan mesin mobil, Eliza meluncur ke arah mal, ditemani alunan lagu Korea favoritnya.

Drrzzztt

Drrzzztt

"Hmm, iya beb?" Eliza menjawab panggilan dari Angel.

"Eliii, aku udah di depan butik nih!" seru Angel.

"Aduh, aku masih di jalan, sepuluh menit lagi, ya!" jawab Eliza cepat, menggunakan earphone.

"Oke beb! See you!"

Eliza akhirnya tiba di parkiran basemen. Ia langsung berlari menuju butiknya, terlambat dua puluh menit dari waktu yang ia janjikan. Sebenarnya, mereka berjanji bertemu jam dua belas siang, namun Angel datang lebih cepat. Pantas saja Eliza kaget saat ditelepon pukul setengah sebelas oleh Angel.

“Huft, nih anak cepat banget datangnya…” gumam Eliza sambil membalas chat yang baru masuk, tidak sadar dia berjalan tanpa memperhatikan sekitar.

Buggh.

“Aduh!” Eliza mengerang, refleks mengusap hidungnya yang terbentur. Saat mendongak, ia melihat seorang pria tampan mengenakan kacamata hitam dan kaos polo berdiri di depannya.

"Maaf, Om," ucap Eliza buru-buru sambil menunduk.

"Hmm, iya, gak masalah," sahut pria itu cuek. Tapi melihat tingkah lucu Eliza yang terus mengusap hidungnya yang memerah, pria itu jadi sedikit jahil.

“Kayaknya kamu yang kenapa-napa, tuh.”

“Hah?” Eliza kaget, mengangkat alis.

“Tuh, hidung kamu merah,” kata pria itu sambil menyentuh hidung Eliza.

“Oh, iya, hehehe. Gapapa kok, Om!” jawab Eliza salah tingkah. “Saya duluan, ya!” Ia pun berlari kecil ke butiknya.

“Gila… sempat gak normal jantung gue!” batinnya, memegang pipi yang terasa panas.

Akhirnya Eliza tiba di butik di lantai tiga gedung tersebut.

“Halo, Angel…” sapa Eliza sambil membuka pintu butik dan menyalakan lampu. Cahaya lampu utama dan neon box segera menghidupkan suasana butik kecil itu, dipenuhi aroma terapi yang menenangkan. Interior butik yang didominasi warna putih dan sentuhan kayu membuat tempat itu terasa hangat.

“Halo, Eli sayang!” balas Angel antusias, mengikutinya masuk ke butik.

Eliza dan Angel sudah bersahabat tiga tahun. Walaupun beda dua tingkat di kampus, kedekatan mereka tak terpisahkan.

“Mana desain barunya, beb?” tanya Angel penuh semangat, matanya berbinar melihat tumpukan pakaian baru.

Eliza segera menggelar karpet abu muda, mengajak Angel untuk duduk santai. Mereka larut melihat model-model pakaian yang baru datang, diselingi tawa cekikikan saat menemukan desain yang menurut mereka lucu atau terlalu seksi.

Tiba-tiba, terdengar suara dari pintu.

"Ehem..."

Eliza dan Angel sontak menoleh.

“Kak Kevin! Udah selesai kelilingnya?” seru Angel girang.

Kevin, yang disuruh masuk, malah menatap wanita di samping Angel—tak lain adalah Eliza.

“Ehh?” gumam Eliza dan Kevin bersamaan, saling menunjuk.

“Kalian kenal?” tanya Angel bingung.

Eliza buru-buru menjelaskan, “Eh, enggak, Njel! Aku gak sengaja nabrak om ini, terus hidungku kepentok. Gara-gara kamu chat terus, jadi aku gak lihat jalan!”

“Hahaha, pantas hidungmu merah kayak tomat!” tawa Angel pecah, perutnya sakit menahan geli.

Kevin hanya menggeleng melihat tingkah mereka berdua.

"Kenalan dulu deh. Kak, ini teman aku, Eliza. Eli, ini Kak Kevin, baru balik dari Singapura," jelas Angel.

Kevin dan Eliza saling berjabat tangan.

"Eliza."

"Kevin."

"Sama-sama kenal, Om Kevin. Maaf sekali lagi soal tadi," kata Eliza sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipit manisnya.

"Hmm, bisa nih..." gumam Kevin, menatapnya penuh arti.

“Yasudah, bungkusin belanjaan aku, beb. Aku mau jalan dulu sama Kakak tersayang,” kata Angel, memeluk Kevin dengan mesra.

Eliza mengemas pakaian pilihan Angel ke dalam paper bag butik. Setelah beres, Angel dan Kevin berpamitan.

Butik yang sepi membuat Eliza harus merapikan sendiri karena karyawan satu-satunya sedang sakit.

Tok tok tok.

Suara pintu kaca membuat Eliza berbalik.

“Kak Aldi!” Eliza terkejut melihat sosok di depannya.

“Hai, sayang…” Aldi menyapanya dengan senyum menggoda.

“Aduh, bikin kaget aja!” seru Eliza, tak menggubris panggilan mesra Aldi.

"Yuk makan siang," ajak Aldi santai.

“Wah, ternyata sudah jam satu, pantas saja cacing-cacing di perutku konser, Kak!” seru Eliza sambil cengengesan.

"Wait, aku siap-siap dulu.”

“Santai.”

Eliza mengambil tas dan handphonenya, lalu mengunci butik. Mereka pun melangkah santai menuju foodcourt di lantai atas, berbincang ringan sepanjang jalan.

Drrzzztt

Drrzzztt

Eliza melihat telepon masuk, lalu meminta izin untuk mengangkatnya.

"Halo... Kenapa, beb? Ke apartemen? Oke, bakal kubawain yang seksi, biar puas!" Ia tertawa kecil, menutup telepon.

Tidak jauh, Kevin yang kebetulan lewat mendengar percakapan itu. Matanya menyipit sinis, mengira Eliza sedang bicara tentang hal murahan. Di sisinya berdiri Aldi, sahabatnya yang merupakan pemilik salah satu klub malam.

Kevin hampir menghampiri Eliza, namun niatnya diurungkan. Ada kekecewaan di matanya, penuh penilaian yang salah arah.

Sementara itu, Eliza dan Aldi melanjutkan makan siang, tak menyadari bahwa anggapan salah Kevin bisa membawa kisah mereka ke arah yang tak terduga.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
MAMAZAN
si nge gasss
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Sepertinya kak Kevin jatuh cinta pada pandangan pertama nih ke Eliza...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   186. Part Tian Nita #29

    Part 186Edward menurunkan ponselnya, matanya melotot tajam menatap Tian. Rasa takut yang nyata kini menggantikan kesombongannya. Suaranya terdengar berat, penuh kepanikan yang tertahan."Apa yang kau lakukan pada Ayahku?!" teriak Edward, tubuhnya maju satu langkah, tapi nyalinya langsung menciut saat melihat tatapan membunuh dari mata Tian.Tian tidak beranjak dari tempatnya. Ia hanya memiringkan kepala, menyeringai angkuh. "Bukankah kau tadi bilang aku tidak punya hak untuk ikut campur, Edward?" Tian melangkah perlahan, mendekat ke Edward. "Sekarang, kurasa aku sudah memiliki semua hak itu. Ayahmu... ada di tangan orang-orangku."Nita memegang lengan Tian, terkejut dengan pengakuan itu. Tian memang CEO, tapi ia tidak menyangka Tian memiliki jaringan sejauh ini."Kau... kau tidak mungkin!" Edward menggeleng tak percaya, napasnya tersengal-sengal. Ia baru sadar, pria yang ia anggap remeh ini jauh lebih berbahaya dari semua musuh ayahnya."Aku bisa melakukan apa saja, Edward," bisik Ti

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   185. Part Tian Nita #28

    Part 185Sontak semua yang ada di ruangan terpusat pada Tian. Wajah Winston tampak tegang, sementara Edward membeku di tempatnya.Nita pun tidak paham apa maksud dari pembicaraan sang kekasih. Ia melihat ponsel Tian, merasa ada yang aneh. "Tian?" gumamnya, penuh tanya.Edward yang tadinya memasang wajah arogan, sempat tersentak dan membeku beberapa detik, hingga kembali ke kesadarannya. Ia menatap Tian dengan mata penuh kebencian dan kebingungan.Tian tersenyum lembut pada Nita, ia mengusap punggung Nita. "Kamu tidak perlu khawatir. Mulai sekarang biar aku yang bereskan cecunguk ini!" katanya, suaranya meyakinkan.Kemudian, Tian melihat ke arah Winston, berjalan mendekat sambil membawa serta Nita yang mengikutinya dari belakang."Ayah," panggil Tian dengan nada hormat. "Kamu tidak perlu khawatir. Sesuai janjiku, biar aku yang mengurusnya." Tian berhenti tepat di depan Winston, menatap ayah kekasihnya itu dengan mata penuh keyakinanWinston tersenyum hangat, sepertinya ia tidak salah m

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   184. Part Tian Nita #27

    Akhirnya mereka tiba di depan sebuah gedung yang terbilang mewah, perusahaan milik Winston—ayah Nita. Dari luar saja, ketegangan sudah terasa. Dan benar saja, begitu mereka berada di lobi perusahaan, suasananya terasa begitu mencekam. Para staf hanya bisa berdiri di sudut-sudut ruangan, ketakutan, melihat beberapa petugas dari kantor pajak dan entah dari mana lagi berlalu-lalang, menggeledah setiap meja dan lemari arsip.Nita mengepalkan tangannya. "Sialan Edward!" umpatnya dalam hati."Sebaiknya kita langsung ke ruangan Ayah," usul Tian, matanya mengawasi keadaan sekitar dengan tenang. Ia tidak ingin Nita panik.Nita mengangguk, hatinya terasa sesak. Ia merasakan hawa dingin yang menusuk."Tunjukkan ruangannya, sayang," sambung Tian, tangannya semakin erat menggenggam tangan Nita.Nita membalas genggaman Tian, seolah mencari kekuatan. Mereka berjalan cepat, melewati para staf yang menatap mereka dengan tatapan iba. Nita tahu, ayahnya sedang mengalami kesulitan, dan ini semua karena u

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   183. Part Tian Nita #26

    Part 183"Maaf, Tian..." Nita merasa bersalah akan pemikirannya yang picik. Ia yang terbiasa menyelesaikan segala urusannya sendiri pun tidak memikirkan perasaan Tian. Ia selalu berpikir, ia bisa mengatasi semuanya sendirian. Tapi, ia lupa, ia punya Tian sekarang.Tian tersenyum tipis, kelembutannya kembali terpancar di wajahnya. "Bukan masalah, sayang. Sekarang, apa pun yang ada di kehidupan kamu, libatkan aku. Jangan pernah merasa sendiri.""Terima kasih," Nita melingkarkan kedua tangannya di pinggang Tian, masuk ke dalam dekapan pria itu. Menyandarkan kepalanya di dada bidang yang menenangkan. Ia bisa mendengar detak jantung Tian, yang terasa begitu damai.Tian bernapas lega, ia mengusap punggung Nita. "Aku akan selalu ada untukmu, Nita. Kita akan lalui ini bersama. Aku janji.""Hmm, aku percaya Tian," bisik Nita, suaranya mantap. Ia benar-benar yakin dengan pria di depannya ini.Tian mengurai pelukannya, menatap wajah Nita lekat. "Jadi, apa yang dilakukan pria berengsek itu?" tany

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   182. Part Tian Nita #25 (21+)

    Part 182Ia memejamkan mata, menikmati sentuhan lembut yang kini bergerak memainkan klitorisnya. "Ahh, sayang!" desahnya, suaranya parau karena gairah.Tubuhnya bereaksi terlalu kuat terhadap setiap sentuhan Ken. Rubi mendesah tak kuasa, "Sayang...""Iya, sayang?" sahut Ken, suaranya serak, sembari menjilati leher halus Rubi. Ia tahu, istrinya sudah berada di ambang batas.Rubi menahan tangan suaminya yang terus saja memainkan inti tubuhnya. "Tahan, sayang," ucap Rubi mendesis, suaranya penuh permohonan. Tiba-tiba tangannya merambat ke area sensitif suaminya, mengelus kejantanan Ken yang sudah menegang."Ugh, sayang!" Ken menggeram, sorot matanya penuh gairah saat jemari dan tangan lembut Rubi perlahan mengurut kejantanannya.Ken memejamkan mata, membiarkan Rubi mengambil kendali. Rubi, dengan senyum menggoda, membenamkan wajahnya. Membuka mulut dan menjulurkan lidahnya. "Uhm...""Dang! Sayang... Argghhh!" Ken menggeliat, ia menggeram menahan napas. Urat-urat di bagian bawahnya terasa

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   181. Part Tian Nita #24 (21+)

    Part 181Di Paris, pasangan pengantin baru yang seharusnya menikmati bulan madu mereka malah sedang asyik menelpon dengan Margareth. Keduanya, yang tanpa henti saling bercumbu tadi, tertawa keras mendengar cerita yang keluar dari ponsel."Seriously, Mam?" tanya Rubi tidak percaya. Ia memeluk erat Ken, suaminya."Ya, sayang. Mami juga terkejut," balas Margareth dari seberang telepon. "Mereka tidak bisa diam, saling ejek seperti dulu, tapi sekarang ada kata 'sayang' dan 'kamu' di tengah-tengahnya.""Jadi, di mana mereka berdua sekarang?" tanya Ken, yang ikut bergabung dalam percakapan itu. Ia duduk di samping Rubi dan memeluk istrinya."Lagi main rumah-rumahan dengan Celina," jawab Margareth, menahan tawa gelinya.Ken dan Rubi saling melempar pandangan tidak paham. "Maksud Mam?" tanya Ken.Margareth menghela napas, "Yah... mereka sedang gladi menjadi seorang Papa dan Mama."Seketika tawa Ken meledak. "Oh, dang! Seorang Tian? Tian?" Ia menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Pria sedin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status