Kevin—CEO muda dan berbakat, memiliki paras yang tampan dan berwibawa. Di balik wajahnya yang arogan, ia menyimpan luka yang sulit ia sembuhkan. Kekasih yang ia hargai dan ia cintai, mengkhianatinya dengan tidur bersama pria lain, dimana hal itu terjada saat Kevin ingin melamar sang kekasih. Jalang, murahan, bullshit akan cinta—itulah 3 hal yang kini terpatri di hati Kevin. Eliza Ishana—Gadis cantik yang ceria, menjalani harinya dengan kuliah dan mengurus butik pakaiannya bersama seorang sahabat. Tidak pernah sekalipun menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Tapi, karena malam itu, "Eliza... Will you marry me?" Kevin berkata serius dan menatap tajam manik indah Eliza.
Lihat lebih banyak"Mam, aku pergi dulu ya. Janji sama Angel di butik," ucap Eliza, sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
"Iya, hati-hati ya sayang," balas Mama dengan lembut, mengusap kepala anak gadisnya yang manis.
"Bye, Ma! Bye, Pa!" Eliza melambaikan tangan dengan senyum lebar, bergegas menuju mobil sedan merahnya di garasi.
Eliza memiliki butik kecil di salah satu mal besar di Jakarta. Ia menjual pakaian hasil desain sendiri, dilengkapi beberapa koleksi impor dari berbagai negara. Dengan nama lengkap Eliza Ishana—nama yang berarti unik, berharga, dan kuat—Eliza adalah putri bungsu di keluarganya, memiliki dua kakak laki-laki yang sudah berkeluarga. Ia gadis mandiri dengan paras oriental, kulit putih bersih, dan wajah mungil yang selalu memikat.
Menyalakan mesin mobil, Eliza meluncur ke arah mal, ditemani alunan lagu Korea favoritnya.
Drrzzztt
Drrzzztt
"Hmm, iya beb?" Eliza menjawab panggilan dari Angel.
"Eliii, aku udah di depan butik nih!" seru Angel.
"Aduh, aku masih di jalan, sepuluh menit lagi, ya!" jawab Eliza cepat, menggunakan earphone.
"Oke beb! See you!"
Eliza akhirnya tiba di parkiran basemen. Ia langsung berlari menuju butiknya, terlambat dua puluh menit dari waktu yang ia janjikan. Sebenarnya, mereka berjanji bertemu jam dua belas siang, namun Angel datang lebih cepat. Pantas saja Eliza kaget saat ditelepon pukul setengah sebelas oleh Angel.
“Huft, nih anak cepat banget datangnya…” gumam Eliza sambil membalas chat yang baru masuk, tidak sadar dia berjalan tanpa memperhatikan sekitar.
Buggh.
“Aduh!” Eliza mengerang, refleks mengusap hidungnya yang terbentur. Saat mendongak, ia melihat seorang pria tampan mengenakan kacamata hitam dan kaos polo berdiri di depannya.
"Maaf, Om," ucap Eliza buru-buru sambil menunduk.
"Hmm, iya, gak masalah," sahut pria itu cuek. Tapi melihat tingkah lucu Eliza yang terus mengusap hidungnya yang memerah, pria itu jadi sedikit jahil.
“Kayaknya kamu yang kenapa-napa, tuh.”
“Hah?” Eliza kaget, mengangkat alis.
“Tuh, hidung kamu merah,” kata pria itu sambil menyentuh hidung Eliza.
“Oh, iya, hehehe. Gapapa kok, Om!” jawab Eliza salah tingkah. “Saya duluan, ya!” Ia pun berlari kecil ke butiknya.
“Gila… sempat gak normal jantung gue!” batinnya, memegang pipi yang terasa panas.
Akhirnya Eliza tiba di butik di lantai tiga gedung tersebut.
“Halo, Angel…” sapa Eliza sambil membuka pintu butik dan menyalakan lampu. Cahaya lampu utama dan neon box segera menghidupkan suasana butik kecil itu, dipenuhi aroma terapi yang menenangkan. Interior butik yang didominasi warna putih dan sentuhan kayu membuat tempat itu terasa hangat.
“Halo, Eli sayang!” balas Angel antusias, mengikutinya masuk ke butik.
Eliza dan Angel sudah bersahabat tiga tahun. Walaupun beda dua tingkat di kampus, kedekatan mereka tak terpisahkan.
“Mana desain barunya, beb?” tanya Angel penuh semangat, matanya berbinar melihat tumpukan pakaian baru.
Eliza segera menggelar karpet abu muda, mengajak Angel untuk duduk santai. Mereka larut melihat model-model pakaian yang baru datang, diselingi tawa cekikikan saat menemukan desain yang menurut mereka lucu atau terlalu seksi.
Tiba-tiba, terdengar suara dari pintu.
"Ehem..."
Eliza dan Angel sontak menoleh.
“Kak Kevin! Udah selesai kelilingnya?” seru Angel girang.
Kevin, yang disuruh masuk, malah menatap wanita di samping Angel—tak lain adalah Eliza.
“Ehh?” gumam Eliza dan Kevin bersamaan, saling menunjuk.
“Kalian kenal?” tanya Angel bingung.
Eliza buru-buru menjelaskan, “Eh, enggak, Njel! Aku gak sengaja nabrak om ini, terus hidungku kepentok. Gara-gara kamu chat terus, jadi aku gak lihat jalan!”
“Hahaha, pantas hidungmu merah kayak tomat!” tawa Angel pecah, perutnya sakit menahan geli.
Kevin hanya menggeleng melihat tingkah mereka berdua.
"Kenalan dulu deh. Kak, ini teman aku, Eliza. Eli, ini Kak Kevin, baru balik dari Singapura," jelas Angel.
Kevin dan Eliza saling berjabat tangan.
"Eliza."
"Kevin."
"Sama-sama kenal, Om Kevin. Maaf sekali lagi soal tadi," kata Eliza sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipit manisnya.
"Hmm, bisa nih..." gumam Kevin, menatapnya penuh arti.
“Yasudah, bungkusin belanjaan aku, beb. Aku mau jalan dulu sama Kakak tersayang,” kata Angel, memeluk Kevin dengan mesra.
Eliza mengemas pakaian pilihan Angel ke dalam paper bag butik. Setelah beres, Angel dan Kevin berpamitan.
Butik yang sepi membuat Eliza harus merapikan sendiri karena karyawan satu-satunya sedang sakit.
Tok tok tok.
Suara pintu kaca membuat Eliza berbalik.
“Kak Aldi!” Eliza terkejut melihat sosok di depannya.
“Hai, sayang…” Aldi menyapanya dengan senyum menggoda.
“Aduh, bikin kaget aja!” seru Eliza, tak menggubris panggilan mesra Aldi.
"Yuk makan siang," ajak Aldi santai.
“Wah, ternyata sudah jam satu, pantas saja cacing-cacing di perutku konser, Kak!” seru Eliza sambil cengengesan.
"Wait, aku siap-siap dulu.”
“Santai.”
Eliza mengambil tas dan handphonenya, lalu mengunci butik. Mereka pun melangkah santai menuju foodcourt di lantai atas, berbincang ringan sepanjang jalan.
Drrzzztt
Drrzzztt
Eliza melihat telepon masuk, lalu meminta izin untuk mengangkatnya.
"Halo... Kenapa, beb? Ke apartemen? Oke, bakal kubawain yang seksi, biar puas!" Ia tertawa kecil, menutup telepon.
Tidak jauh, Kevin yang kebetulan lewat mendengar percakapan itu. Matanya menyipit sinis, mengira Eliza sedang bicara tentang hal murahan. Di sisinya berdiri Aldi, sahabatnya yang merupakan pemilik salah satu klub malam.
Kevin hampir menghampiri Eliza, namun niatnya diurungkan. Ada kekecewaan di matanya, penuh penilaian yang salah arah.
Sementara itu, Eliza dan Aldi melanjutkan makan siang, tak menyadari bahwa anggapan salah Kevin bisa membawa kisah mereka ke arah yang tak terduga.
Part 203Satu minggu pun berlalu. Segala urusan Edward dan Sir Geoffrey telah diurus tuntas oleh The Golden Star milik Tian, membuat London kembali tenang. Edward sendiri dikabarkan sudah 'menghilang' dari peredaran.Saat ini, Nita dan Rubi sedang menikmati waktu santai mereka di salon langganan. Keduanya duduk di kursi sambil rambut mereka ditata. Tentu saja, topik pembicaraan mereka tak jauh dari intrik kekuasaan, kehangatan keluarga, dan—yang paling seru—kecepatan hubungan Nita dan Tian."Tian benar-benar gila! Aku pikir Ken yang menyiapkan pernikahan dalam beberapa bulan itu sudah gila, ternyata ada pria lebih gila darinya!" ujar Rubi berapi-api, tangannya memegang segelas jus detoks dengan dramatis. "Dia bilang tiga minggu? Tiga MINGGU, Nita!"Nita memutar bola matanya, namun tidak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya. "Kau bisa membayangkan bagaimana ekspresiku saat kedua orang tuanya datang ke kediaman kami secara tiba-tiba? Mereka terbang langsung dari Paris! Aku yang keluar
Part 202Sebelum ke rumah Margareth, rombongan Tom and Jerry dan pasangan pengantin baru memutuskan untuk mampir ke sebuah kafe eksklusif, untuk menyantap makan malam. Keempatnya duduk di meja private sambil melanjutkan cerita yang terpotong. Kini, baik Nita maupun Rubi sudah berbagi semua rahasia mereka. Ken dan Tian mendengarkan dengan serius, sesekali memberikan komentar sinis tentang Edward."Kau harusnya membawanya ke Paris, Bro. Biar aku yang 'urus' dia di sana," ujar Ken, sambil menyendok makanannya."Tidak perlu, Ken. Aku sudah mengurusnya di sini. Aku hanya perlu memastikan dia tidak bisa bangkit lagi," jawab Tian dingin.Nita dan Rubi saling pandang, tersenyum. Mereka tahu, kedua pria di depan mereka ini adalah pelindung sejati.Dan akhirnya, perjalanan yang terasa begitu panjang itu berakhir di kediaman Margareth. Malam sudah larut, tetapi lampu-lampu rumah masih menyala terang.Mereka berempat turun dari mini van tersebut. Beberapa pelayan sigap membantu menurunkan koper m
Part 201Dua hari kemudian, di Bandara London, hiruk pikuk biasa terpecah oleh suara teriakan melengking yang familiar."Nitaaaa.....!" Suara Rubi yang melengking membuat semua orang yang ada di Bandara tertuju padanya dan Nita. Rubi berlari seperti flash, mengabaikan suaminya yang membawa semua barang bawaan.Nita membelalakkan mata, ia berusaha menenangkan sahabatnya itu. "Hey, tenanglah, Rubi! Malu dilihat orang!""No... No... Nooo... Aku terlalu penasaran dengan kisah Tom and..." Rubi menarik napas, matanya mengalihkan pandangan ke arah Tian yang berdiri di belakang Nita dengan senyum tipis. "...Jerry!" seru Rubi dramatis. Ia memeluk Nita erat, lalu menariknya sedikit menjauh, siap menginterogasi.Tian tertawa kecil, memaklumi drama sahabat kekasihnya itu. Ia berjalan mendekat ke arah Ken yang saat ini terlihat kesulitan membawa tiga koper dan tas yang ditinggalkan oleh Rubi."Kau beruntung, Ken," sela Tian, tangannya dengan sigap mengambil dua koper besar. "Aku tidak sabar meliha
Setelah menikmati makan malam romantis mereka di mana Nita tidak henti-hentinya memandangi cincin berlian yang melingkar indah di jari manisnya, Tian membawa kekasihnya itu menuju bioskop.Mereka tiba di sebuah gedung bioskop ternama. Nita sempat mengerutkan kening karena bioskop itu tampak begitu sepi. Dan benar saja, seorang manajer bioskop menyambut mereka dengan hormat, "Selamat datang, Tuan Alexander. Semuanya sudah siap."Nita menatap Tian, kebingungan. Tian hanya tersenyum misterius. "Aku bilang, kejutan ini belum selesai, my love."Nita baru menyadari, bioskop itu tidak sepi, tapi sudah di-book penuh oleh Tian. Mereka berdua berjalan melewati lorong yang gelap, menuju studio yang hanya akan diisi oleh mereka berdua."Kenapa kita tidak menonton film yang baru saja rilis, hmm?" tanya Nita, ia merasa sedikit tidak enak karena Tian harus mengeluarkan biaya besar hanya untuk ini."Film itu bisa menunggu," jawab Tian, ia menarik Nita duduk di barisan paling tengah. Layar besar itu m
Part 199Tepat bersamaan dengan Nita mengucapkan kata-kata itu, terdengar suara gemuruh. Helikopter terdengar terbang tepat di atas restoran. Suara baling-balingnya begitu keras hingga musik di ruangan itu pun meredup.Nita, yang memang duduk menghadap jendela besar dengan pemandangan kota, langsung terperanjat. Ia melihat ke atas, dan matanya membelalak tak percaya. Helikopter itu menurunkan banner raksasa yang bercahaya, dan di saat yang sama, kelopak bunga mawar merah mulai berhamburan dari langit, menari di udara malam.Tulisan di banner itu terlihat jelas, diterangi lampu sorot dari helicopter."WILL YOU MARRY ME, NITA?""OH MY, TIAN?" Nita sontak menutup mulutnya, air mata langsung menggenang. Jantungnya serasa berhenti. Lamaran ini... jauh di luar nalar. Ia tidak menyangka Tian akan se-gila ini.Belum sempat keterkejutannya mereda, pintu ruangan pun terbuka. Seorang pelayan mendorong kereta yang berisikan sampanye mahal dan buket bunga mawar yang sangat besar, bahkan melebihi t
Part 198Begitu pintu terbuka, Tian yang berdiri dengan setelan jas hitamnya yang sempurna, seketika terpaku. Gaun hitam sederhana yang dikenakan Nita justru membuatnya terlihat sangat memukau."Dang! You look so stunning!" Bukannya menarik sang kekasih keluar kamar untuk kencan, Tian malah mendorong wanitanya itu masuk kembali ke dalam, menutup pintu menggunakan kakinya.Nita terkejut, namun ia tersenyum geli. "Tian! Kita akan terlambat!""Aku tidak bisa melewatkan hal ini..." ucap Tian dengan suara rendah, suaranya serak menahan hasrat. Ia meraih dagu kekasihnya itu, matanya menatap Nita dengan sorot memuja. "Aku tidak akan bisa fokus di luar kalau belum menciummu, my love."Nita yang paham dengan tatapan Tian pun berjinjit, dan mengalungkan tangannya di leher Tian. "Kiss me then..." bisiknya, tantangan dan gairah terpancar dari matanya.Tian tidak membuang waktu sedetik pun. Bibir mereka kembali bertemu, ciuman yang dalam dan penuh gairah.Tian melumat dan menyesap bibir Nita, mere
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen