MasukKevin—CEO muda dan berbakat, memiliki paras yang tampan dan berwibawa. Di balik wajahnya yang arogan, ia menyimpan luka yang sulit ia sembuhkan. Kekasih yang ia hargai dan ia cintai, mengkhianatinya dengan tidur bersama pria lain, dimana hal itu terjada saat Kevin ingin melamar sang kekasih. Jalang, murahan, bullshit akan cinta—itulah 3 hal yang kini terpatri di hati Kevin. Eliza Ishana—Gadis cantik yang ceria, menjalani harinya dengan kuliah dan mengurus butik pakaiannya bersama seorang sahabat. Tidak pernah sekalipun menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Tapi, karena malam itu, "Eliza... Will you marry me?" Kevin berkata serius dan menatap tajam manik indah Eliza.
Lihat lebih banyak“Aah!”
Eliza memekik tertahan. Tubuhnya terhuyung kehilangan keseimbangan, nyaris jatuh kalau saja sepasang lengan kokoh itu tidak sigap mendekap pinggangnya.
Selama beberapa detik, gadis itu terpana saat bertemu pandang dengan sepasang mata elang milik pria tampan berkacamata itu.
"Ma-maaf, Om," ucap Eliza gugup, buru-buru menarik diri dari dekapan si pria asing. “Saya nggak sengaja. Om baik-baik aja?”
"Hmm," sahut pria itu acuh tak acuh. Tapi tatapannya tak lepas dari wajah cantik Eliza yang memerah. Lalu, sebelah sudut bibirnya terangkat jahil. “Kayaknya kamu yang kenapa-napa, tuh.”
“Hah?” Eliza tampak bingung.
“Wajah kamu merah,” kata pria itu, lalu menyentuh pipi Eliza.
Sentuhan itu ringan, tapi terasa menyengat hingga darah Eliza semakin berdesir dibuatnya.
“Oh, eh, mungkin karena menabrak dada Om yang keras—” Eliza terdiam, menelan ludah gugup saat tersadar dirinya melantur. “Saya permisi ya, Om!” ujar gadis itu buru-buru.
Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Eliza langsung berlari menjauh.
Ia merutuki dirinya di sepanjang langkah menyusuri mall hingga tiba di butik miliknya.
Butik kecil Eliza cukup terkenal di kalangan atas. Ia menjual pakaian hasil desain sendiri, dilengkapi beberapa koleksi impor dari berbagai negara.
Meski anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya, Eliza tidak lantas menjadi manja. Ia gadis mandiri dengan paras oriental, kulit putih bersih, dan wajah mungil yang selalu memikat. Tidak sedikit pria yang berusaha mendekatinya, tapi sampai saat ini, Eliza masih betah melajang.
“Gila… jantungku!” gumam gadis cantik itu sambil memegang pipi yang terasa panas.
Eliza masuk ke dalam butik dan menyalakan lampu. Cahaya lampu utama dan neon box segera menghidupkan suasana butik kecil itu, dipenuhi aroma terapi yang menenangkan. Interior butik yang didominasi warna putih dan sentuhan kayu membuat tempat itu terasa hangat.
“Eli!” sapa Angel, sahabatnya yang baru tiba dan berlari kecil menghampirinya.
Keduanya sudah berteman cukup lama. Walaupun beda dua tingkat di kampus, mereka tak terpisahkan.
“Mana desain barunya, El?” tanya Angel penuh semangat, matanya berbinar melihat tumpukan pakaian baru.
Eliza segera menggelar karpet abu muda, mengajak Angel untuk duduk santai. Mereka larut melihat model-model pakaian yang baru datang, diselingi tawa cekikikan saat menemukan desain yang menurut mereka lucu atau terlalu seksi.
Tiba-tiba, terdengar suara dari pintu.
"Ehem!"
Eliza dan Angel sontak menoleh.
“Kak Kevin! Udah selesai kelilingnya?” seru Angel girang.
Kevin, yang disuruh masuk, malah menatap wanita di samping Angel.
“Eh?!” seru Eliza dengan sepasang mata melebar, terkejut melihat pria tampan di hadapannya.
“Loh, kalian saling kenal?” tanya Angel bingung.
Eliza buru-buru menjelaskan, “Oh, nggak kok. Tadi aku nggak sengaja nabrak Om ini….”
Angel ber-oh ria. "Kenalan dulu deh. Kak, ini teman aku, Eliza. Eli, ini Kak Kevin, baru balik dari Singapura," jelasnya sambil memperkenalkan keduanya.
Kevin dan Eliza saling berjabat tangan dengan kikuk.
Diam-diam Eliza memperhatikan pria itu. Ia tidak tahu kalau sahabatnya ternyata memiliki seorang kakak setampan ini.
"Salam kenal, Om Kevin. Maaf sekali lagi soal tadi," kata Eliza sambil tersenyum, memperlihatkan lesung pipit manisnya.
Ia tampak gugup saat menyadari tatapan Kevin begitu intens. Terlalu intens untuk orang yang baru kenal.
“Ya sudah, bungkusin belanjaan aku ya, El. Aku mau jalan dulu sama Kakak tersayang,” kata Angel, memeluk Kevin dengan mesra.
Eliza mengemas pakaian pilihan Angel ke dalam paper bag. Setelah beres, Angel dan Kevin pun berpamitan.
Butik yang sepi membuat Eliza harus merapikan sendiri karena karyawan satu-satunya sedang sakit.
Tok tok tok.
Suara pintu kaca membuat Eliza berbalik. “Kak Aldi?” Eliza terkejut melihat sosok di depannya.
“Hai, Sayang…” Aldi menyapanya dengan senyum menggoda.
“Kok bisa di sini?” tanya Eliza bingung, tak menggubris panggilan mesra dari pria itu. Ia lantas berjalan menghampirinya.
"Makan siang yuk," ajak Aldi santai.
Eliza melirik jam di tangan kirinya. Ternyata sudah siang dan ia memang lapar.
"Bentar ya, aku siap-siap dulu.”
Aldi mengangguk, memperhatikan Eliza yang mengambil tas dan handphonenya, lalu mengunci butik. Mereka pun melangkah santai menuju foodcourt di lantai atas, berbincang ringan sepanjang jalan.
Tak jauh dari sana, Kevin kebetulan lewat dan melihat mereka tampak begitu akrab. Ia mengernyit saat mengenali pria yang sedang bersama Eliza.
Itu Aldi, sahabat Kevin yang merupakan pemilik salah satu klub malam.
Kevin hampir menghampiri keduanya, namun niatnya diurungkan.
Entah mengapa, ada kekecewaan yang menghiasi wajah pria tampan itu.
Malam semakin larut, dan para tamu mulai berpamitan. Nita yang berdiri di samping Tian, merasakan kelelahan yang menyenangkan.Tian menunduk, bibirnya berbisik parau ke wanita yang kini resmi menjadi istrinya. "My wife?"Nita menoleh, senyum manis terukir di bibirnya. Matanya memancarkan gairah yang sama. "Yes, my husband?"Tian tersenyum penuh kemenangan. Tian dan Nita meninggalkan para tamu dan keluarga yang masih berada di ballroom. Mereka hanya melambaikan tangan singkat, tidak peduli dengan tradisi pelemparan bunga. Raja dan Ratu malam itu menghilang di antara kerumunan pengiring dan bodyguard yang sigap mengawal mereka menuju private elevator.Beberapa detik kemudian, lift membawa mereka langsung ke puncak hotel.Ceklek! Suara pintu kamar Presidential Suite terbuka, menyambut mereka.Nita memekik tertahan. “Oh my…”Kamar itu sangat luas, dengan langit-langit tinggi dan jendela kaca penuh dari lantai ke langit-langit yang menawarkan pemandangan gemerlap kota London. Ruangan itu m
Dua minggu berlalu dalam sekejap mata. Dua minggu penuh dengan persiapan gila-gilaan, ciuman curian di ruang rapat, dan Tian yang selalu berhasil membuat Nita melupakan segala hal kecuali kehadirannya.Dengan segala persiapan dalam waktu singkat, hari yang dinantikan pun tiba. Hari di mana Nita Clarissa Winston akan resmi menjadi Nyonya Christian Alexander, Ratu dari The Golden Star.Semua tamu VIP London, mulai dari kalangan bisnis, politik—tentu saja yang bersih—hingga sahabat dekat, berkumpul di ballroom hotel termewah yang disewa penuh oleh Tian.Seluruh ruangan disulap menjadi taman surgawi yang dominan warna putih bersih dan emas. Alih-alih dekorasi yang ramai, Tian memilih sentuhan elegan yang sangat berkelas.Ribuan kuntum mawar putih yang melambangkan kemurnian cinta, lily putih yang elegan, dan bunga-bunga daisy kecil yang memberikan sentuhan kesederhanaan Nita, bertebaran di setiap sudut, di meja-meja bundar, hingga menara bunga di atas altar. Aroma wangi bunga segar memenu
Yah, Tian memilih menuju kantor karena jarak kantor lebih dekat dari pada mereka harus menghabiskan waktu 45 menit untuk tiba di rumah. Ia tidak memiliki kesabaran sepanjang itu. Begitu melihat Nita memakai gaun pengantin, semua kendali Tian hilang."Oh my, Tian." Nita tersenyum, ia menjatuhkan asal tasnya ke lantai dan melingkarkan kedua tangannya di leher Tian. Ia tahu Tian berada di ambang batas.Sialnya, gerakan halus itu membuat Tian semakin panas, membuat pria itu hilang akal. "You make me crazy, love!" geram Tian yang kembali melumat bibir ranum Nita. Ciuman itu kuat dan liar, menuntut pembalasan atas setiap detik yang mereka buang di butik tadi.Nita membalasnya tak kalah liar. Tian terlalu hebat, mengajarnya begitu cepat untuk menjadi seorang yang ahli dalam ciuman.Bibir mereka beradu dengan ciuman yang dalam, lidah, dan saliva saling bertukar, memabukkan. Tian mengangkat tubuh Nita, kaki Nita secara naluriah mengunci pinggangnya, menggendongnya ala koala. Pria itu berjalan
Kata-kata seduktif Tian spontan membuat wajah Nita memanas. Ia masih belum terbiasa dengan sisi Tian yang blak-blakan dan mendominasi seperti ini. Ia memukul pelan bahu Tian."Sayang! Aku hanya ingin membuat kejutan kecil..." jawabnya dengan nada manja."Kejutan kecil sudah cukup membuatku gila," balas Tian, matanya berkobar penuh gairah."Dang!" Tian kembali melumat bibir Nita begitu dalam, menciumnya dengan intensitas yang tinggi, seolah tak peduli mereka berada di butik mewah. Ia merengkuh pinggang Nita erat-erat, membenamkan Nita dalam pelukannya.Tepat saat ciuman mereka semakin memanas, Ms. Evelyn membuka pintu tanpa aba-aba, hendak memberikan daftar pengukuran terakhir. Ia terkesiap, segera menutup matanya."Ma-maaf..." ujarnya tidak enak dan kembali menutup pintu, memberikan waktu untuk calon pengantin. Wajah Ms. Evelyn memerah, ia tidak menyangka fitting baju bisa seintim ini.Blush! Wajah Nita merona merah hingga ke telinga. "Sayang..." Nita memukul dada Tian dengan gemas.T
Tidak lama kemudian, Nita masuk ke dalam ruangan Tian. Ia terlihat cantik dan segar, mengenakan dress kasual yang rapi. Tian yang melihat kekasihnya datang langsung berdiri dan membuka kedua tangannya.Nita tertawa bahagia dan berlari kecil, langsung masuk ke dalam pelukan Tian. Ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Tian yang maskulin."I miss you so bad!" Tian mengeratkan pelukannya, mengecup puncak kepala kekasihnya dan turun menciumi bibir ranum Nita dengan ciuman yang singkat namun penuh hasrat."Kita bertemu setiap hari, Tian!" jawab Nita, usai Tian melepaskan bibirnya. Ia memukul pelan dada Tian karena gombalannya yang berlebihan.Tian hanya menjawab dengan menaikkan bahu acuh. "Aku tahu. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa aku merindukanmu setiap detik.""Gombal," Nita tertawa. "By the way, aku melihat Sir Geoffrey di luar, dan dia terlihat... kacau?" tanyanya, keningnya berkerut. Nita sempat melihat Geoffrey di lobi, dan penampilan pria tua itu benar-benar menyedihkan.Tian ter
Tiga hari berlalu. Segala persiapan pernikahan kilat Nita dan Tian sudah berjalan serba cepat dan mulus. Selama tiga hari ini, Tian tidak pernah sedetik pun meninggalkan Nita sendirian.Saat ini, Tian sedang berada di kantornya, The Golden Star. Ia tampak tenang, menyelesaikan beberapa berkas penting yang berhubungan dengan transfer aset Sir Geoffrey—memastikan seluruh jaringan Edward dan ayahnya benar-benar lumpuh.Tiba-tiba, suara pintu ruangannya dibuka dengan kasar, bahkan nyaris terhantam dinding. Sir Geoffrey, Ayah Edward, masuk dengan wajah panik, lusuh, dan putus asa. Pria yang dulunya angkuh dan berkuasa itu kini terlihat seperti pria tua yang rapuh. Ia sudah tidak memiliki kekuasaan dan pengaruh, kini hanya seorang ayah yang mencari anaknya yang menghilang.Sir Geoffrey mendekat ke meja Tian, nadanya memohon, bergetar. "Tuan Alexander! Edward... Edward menghilang! Dia tidak bisa dihubungi! Kau pasti tahu di mana anakku, bukan?"Tian bersandar di kursi executive-nya, ekspresi












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen