LOGIN"Sebenarnya itu sudah dari seminggu yang lalu Mas, jangan marah dulu. Aku nggak tahu maksudnya apaan tapi itu kiriman dari Aksa," jelas Nada tak menutupi lagi. Dari kemarin mau cerita ini takut banget Saga marah, ternyata beneran suaminya semarah ini. Bodohnya kenapa Nada malah lupa gegara kemarin sempat sakit, seharusnya dia buang saja sejak awal. Kalau sudah begini, wajar suaminya mencurigai. "Astaghfirullah ... hal kaya gini kok nggak ngomong. Sembarangan banget tuh cowok maunya apa sih. Kamu juga kenapa malah disimpen, niat mau buat kenang-kenangan," omel pria itu geram sendiri. Bisa-bisanya daleman mantan disimpan di rumahnya. "Aku nggak nyimpen, kemarin lupa, Mas tenang aja, aku nggak mungkin curang," jelas Nada setenang mungkin. Bagaimana dia bisa tenang, berani sekali kirim barang seperti ini pada istri orang. Siapa pun pasangan normal pasti akan meradang. Apalagi ada balon rasa-rasanya. "Oke nggak nyimpen, terus kenapa nggak ngomong. Udah dari seminggu yang lalu. Ka
"Masya Allah tabarakallah ... adik cantik, maaf kalau El nakal ya. Ini anaknya udah mau minta maaf nih," ucap Mom Ayra berjongkok mensejajarkan tubuh Zea. El kecil padahal sudah mau meminta maaf, tetapi malah Zea yang malu-malu mau. Memberengut sembari bersedekap dada, ujungnya ngumpet dibalik punggung ibunya. "Sayang, ini loh El-nya udah mau minta maaf," bujuk Bunda Nada pada putrinya. "Nggak mau," jawab Zea menggeleng pelan. Masih ngumpet dibalik tubuh ibundanya. "Mam, dia yang nggak mau," adu El tak mendapat respon baik dari dedek Zea. El yang jahil malah mengintip menggodanya, jadinya Zea semakin erat memeluk ibunya. "El, jangan digituin, kamu nih kalau dibilangin malah kesenengan." "El nggak nakal loh, cuma ini Zea-nya yang malu. Abang El udah ya," kata Bunda Nada tersenyum menginterupsi keduanya. "Aduh ... maaf ya Zea, El suka iseng." Mam Ayra sampai melotot ke arahnya. "Tidak apa, besok juga akur lagi." Bunda Nada menanggapi dengan senyuman, begitu pun deng
"Pelan-pelan Mas," lirih Nada memejam. Entah ini perasaan Nada saja atau bagaimana, suaminya sepertinya malam ini terlalu bersemangat hingga membuatnya sedikit kewalahan mengimbanginya. Apakah karena efek cemburu juga, jadi sedikit brutal. Atau memang karena baru absen sepekan makanya begini. "Maaf, apa aku menyakitimu?" tanya pria itu menatap lembut. Nada menggeleng, kembali memejam merasakan hujamam cinta darinya. Malam ini keduanya melakukan dengan penuh semangat dan lama. Sampai Nada nampak kesulitan berjalan paginya. Wanita itu kaget sendiri kala melihat gambar dirinya di cermin, banyak sekali sisa-sisa gemes suaminya semalam. Dia baru menyadari pagi ini ketika hendak membersihkan diri. Sepertinya Nada juga terlalu terlena menikmatinya. "Mandi Mas, gantian sana!" titah Nada setelah keluar dari bilik kamar mandi menemukan suaminya masih berbaring malas di ranjang. "Ya, tunggu aku Dek, kita jamaah," jawab Saga sedikit terlambat. Pagi ini tubuhnya begitu ringan dan nyaman. Efe
"Maaf ya, tadi lumayan antri, ini pesanan kamu sayang," ucap Saga mengingat tadi lama. Pria itu dari rumah ibunya langsung pulang mengingat sudah malam dan meninggalkan istrinya di rumah yang sedang tidak enak badan sendirian. Dia hanya mampir membeli pesanan Nada, tetapi berhubung antri jadinya lama. "Aku pikir ke mana, lama banget," keluh Nada masih mengganjal perasaannya. Gegara kiriman keramat tadi Nada jadi parnoan. "Ayo makan dulu, Zea mau nggak!" tawar pria itu mengingat putrinya baru selesai makan di rumah neneknya. "Nggak, kenyang Yah," tolak anak itu menggeleng sembari beranjak. Zea sudah makan dan berganti pakaian. Di sana Zea sangat diurusin, jadi tidak usah khawatir sama sekali kalau anaknya kenapa-napa. Oma Zee sangat menyayangi Zea dari lahir. "Zea sudah makan?" tanya Nada memastikan. "Sudah, tadi pas aku datang lagi disuapin mama. Malah tadi nggak mau pulang, tapi nanti takutnya kamu kepikiran. Besok kalau kamu masih belum vit biar mama yang jemput lagi, ng
"Astagfirullah ... apaan sih, siapa yang kirim daleman seperti ini. Apa Mas Saga yang beli, tapi kenapa atas nama aku segala," batin Nada memungut kembali. Perempuan itu menatap dalaman wanita dan pria yang isinya berubah berantakan. Ada benda lainnya juga yang terselip di sana, sepertinya itu benda keramat pria. Apakah suaminya mengirim demikian? Nada benar-benar dibuat kaget plus bingung. Menggelikan sekali kalau itu kiriman orang lain. Nada terpaksa menelfon Saga yang mungkin saat ini sedang sibuk mengajar. Dia harus segera mengkonfirmasi kiriman ini. Kalau memang Saga dia bisa memaklumi walaupun agak menggelikan. Karena panggilannya tidak dijawab sama sekali. Wanita itu pun akhirnya membiarkan saja sampai jelas siapa yang mengirim. Di dalam kemasan, tidak tertera jelas, hanya ada alamat tokonya saja. Nada jelas merasa curiga mengingat dia tidak memesan barang-barang keramat wanita dan pria seperti ini. Setelah menunggu beberapa menit tak kunjung ada jawaban, ponsel Nada be
"Tidak ke mana-mana, bunda mau ke kamar mandi," jawab Nada dengan senyuman. "Ayah juga?" tanya Zea lagi beralih ke ayahnya. "Ya, ayah mau keluar ambil minum. Zea bobo ya, ini kan sudah malam." "Lapar Bun," adu anak itu malah meminta makan. Makluk saja, tadi belum sempat makan malam, sepertinya Zea memang lapar. "Eh, Zea mau makan? Sebentar ya, bunda ambilin dulu." Gadis kecil itu mengangguk, membuat Nada bergegas menyiapkan untuknya. "Ayo keluar, makan di luar!" Nada menginterupsi agar putri kecilnya tidak makan di kamar. Saga mengikutinya, menemani keduanya di ruang keluarga. Nada menyuapinya sembari menonton tayangan televisi. Pria itu memilih siaran olahraga. "Udah," tolak Zea menjauhkan piringnya setelah beberapa suapan. "Habisin dikit lagi," bujuk Nada tinggal beberapa suapan. Sesekali dia bersin-bersin, hawa dingin serasa menyapa tubuhnya. "Kenyang," jawab gadis kecil itu kini beralih ke pangkuan ayahnya. Zea memang lengket sekali dengan bapaknya, m







