Nada tidak menyangka kalau dia dijemput secepat ini. Jujur, perkataan kedua orang tuanya masih membuat hatinya galau, bahkan saat kedua orang tua Saga berkunjung ke rumah menyampaikan maksud dan tujuannya, Nada masih belum siap walaupun tidak bisa menolak. Sekali lagi dia kecewa karena Saga tidak ikut datang, hanya kedua orang tua mereka saja sekaligus merencanakan pernikahan secepatnya. "Nada, nanti ikut tante ya, kita cari cincinnya," ujar Nyonya Zee lembut. Pertama melihat Nada entah kenapa hatinya berbeda dengan penilaian putranya. Dia merasa kalau anak ini tidak neko-neko. Bahkan tidak banyak bicara dan terkesan sangat sederhana. "Harus pakai cincin nikah ya Tante," tanya Nada merasa tidak penting. Karena jujur, dia pun tidak berharap apa pun dari pernikahan ini nantinya. "Iya dong, namanya juga nikah, masa polosan. Sekalian nyari gaunnya juga." Nyonya Zee yang akan mengurusnya. Merasa harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah diperbuat putranya. "Maafin Saga ya, hari
Nada kaget waktu kedua orangtuanya memberikan kabar tentang tamu yang berkunjung ke rumahnya. Dia tidak menyangka kalau ayah dan ibunya Saga ke rumah. Dari mana beliau tahu, apakah Saga menceritakannya pada orang rumah? "Nad, Mama sama Papa sudah tahu semuanya, orang yang menjebak kalian juga sedang diurus. Lusa kamu kami jemput pulang ya." "Maksudnya gimana sih, Pa, aku sudah mulai nyaman di sini." "Pulang Nad, ayah dari janin itu akan bertanggung jawab." "Kayaknya nggak perlu, Ma, Nada mau gedein sendiri saja," tolak Nada di ujung telepon. "Maksud kamu gimana sih? Kok kamu kaya nggak seneng gitu. Besok Mama sama Papa ke sana ya, biar kami jelaskan." Nada tidak tahu apa yang terjadi di Jakarta. Jelas-jelas kemarin Saga menolaknya untuk bertanggung jawab, bahkan tega mau melenyapkan calon anaknya, kenapa pria itu tiba-tiba berubah. Dari mana juga kedua orang tuanya Saga tahu, apakah pria itu jujur Perempuan itu sudah mulai berdamai dengan keadaan. Semakin yakin akan m
Pak Arya sangat terkejut dengan kedatangan tamu tak terduga hari itu, yang ternyata sangat berkepentingan dengan putrinya. Beliau memang sedang mencari-cari siapakah pelaku dibalik musibah yang menimpa Nada. "Apa, jadi putra Anda yang melecehkan anak saya?" Pak Arya langsung berdiri dari duduknya penuh emosi. Ini dia yang beliau cari-cari dari kemarin tetapi belum menemukan bukti. "Tenang dulu Pak, biar kami jelaskan apa yang terjadi. Kronologinya bukan seperti yang Bapak pikirkan. Putri Bapak dan anak saya hanyalah korban, kendati demikian, jika benar kondisi Nada saat ini sedang hamil, putra kami akan bertanggungjawab," jelas Pak Bian menenangkan. Orang tua mana yang tidak emosi, tahu orang tua si pelaku menyerahkan diri, tentu dia akan memberi perhitungan yang setimpal. Berani-beraninya merusak putrinya. "Korban? Apa maksud Anda? Jangan basa-basi, anak kami yang paling dirugikan." "Biar kami jelaskan dan kami tunjukkan suatu hal. Di sini putri Bapak memang korban, tet
Sebenarnya berat bagi Nyonya Hira untuk meninggalkan putrinya di sini, apalagi dalam keadaan hamil seperti ini. Namun, dia tidak setega itu, membiarkannya tanpa pengawasan. Ada seseorang yang membantunya dan menemaninya di sana. "Nada, ini Bi Nana, dia akan menemanimu di sekalian membantu mengurus semua keperluan kamu di sini." "Hallo Bi Nana, salam kenal, saya Nada," sapanya ramah. "Salam kenal Non, semoga di sini betah ya." Nada mengangguk, betah tidak betah, dia akan menjalaninya dengan ikhlas. Tidak ada pilihan lagi selain berdamai dengan keadaan. "Mama dan papa akan mengunjungimu sebulan sekali. Kalau ada apa-apa, atau butuh sesuatu, kabari saja." "Iya Ma, Pa, Nada akan baik-baik saja di sini." Pelukan hangat kedua orang tuanya mengantarkan perpisahan sore itu. Nada tersenyum menguatkan diri, tetapi begitu mobil yang ditumpangi ayah dan ibunya tak terlihat lagi, tangis Nada langsung pecah. Mewakili isi hatinya yang saat ini tengah rapuh. Di sini dia terasingkan, di te
"Kamu nggak bakalan nyangka," ujar Pak Bian tidak habis pikir. Makin membuat Nyonya Zee penasaran. "Ma, Pa, Saga udah ngerjain semuanya yang Papa mau," kata Saga menghadap kedua orang tuanya. Obrolan mereka pun terjeda sejenak. "Ya, duduk Saga, papa mau bicara," katanya tenang. Walaupun masalah putranya cukup membuatnya nyut-nyutan. Saga langsung merasa ada aura-aura yang tidak biasa. Apakah ayahnya sudah tahu apa yang terjadi? Sepertinya dia harus mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan yang terjadi. "Nada Zahira Aryanto, kamu kenal nama itu Saga?" tanya Pak Bian menyebut satu nama. Seketika mimik wajah Saga langsung berubah, dari mana ayahnya tahu soal Nada. Apakah gadis itu berhasil menemui ayahnya, atau justru Pak Bian tahu sendiri mengenai masalahnya mengingat kemarin ingin menyelidikinya. "Pernah denger Pa, tapi hanya sekedar tahu. Dia adik tingkat dan tahun ini menjadi panitia ospek binaan Saga. Kebetulan Saga menjadi pemateri tetap di kelompoknya," jawab
Pak Bian tidak bisa tinggal diam, sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan putranya. Bahkan pria itu turun tangan sendiri menyelesaikannya. Tanpa sepengetahuan istri dan anaknya, Pak Bian selangkah lebih gesit mengunjungi hotel yang dimaksud putranya. "Saya mau rekaman CCTV sekitar satu bulan yang lalu. Tepatnya saat anak saya ada acara di sini." "Maaf Pak, kami tidak bisa memberikan data tamu sembarangan. Itu bersifat privasi, dan aturan dari pihak hotel begitu." "Kamu tahu siapa saya?" tanya Pak Bian setengah mengancam. "Kamu mau dipecat dari sini?" tanya pria itu lagi membuat mbak-mbak resepsionis saling bertukar pandang. Sebenarnya orang ini siapa, kenapa gayanya tidak bisa ditebak. "Maaf Pak, tapi kami tidak bisa membagikan dengan sembarangan orang." "Ada yang kalian sembunyikan? Kalian tahu kalau di acara tersebut ada tindak kejahatan. Lalu apa gunanya CCTV kalau tidak boleh dilihat untuk penyelidikan. Saya kenal yang punya hotel ini, kalau kalian