LOGIN"Kalau ternyata telat gimana Mas?" tanya Nada khawatir. Dia merasa belum siap hamil lagi, jadi rasanya pasti akan sangat tidak nyaman. "Memangnya sudah telat berapa hari? Mau dianterin ke dokter saja?" tawar Saga mencari jalan yang terbaik. Kasihan juga kalau belum siap lahir batin, takutnya malah tertekan dengan keadaan. Dia juga harus memikirkan kesiapan calon ibu. "Baru beberapa hari, tapi biasanya kan udah tanggal segini. Mas sih waktu itu kelepasan, mana pas aku lagi subur lagi," ujar Nada mengingat tempo kemarin. Saga langsung merasa tidak nyaman melihat wajah merengut istrinya. Takut banget kalau membuat moodnya berantakan. "Maaf ya, lain kali aku akan lebih hati-hati. Belum tentu hamil, udah jangan mikirin yang belum terjadi. Bobo sayang, Zea sudah merem lagi tuh." "Nggak ngantuk, tadi kan sudah tidur," ujar wanita itu malah bangkit dari pembaringan. Padahal Saga sebenarnya sudah ngantuk. "Mau ke mana?" Saga ikut turun, mengekor istrinya yang berjalan menuju so
Sagara langsung pulang begitu urusannya di kampus selesai. Sedari tadi dia kepikiran rumah mengingat anaknya sedang sakit, ditambah telfon dan pesannya tadi tidak dibalas sama sekali. Mungkin saja Nada terlalu sibuk sehingga belum sempat menilik ponselnya. Pria itu sampai rumah mendapati ruangan yang berantakan. Bantal sofa tidak di tempatnya, kamar tidur yang belum dibereskan dan sprintilan mainan Zea yang lepas dari tempatnya. Ini pemandangan yang biasa sebenarnya, saat hari libur, rumah ini akan lebih berantakan karena dirinya menyaksikan langsung bagaimana putrinya berulah. Hanya saja Nada selalu telaten membereskannya. Namun, sore ini terlihat tidak tersentuh oleh tangan istrinya, dan Saga memahami itu. Saat pria itu membuka kamar putrinya, terlihat Nada tengah tidur di dekat Zea yang terlelap. Wajahnya terpantau begitu lelah, kasihan pasti seharian ini istrinya kecapean sampai ketiduran begitu tidak nyaman. Saga melangkah pelan menghampiri, mengulurkan punggung tangannya
Malam ini diajak begadang suaminya, tidak bisa menolak, apalagi setiap kali sentuhan-sentuhan lembut itu menyapa sekujur tubuhnya, Nada pasrah menerima setiap hujaman cinta darinya. "Dek, kamu kok wangi banget, pakai apa sih?" bisik pak suami masih bermanja-manja di dekatnya. Setelah melewati sesi panas beberapa menit yadi, keduanya sama-sama berselimut mesra. "Hah, sesuatu deh," jawab Nada diam-diam rajin olahraga setiap kali ada kesempatan. Olahraganya di rumah saja, via youtube dan di kamar pastinya, biar tidak ketahuan orang-orang. "Hem, kalau kaya gini kan bikin aku makin gteget," kata pria itu mencium-cium mesra pipinya. "Ish, geli Mas, hari ini aku capek banget," keluh Nada merubah posisi tubuhnya hingga saling berhadapan. Tangan kanannya melingkarkan dalam pelukan. "Karena bantuin mama? Kan aku udah nyuruh pulang ada Bik Surti juga." "Bukan, di rumah mama aku malah nggak begitu bantuin. Cuma ngerasa capek aja," keluh perempuan itu mendusel manja di dada bidang
Padahal cuma perkataan kecil tapi mampu membuat seorang Sagara tersenyum bahagia. Jadi gemesh sendiri kan, pingin ngurungin tapi mau balik lagi mengajar. "Mau pulang atau jemput Zea?" tanya pria itu memberikan pilihan. "Jemput Zea, nanti pulangnya naik taksi aja, Mas kalau mau langsung ke kampus tidak apa-apa.""Kalau dibolehin mama sih, soalnya kan sekarang Zea betah banget di rumah omanya.""Jadi ngerepotin mama terus nggak enak," jawab Nada benar adanya. "Ya nggak apa-apa, orang yang direpotin aja malah senang. Mama tuh jadi tidak kesepian katanya kalau ada Zea."Sampai di rumah ibu mertuanya, Zea sedang asyik ngerecokin omanya di dapur. Dibantuin Bik Surti yang tengah membuat jajanan. Nada langsung menyambut ibu mertuanya dengan salam. "Mau ada acara, Ma? Kok banyak banget makanan?" tanya Saga melihat snack yang sudah terbungkus rapih. "Iya, nanti sore ketempatan PKK di sini. Jadinya bikin banyak jajanan.""Aduh ... maaf ya Ma, sedang repot malah ketitipan Zea. Kenapa tadi ng
Nada memang tidak memperhatikan Aksa sedikit pun, tetapi akibat tatapan dalam pria itu, jelas membuat Saga yang melihatnya kesal sendiri. Bisa-bisanya di sampingnya ada istrinya matanya tertuju pada istri orang. Ingin Saga colok pakai sambal di depannya. "Astaghfirullah ... Aksa bener-bener lu ya," batin Saga geram. "Sayang, habis ini aku antar ya," ucap Saga sembari mengelap bibir Nada dengan tisu. Padahal makannya rapih, biar kelihatan perhatian saja. Sengaja biar orang yang di depannya itu tahu kalau keduanya sekarang hidup bahagia dan harmonis. Jadi, tidak berharap lagi dengan cinta orang lain. "Iya Mas, kamu harus balik ke kampus ya?" "Iya, tidak apa-apa, aku anterin kamu dulu.""Atau mau bareng aku aja Nad. Sekalian ini nganterin Raisa pulang. Kalian nggak jadi shoping bareng?" Aksa ikut angkat bicara. Tadinya memang ada rencana, tapi melihat Aksa, Nada tidak minat melakukan apa pun lagi. Dia ingin segera pergi dari tempat itu. Untung saja suaminya peka, gercep menjemputnya
"Kak Aksa, kok cepet banget," sapa Raisa kaget. Secepat itu menyusul, tadi katanya sibuk dan tidak bisa, kenapa sekarang berubah pikiran. "Aku kepikiran kamu saja tadi pas pulang, daripada di kantor jadi tidak berkonsentrasi, mending langsung nyusulin," jawab pria itu tersenyum lembut ke arahnya. "Owh gitu, syukurlah. Itu calon suamiku sudah datang Mbak, bisa sekalian dicoba sekarang." "Hallo Nad, maaf ya jadi ngerepotin kamu suruh nganterin segala," sapa Aksa menghallo mantan kekasihnya. "Hai Kak Aksa, sama sekali tidak repot," jawab Nada santai. Walaupun dalam hati ilfeel sekali dengan pria ini sejak mengirim benda keramat padanya. Sumpah demi apa, kenapa Aksa jadi pandai berkamuflase begini. Apa maksud kerlingan matanya itu, dasar tidak sopan. Andai saja dia bisa memberitahu Raisa kalau cowok ini tidak tulis, sayangnya dia tidak seberani itu. Sementara Aksa tengah mencoba, Nada dan Raisa di ruang lainnya, gaun cantik itu masih menempel di tubuh Raisa begitu indah.







